Home / Rumah Tangga / RACUN BERUPA MADU / BAB 5. TERKURUNG

Share

BAB 5. TERKURUNG

Author: Milla Dwi
last update Last Updated: 2023-07-24 15:27:55

Prang! Prang! Tiba-tiba jendela kamar Adelia pecah, dihantam kursi oleh Arga dan Indah. Tak lama kemudian kedua orang itu masuk lewat jendela, dan menghampiri Adelia.

"Bangun bangsat! Perempuan mandul tidak tau diri!" bentak Arga. Tangannya langsung bergerak meraih rambut Adelia, dan menjambak wanita itu dengan sangat kasar.

"Ah!" jerit Adelia yang merasakan perih karena rambutnya ditarik dengan kuat oleh Arga.

"Ternyata kamu masih bisa merasakan sakit juga hah! Katakan di mana surat-surat penting itu disimpan!" murka Arga.

Adelia hanya mengatupkan bibir dan berusaha menahan rasa sakit agar tidak berteriak, karena semakin Adelia terlihat kesakitan, Arga dan Indah akan semakin kasar padanya.

"Mas, kalau cuma dibentak, dia mana mau ngasih tau kita! Pukul dong biar dia jera!" bentak Indah.

Arga tidak menjawab ucapan Indah, tapi tangannya langsung bergerak menampar pipi Adelia berkali-kali sampai bibir wanita itu pecah dan berdarah. Tak puas dengan menampar, laki-laki itu mencengkram dagu sang istri dengan sangat keras, hingga kuku-kukunya menancap di kulit mulus Adelia.

"Cepat katakan! Di mana kamu simpan surat-surat itu perempuan sialan! Bangsat!" dengus Arga.

Adelia tetap bungkam tidak memberi respon apapun, hal ini semakin menyulut emosi Arga.

"Jawab perempuan sialan! dasar sampah!" bentak Arga lagi.

Arga semakin kalap, karena Adelia hanya diam saja tidak mau memberi tau di mana dia menyimpan surat-surat penting yang diambil dari brankas. Dibukanya ikat pinggang yang dia gunakan, kemudian mulai memukul tubuh wanita itu sampai dia merasa puas dan akhirnya sang istri tak tahan lagi lalu pingsan.

"Mas, udah nanti dia mati!" teriak Indah, sambil berusaha menghentikan Arga yang kalap.

"Biar saja mati! Gak akan ada yang nyariin dia juga! Perempuan  yatim piatu seperti itu, siapa juga yang akan peduli dan merasa kehilangan!" jawab Arga sambil ngos-ngosan mengatur nafasnya karena kelelahan memukuli Adelia.

"Tapi kalau dia mati sekarang, kita gak akan tau di mana dia simpan surat-surat itu!" bentak Indah gusar, sambil menarik tangan Arga untuk segera keluar dari kamar Adelia.

"Kita harus pindahkan Adelia dari kamar itu, jangan sampai dia bisa keluar dari rumah ini secara diam-diam." ujar Arga, sambil berbalik kembali ke kamar Adelia.

Arga mengangkat tubuh Adelia yang pingsan, kemudian membawanya ke gudang. Dia letakan begitu saja tubuh wanita itu di lantai dan ditinggalkan tanpa belas kasih.

Setelah mengunci pintu gudang, Arga kembali ke kamar tempat Adelia tidur, dan memeriksa semua barang-barangnya.

"Kira-kira dia simpan di mana ya? Kenapa jadi gak ada satupun barang berharganya di sini. Kemana semua perhiasannya?" gumam Arga.

"Coba di bawah tempat tidur Mas," ucap Indah.

Arga langsung mengecek bawah tempat tidurnya, tapi tetap tak ada yang bisa dia temukan.

"Bahkan HP-nya juga gak ada, ini seperti sudah direncanakan dari awal dia pindah ke kamar ini." balas Arga, sambil terus mencari surat-surat penting yang Adelia sembunyikan.

Tanpa Arga dan Indah sadari kalau HP Adelia, jatuh terselip di antara kaki ranjang dengan dinding. Tapi seandainya pun barang itu mereka temukan, tak akan ada apapun yang bisa mereka dapatkan. Karena Adelia mengakses semua hal yang dianggap penting itu di HP barunya, yang sekarang ikut tersimpan dengan aman di suatu tempat.

"Terus kita mau gimana Mas?" tanya Indah.

"Sial! Dasar brengsek! Tak pernah aku sangka dia akan selicik ini!"  marah Arga.

"Kita istirahat saja dulu yuk Mas. Nanti kalau dia udah sadar, baru kita tanyakan lagi." ajak Indah, seraya menggandeng tangan Arga dan mengajaknya keluar dari kamar Adelia.

Sementara Adelia yang di dalam gudang, dia mulai sadar. Dia merintih menahan rasa sakit pada sekujur tubuhnya.

"Allah, lindungi aku dari kekejaman dua manusia itu." ucap pelan Adelia, sambil berusaha untuk duduk.

Sekujur tubuhnya penuh luka, bekas sabetan ikat pinggang. Sakit dan perih itu yang saat ini dirasakan. Wanita itu tersenyum miring, setidaknya Adelia sudah berhasil menyimpan di tempat yang aman semua barang berharga yang dia punya. Juga sebuah HP yang diakses langsung ke CCTV yang terpasang di rumah, sengaja dia siapkan untuk dijadikan barang bukti untuk menggugat Arga nantinya.

"Aku di mana? Astaghfirullah ... mereka mengurungku di gudang. Bagaimana caranya keluar dari sini?" keluh Adelia, setelah beberapa saat termenung.

Dengan sisa tenaga yang ada dia berusaha bangkit dan berjalan tertatih-tatih, berusaha mencari jalan keluar. Semua usahanya sia-sia, karena gudang itu hanya memiliki satu jendela yang berteralis.

Tiba-tiba terdengar suara langkah-langkah kaki mendekat ke gudang itu. Dengan cepat Adelia berbaring kembali dan pura-pura masih pingsan.

Tak lama terdengar pintu dibuka. Seseorang berusaha memegang tangan Adelia, tapi wanita itu tetap diam dan pura-pura masih pingsan.

"Dia belum juga sadar Mas, bagaimana ini?" tanya Indah.

"Biarkan saja dia mati sekalian! Menyusahkan saja, sudah mandul pembangkang!" dengus Arga.

"Kalau dia mati, terus kita gimana Mas? Ingat surat-surat penting hanya dia yang tau tempat penyimpanannya!" ketus Indah.

"Sial! Dia memang wanita sialan! brengsek! Sudah mau mati masih saja menyusahkan! Biarkan dia tetap di sini, jangan kasih makan dan jangan sampai keluar!" dengus Arga.

Emosi Arga semakin memuncak, ditendangnya tubuh Adelia yang terbaring di lantai kotor gudang itu. Kemudian dia berbalik dan pergi bersama Indah, meninggalkan wanita itu sendirian.

Dalam hati Arga, dia ingin membuat Adelia jadi gila, supaya tidak ada yang percaya dengan semua ucapan wanita itu. Bagaimana pun Arga tetap khawatir, kalau suatu saat sang istri akan memprosesnya secara hukum. Karena itu dia tidak mau menganggap enteng wanita pendiam seperti Adelia.

Dia berdiri di depan jendela kamarnya, sambil sesekali berkacak pinggang, kadang-kadang garuk-garuk kepala yang tak gatal. Resah, itu yang Arga rasakan. Di Satu sisi Arga ingin secepatnya menyingkirkan Adelia, dan menguasai hartanya bersama istri mudanya. Tapi di sisi lain, dia juga tidak bisa membuang Adelia begitu saja, karena semua surat-surat berharga ada di tangan wanita itu. Biarpun rumah itu sudah dirubah menjadi atas namanya sendiri, tapi jika surat-suratnya tidak ada, apa yang bisa dibuat?

"Aahhh ... Sial! Benar-benar sialan perempuan mandul itu! Brengsek!" geram Arga

Indah yang sedang duduk di tepi tempat tidurnya, sempat terkejut dengan teriakan Arga. Perlahan dia bangkit, dan dipeluknya laki-laki itu dari belakang.

"Mas, kita akan pikirkan cara lain untuk bisa mengambil surat-surat berharga itu. Sekarang kita istirahat dulu ya, biar nanti bisa berpikir untuk cari solusi," ucap Indah.

"Sial kau,! Kenapa ganggu aku terus? Diamlah! Aku lagi butuh tenang, supaya bisa berpikir! bentak Arga.

Indah dengan cepat melepaskan pelukannya ke Arga. Matanya sudah berkaca-kaca, dengan pelan dia berkata , "Kenapa bentak-bentak aku?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RACUN BERUPA MADU   Bab 119 : Ending

    Waktu berjalan sangat cepat, kini Rani dan Gita sudah lulus SMA, dan akan melanjutkan ke perguruan tinggi tempat Azim dan Azzam dulu menuntut ilmu.Dua laki-laki kembar itu sudah selesai dengan kuliahnya, Azim mengambil alih Delia Group, karena Ayah Arga ingin pensiun lebih cepat. Sementara Azzam menjadi CEO di kantor pusat Samudra Group."Mi, gimana persiapan resepsinya?" tanya Azzam, suatu sore saat dia pulang kantor lebih awal."Sudah tujuh puluh persen. Tinggal undangan sama catering yang belum. Untuk gaunnya, kalian datang sendiri ke butik, supaya bisa menyesuaikan yang pas buat kalian.""Terima kasih ya Mi, Mami memang the best."Adelia tersenyum, sambil menepuk-nepuk punggung Azzam yang sedang memeluknya."Oh ya, dimana duo menantu kesayangan Mami itu?"Karena sejak pulang tadi, Azzam sama sekali tidak melihat kehadiran sang istri."Lagi belajar bareng Gita di balkon kamar Gita.""Kalau begitu aku mandi dulu ya Mi."Adelia hanya menjawab dengan anggukan kepala. Dan Azzam pun pe

  • RACUN BERUPA MADU   Bab 118 : Pernikahan Rani Dan Azzam.

    "Jadi bagaimana?" tanya Azzam lagi. "Apanya?" tanya Rani bingung."will you marry me?"Sejenak Rani menunduk, tapi wajahnya sudah merah merona menahan malu dan bahagia. " Ya, aku bersedia."Begitu mendengar jawaban Rani, semua orang bersorak gembira. Begitu juga dengan Azzam, dia bersorak dan akan memeluk Rani, tetapi sebuah tangan langsung mencegahnya, "Halalkan dulu, bru boleh peluk anak Abah."Ternyata Ayah Rani dan Ibu tirinya sudah berdiri di dekat dua sejoli itu. Dan Abah langsung menjewer telinga Azzam, sehingga membuat semua orang tertawaan melihat tingkah kedua orang itu."Pak Syafiq, minta nikahkan saja mereka sekarang juga. Aku takut anakku bunting duluan sebelum dihalalkan oleh anakmu." ucap Abah."Setuju Bah, semua sudah siap tinggal menunggu pengantinnya di make over dulu." jawab Syafiq, yang membuat semua orang tersenyum, termasuk sepasang calon pengantin itu."Papi, kok make over sih?" "Lah terus apaan dong itu namanya yang dibikin cantik?""Make up Papi." sela Adel

  • RACUN BERUPA MADU   Bab 117 : Cinta Untuk Rani.

    "Adik saya bernama Gita Indira, dia kelas tiga SMA, satu kelas dengan Rani, ada Azani Baskara dan Azahra Salsabila, mereka kelas tiga SMP di yayasan ini juga."Seketika raut wajah Pak Kepala Sekolah menegang, tangannya gemetaran. "A ... apakah Anda Nak Azim Baskara Samudra?"Azim mengangguk sambil tersenyum ramah, tapi masih dengan mode diamnya."Berarti Adik Anda Gita Indira Baskara Samudra, Azani Baskara Samudra, dan Azahra Salsabila Samudra?"Azim kembali mengangguk, hal itu membuat Pak KepSek semakin pucat pasi."Oh ya Tuhan." gumamnya penuh kegugupan. Beliau akhirnya memanggil Guru BP, untuk mengurus hukuman yang pantas untuk Nana dan teman-temannya. Setelah ke empat anak itu dibawa ke ruang BP, Pak KepSek langsung meminta maaf kepada Azim dan Rani."Nak Azim, saya meminta maaf atas kelalaian saya dalam mengawasi murid-murid di sini. Bahkan saya tidak pernah tau kalau di sekolah ini terdapat anak-anak hebat dari keluarga Samudra. Siapa yang sangka jika Pak Azzam, yang bekerja ja

  • RACUN BERUPA MADU   Bab 116 : Preman Sekolah

    Azzam terkekeh mendengar ucapan sarkas gadis di depannya. Tidak di sangka kalau Rani akan mengejarnya sampai parkiran."Hai muridku yang tersayang." jawab Azzam, dan spontan membuat raut wajah Rani jadi merah merona."Maaf Kak, cuma mau ngasih ini buat Kakak." ucap Rani, seraya menyodorkan box berwarna biru. "Ini tadi pagi aku buat sendiri, sebagai ucapan terima kasih karena kemarin sudah dibelikan buku yang dibutuhkan." lanjutnya.Kemarin secara tak sengaja bertemu dengan Azzam di toko buku, dan malunya saat mau bayar ternyata dompet Rani tidak ada dalam tasnya. Tadinya Rani mau kembalikan saja bukunya, akan tetapi Azzam tiba-tiba datang mau bayar buku juga, alhasil buku miliknya dibayarkan sekalian sama lelaki itu.Azzam terkekeh, "Jadi kamu sudah tau nih, kalau hari ini aku ngajar di sini?" godanya."Tidak! Tadinya ini mau aku titipkan ke Gita, tapi karena Kakak ada di sini, jadi ya diberikan langsung saja ke kakak."Azzam mengulurkan tangannya untuk menerima pemberian Rani itu. "

  • RACUN BERUPA MADU   Bab 115 : Pak Guru Idola Baru.

    "Aku pernah beberapa kali lihat Gita diantar oleh Pak Azzam, bersama dua anak kembar laki-laki dna perempuan berseragam SMP, di sini juga." terang gadis itu."Wah, adiknya cakep juga gak yang cewek?" tanya teman laki-laki, yang duduk di depan gadis itu."Cantik banget, hidungnya mancung, wajahnya agak mirip orang timur tengah." urai gadis itu lagi."Wah, boleh juga aku pacarin adikmu ya Git." celoteh beberapa anak laki-laki.Gita sama Rani hanya diam dan saling lempar pandang, bingung mau menyikapinya bagaimana. "Kalian sudah pesan makanan?" Tiba-tiba sebuah suara bariton menyela obrolan para murid di kantin. Dan tanpa permisi, dia langsung duduk di sebelah Rani, dan berhadapan dengan Gita."Belum!" jawab Gita."Baru juga duduk, sudah dikerubuti sama penggemar Pak Azzam." seloroh Rani.Azzam terkekeh, dia lalu berjalan menuju stain makanan, dan pesan tiga porsi baso. Dia tau kedua gadis di depannya itu pecinta baso. Karena seringkali Gita dan Rani minta makan baso setiap kal diajak

  • RACUN BERUPA MADU   Bab 114 : Guru Pengganti

    Seketika kelas menjadi hening, semua mata menatap intens lelaki tampan yang berdiri di samping Bu Dinar. Guru itu tersenyum manis, sambil mengelus perut buncitnya, karena sedang hamil tua."Anak-anak, mulai hari ini Ibu sudah ambil cuti, karena sebentar lagi akan melahirkan. Dan untuk sementara, Pak Guru tampan ini, akan menggantikan tugas Ibu, selama cuti."Semua murid perempuan bersorak riang, kecuali Gita dan Rani, yang masih terbengong menatap lelaki itu bingung."Silahkan perkenalkan diri Anda Pak Azzam." ucap Bu Dinar, mempersilahkan."Halo, selamat pagi semuanya. Perkenalkan, nama saya Azzam Baskara Samudra, biasa di panggil Azzam, atau kalian juga boleh panggil saya dengan panggilan yang lain. Saya di sini sebagai guru pengganti untuk Bu Dinar, jadi selama Beliau cuti, kalan akan bertemu dengan saya saat pelajaran Matematika. Apa ada pertanyaan?"Salah seorang murid mengangkat tangannya, lalu bertanya, "boleh minta nomer HP-nya gak Pak?"Yang lainnya ikutan bertanya, "Boleh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status