Share

BAB 6 : Kabur

Author: Milla Dwi
last update Last Updated: 2023-09-06 14:00:13

Adelia bangun dengan kondisi semua badan terasa sakit, dan tulang-tulangnya seperti remuk. Dengan sisa tenaga yang ada, dia berusaha untuk kembali mencari jalan keluar, tapi hasilnya tetap nihil. Gudang itu benar-benar tanpa jalan keluar, karena satu-satunya jalan, adalah jendela yang berteralis. Adelia terus berpikir keras, bagaimana caranya supaya bisa keluar dari tempat itu.

"Allah ... gimana caranya aku bisa keluar dari sini?" gumam Adelia.

Dia duduk kembali, sambil terus memikirkan cara untuk keluar. Penyiksaan yang dia alami, meninggalkan rasa sakit yang luar biasa. Bukan cuma fisik yang tersakiti, tapi luka dalam hatinya jauh lebih parah.

"Bagaimana caranya aku minta tolong? Dan pada siapa?" gerutu wanita itu.

Terdengar suara langkah-langkah kaki, mendekati ruangan tempatnya berada. Adelia dengan cepat bereaksi, dia celingukan mencari sesuatu, sebagai alat untuk melindungi dirinya. Langkah kaki itu semakin dekat, tapi Adelia belum juga menemukan sesuatu yang bisa digunakan.  

Adelia melihat tumpukan kursi yang dijelaskan dengan tumpukan box, dengan cepat dia berjalan ke arah tumpukan box dan kursi itu, lalu dia sembunyi di tengahnya. Klik! Suara kunci dibuka, dan dilanjutkan dengan suara pintu dibuka. Tak lama munculah Indah dan Arga dari balik pintu.

"Mas, perempuan itu mana?" tanya Indah, ketika dia tidak melihat keberadaan Adelia di ruangan itu.

"Kita cari ke belakang, mungkin dia sedang mencari jalan keluar. Sayangnya tempat ini gak ada satupun jalan keluar," ucap Arga penuh percaya diri.

Arga mengernyit, dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, tapi tak juga didapatkan sosok Adelia. Dengan cepat Arga melangkah ke bagian belakang gudang itu, dengan diikuti oleh Indah. Setelah mereka tak terlihat, Adelia segera berlari ke arah pintu, dan keluar dari ruangan itu. Saat Adelia hendak menutup pintu, Indah menoleh dan melihat wanita itu yang lari keluar.

Dengan cepat Indah mengejarnya. Adelia yang terluka parah akibat disiksa Arga, merasa kesulitan untuk berlari, sehingga Indah hampir bisa menangkapnya. Beruntung saat tangannya hampir bisa diraih oleh Indah, Dia bisa meraih handel pintu, dan langsung menutupnya.

Ternyata keberuntungan sedang berpihak pada Adelia. Indah dan Arga tidak melepaskan kunci ruang itu dari pintu, sehingga Adelia bisa langsung mengunci mereka di dalam gudang tersebut.

"Alhamdulillah ya Allah, aku bisa mengunci mereka. Sekarang harus cepat-cepat pergi dari sini, dan mencari tempat yang aman." gumam Adelia, sambil melangkah pergi menuju pintu keluar.

Saat Adelia sampai ke pintu, tiba-tiba bel rumah berbunyi, dengan cepat dia mengintip dari jendela, melihat siapa yang datang. Adelia terkejut, karena yang datang adalah seorang lelaki berperawakan tinggi besar, dengan tato di sekujur tubuhnya. Adelia panik, dia dengan cepat menuju ke kamar tamu, dan mengunci pintunya.

"Aku harus keluar lewat jendela, dan sembunyi di samping rumah, sampai keadaan memungkinkan untuk bisa melewati halaman rumah ini," lirih Adelia.

Dengan cepat Adelia keluar lewat jendela yang pecah itu, den mengendap-endap mencari tempat bersembunyi. Tanpa sengaja mata Adelia melihat tangga, dan dia memiliki ide untuk memanjat pagar dengan tangga itu.

Saat Adelia sedang meletakkan tangga di pagar keliling rumahnya, dia mendengar suara Arga yang berteriak memanggilnya. Adelia terkejut, karena Arga dan Indah sudah berdiri di depan pintu, bersama orang yang tadi datang. 

"Kenapa mereka bisa cepat keluar? Ah, bodohnya aku, seharusnya tadi kuncinya dibuang, bukannya malah dibiarkan saja di sana," gumam Adelia.

Dengan cepat, Adelia kembali sembunyi. Arga dan Indah, serta lelaki bertato itu, mereka datang ke arah Adelia sembunyi, dan semakin dekat. Adelia cemas, takut ketahuan, sehingga dia berusaha menahan napasnya.

"Mas, lihat! Tangga itu di sana, apa mungkin Adelia kabur meloncati pagar?" tanya Indah, sambil menunjuk ke arah tangga yang bersandar di pagar.

"Gak mungkin, pagarnya terlalu tinggi untuk dilewati sayang," jawab Arga.

"Tapi Mas, mungkin saja dia nekad, karena terpaksa." ucap Indah, menjelaskan apa yang ada dalam pikirannya.

"Sial! Bener juga, yuk kita lihat keluar. Jangan sampai dia lepas." ajak Arga, sambil berlalu pergi sambil menggandeng tangan Indah.

Wajah Arga merah karena marah, dengan langkah lebar, dia mengajak Indah dan lelaki bertato itu untuk keluar pagar mencari Adelia. Setelah mereka bertiga pergi, Adelia segera keluar dari persembunyiannya. Perlahan dia melangkah ke arah gerbang, dan ternyata gerbang itu terbuka, sementara ketiga orang itu entah kemana.

Dengan mengendap-endap, dia melihat keluar gerbang, tidak terlihat siapapun di sana. Adelia pun memutuskan untuk keluar, dan segera berjalan menjauh dari rumah. Baru beberapa langkah dia berjalan, tiba-tiba suara seseorang berteriak memanggilnya.

Tanpa menoleh, Adelia langsung berlari sekuat tenaga untuk menghindari Arga, yang tadi memanggilnya. Tubuhnya yang sakit, dan tenaganya yang lemah karena tidak makan beberapa hari, membuatnya tidak bisa berlari cepat, sehingga Arga bisa meraih tangan Adelia, dan menariknya dengan kuat. Wanita itu hampir terjatuh, tapi dengan cepat dia menggigit tangan Arga, hingga pegangannya terlepas. Adelia segera berlari, kemudian masuk ke dalam mobil yang baru saja berhenti.

"Tolong saya Pak, saya mohon!" ucap Adelia, memohon pada laki-laki tua pengendara mobil itu.

"Ini ada apa Neng? Saya mau jemput majikan saya," ucap lelaki itu.

"Tolong saya dulu pak, cepat bawa saya pergi dari sini, sebelum tiga orang itu menangkap saya," lirih Adelia.

"Tapi Neng ..." ucapan lelaki itu terhenti, ketika tubuh Adelia tiba-tiba terkulai lemas di kursi belakang.

"Aduh, malah pingsan. Aku harus bagaimana duh Gusti," ucap lelaki itu.

Ketika melihat tiga orang mendekat ke arahnya, lelaki itu pun segera menghidupkan mesin mobilnya. Dengan hati bimbang, lelaki itu membawa Adelia ke Rumah Sakit. Setelah mendaftarkan administrasi, lelaki itu segera menelpon Bosnya, untuk mengabarkan semua yang terjadi barusan.

"Halo assalamu'alaikum Bos," salam lelaki itu.

"Wa'alaikum salam Pak Isman. Bapak di mana? Tadi saya cari-cari tapi tidak melihat keberadaan Bapak?" tanya suara dari seberang.

"Saya Pak Bos, maaf ini e ... Saya sedang di Rumah Sakit," jawab Lelaki tua itu yang ternyata bernama Isman.

"Di Rumah Sakit? Siapa yang sakit Pak?" tanya sang Bos, terkejut.

"Maaf Bos, tadi pas saya mau jemput Anda, tiba-tiba ada seorang perempuan yang masuk ke mobil, dan langsung pingsan. Badannya penuh luka, serta kondisinya sangat lemah, jadi saya Bawa dia ke Rumah Sakit terdekat," ucap Pak Isman, menjelaskan.

"Baiklah, saya ke sana sekarang. Kirimkan alamatnya ke Saya," 

"Baik Bos," ucap Lelaki tua itu.

Sambungan telepon terputus dari seberang sana, dan Pak Isman hanya menghela napas. Kebiasaan Bosnya memang seperti itu. Lelaki tua itu langsung mengirimkan alamat ke sang Bos.

"Di mana orang itu Pak?" tanya sang Bos, yang tiba-tiba, sudah berdiri di depan Pak Isman.

"Oh, Bos sudah sampai? Di dalam ruangan itu. Mari saya antar ke sana." ucap Pak Isman, sambil mempersilahkan Bosnya, untuk jalan duluan.

Sang Bos, berjalan memasuki ruangan, begitu sampai di samping ranjang pasien, matanya membulat sempurna, mulutnya menganga, dan tubuhnya terpaku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RACUN BERUPA MADU   Bab 119 : Ending

    Waktu berjalan sangat cepat, kini Rani dan Gita sudah lulus SMA, dan akan melanjutkan ke perguruan tinggi tempat Azim dan Azzam dulu menuntut ilmu.Dua laki-laki kembar itu sudah selesai dengan kuliahnya, Azim mengambil alih Delia Group, karena Ayah Arga ingin pensiun lebih cepat. Sementara Azzam menjadi CEO di kantor pusat Samudra Group."Mi, gimana persiapan resepsinya?" tanya Azzam, suatu sore saat dia pulang kantor lebih awal."Sudah tujuh puluh persen. Tinggal undangan sama catering yang belum. Untuk gaunnya, kalian datang sendiri ke butik, supaya bisa menyesuaikan yang pas buat kalian.""Terima kasih ya Mi, Mami memang the best."Adelia tersenyum, sambil menepuk-nepuk punggung Azzam yang sedang memeluknya."Oh ya, dimana duo menantu kesayangan Mami itu?"Karena sejak pulang tadi, Azzam sama sekali tidak melihat kehadiran sang istri."Lagi belajar bareng Gita di balkon kamar Gita.""Kalau begitu aku mandi dulu ya Mi."Adelia hanya menjawab dengan anggukan kepala. Dan Azzam pun pe

  • RACUN BERUPA MADU   Bab 118 : Pernikahan Rani Dan Azzam.

    "Jadi bagaimana?" tanya Azzam lagi. "Apanya?" tanya Rani bingung."will you marry me?"Sejenak Rani menunduk, tapi wajahnya sudah merah merona menahan malu dan bahagia. " Ya, aku bersedia."Begitu mendengar jawaban Rani, semua orang bersorak gembira. Begitu juga dengan Azzam, dia bersorak dan akan memeluk Rani, tetapi sebuah tangan langsung mencegahnya, "Halalkan dulu, bru boleh peluk anak Abah."Ternyata Ayah Rani dan Ibu tirinya sudah berdiri di dekat dua sejoli itu. Dan Abah langsung menjewer telinga Azzam, sehingga membuat semua orang tertawaan melihat tingkah kedua orang itu."Pak Syafiq, minta nikahkan saja mereka sekarang juga. Aku takut anakku bunting duluan sebelum dihalalkan oleh anakmu." ucap Abah."Setuju Bah, semua sudah siap tinggal menunggu pengantinnya di make over dulu." jawab Syafiq, yang membuat semua orang tersenyum, termasuk sepasang calon pengantin itu."Papi, kok make over sih?" "Lah terus apaan dong itu namanya yang dibikin cantik?""Make up Papi." sela Adel

  • RACUN BERUPA MADU   Bab 117 : Cinta Untuk Rani.

    "Adik saya bernama Gita Indira, dia kelas tiga SMA, satu kelas dengan Rani, ada Azani Baskara dan Azahra Salsabila, mereka kelas tiga SMP di yayasan ini juga."Seketika raut wajah Pak Kepala Sekolah menegang, tangannya gemetaran. "A ... apakah Anda Nak Azim Baskara Samudra?"Azim mengangguk sambil tersenyum ramah, tapi masih dengan mode diamnya."Berarti Adik Anda Gita Indira Baskara Samudra, Azani Baskara Samudra, dan Azahra Salsabila Samudra?"Azim kembali mengangguk, hal itu membuat Pak KepSek semakin pucat pasi."Oh ya Tuhan." gumamnya penuh kegugupan. Beliau akhirnya memanggil Guru BP, untuk mengurus hukuman yang pantas untuk Nana dan teman-temannya. Setelah ke empat anak itu dibawa ke ruang BP, Pak KepSek langsung meminta maaf kepada Azim dan Rani."Nak Azim, saya meminta maaf atas kelalaian saya dalam mengawasi murid-murid di sini. Bahkan saya tidak pernah tau kalau di sekolah ini terdapat anak-anak hebat dari keluarga Samudra. Siapa yang sangka jika Pak Azzam, yang bekerja ja

  • RACUN BERUPA MADU   Bab 116 : Preman Sekolah

    Azzam terkekeh mendengar ucapan sarkas gadis di depannya. Tidak di sangka kalau Rani akan mengejarnya sampai parkiran."Hai muridku yang tersayang." jawab Azzam, dan spontan membuat raut wajah Rani jadi merah merona."Maaf Kak, cuma mau ngasih ini buat Kakak." ucap Rani, seraya menyodorkan box berwarna biru. "Ini tadi pagi aku buat sendiri, sebagai ucapan terima kasih karena kemarin sudah dibelikan buku yang dibutuhkan." lanjutnya.Kemarin secara tak sengaja bertemu dengan Azzam di toko buku, dan malunya saat mau bayar ternyata dompet Rani tidak ada dalam tasnya. Tadinya Rani mau kembalikan saja bukunya, akan tetapi Azzam tiba-tiba datang mau bayar buku juga, alhasil buku miliknya dibayarkan sekalian sama lelaki itu.Azzam terkekeh, "Jadi kamu sudah tau nih, kalau hari ini aku ngajar di sini?" godanya."Tidak! Tadinya ini mau aku titipkan ke Gita, tapi karena Kakak ada di sini, jadi ya diberikan langsung saja ke kakak."Azzam mengulurkan tangannya untuk menerima pemberian Rani itu. "

  • RACUN BERUPA MADU   Bab 115 : Pak Guru Idola Baru.

    "Aku pernah beberapa kali lihat Gita diantar oleh Pak Azzam, bersama dua anak kembar laki-laki dna perempuan berseragam SMP, di sini juga." terang gadis itu."Wah, adiknya cakep juga gak yang cewek?" tanya teman laki-laki, yang duduk di depan gadis itu."Cantik banget, hidungnya mancung, wajahnya agak mirip orang timur tengah." urai gadis itu lagi."Wah, boleh juga aku pacarin adikmu ya Git." celoteh beberapa anak laki-laki.Gita sama Rani hanya diam dan saling lempar pandang, bingung mau menyikapinya bagaimana. "Kalian sudah pesan makanan?" Tiba-tiba sebuah suara bariton menyela obrolan para murid di kantin. Dan tanpa permisi, dia langsung duduk di sebelah Rani, dan berhadapan dengan Gita."Belum!" jawab Gita."Baru juga duduk, sudah dikerubuti sama penggemar Pak Azzam." seloroh Rani.Azzam terkekeh, dia lalu berjalan menuju stain makanan, dan pesan tiga porsi baso. Dia tau kedua gadis di depannya itu pecinta baso. Karena seringkali Gita dan Rani minta makan baso setiap kal diajak

  • RACUN BERUPA MADU   Bab 114 : Guru Pengganti

    Seketika kelas menjadi hening, semua mata menatap intens lelaki tampan yang berdiri di samping Bu Dinar. Guru itu tersenyum manis, sambil mengelus perut buncitnya, karena sedang hamil tua."Anak-anak, mulai hari ini Ibu sudah ambil cuti, karena sebentar lagi akan melahirkan. Dan untuk sementara, Pak Guru tampan ini, akan menggantikan tugas Ibu, selama cuti."Semua murid perempuan bersorak riang, kecuali Gita dan Rani, yang masih terbengong menatap lelaki itu bingung."Silahkan perkenalkan diri Anda Pak Azzam." ucap Bu Dinar, mempersilahkan."Halo, selamat pagi semuanya. Perkenalkan, nama saya Azzam Baskara Samudra, biasa di panggil Azzam, atau kalian juga boleh panggil saya dengan panggilan yang lain. Saya di sini sebagai guru pengganti untuk Bu Dinar, jadi selama Beliau cuti, kalan akan bertemu dengan saya saat pelajaran Matematika. Apa ada pertanyaan?"Salah seorang murid mengangkat tangannya, lalu bertanya, "boleh minta nomer HP-nya gak Pak?"Yang lainnya ikutan bertanya, "Boleh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status