Adelia bangun dengan kondisi semua badan terasa sakit, dan tulang-tulangnya seperti remuk. Dengan sisa tenaga yang ada, dia berusaha untuk kembali mencari jalan keluar, tapi hasilnya tetap nihil. Gudang itu benar-benar tanpa jalan keluar, karena satu-satunya jalan, adalah jendela yang berteralis. Adelia terus berpikir keras, bagaimana caranya supaya bisa keluar dari tempat itu.
"Allah ... gimana caranya aku bisa keluar dari sini?" gumam Adelia.
Dia duduk kembali, sambil terus memikirkan cara untuk keluar. Penyiksaan yang dia alami, meninggalkan rasa sakit yang luar biasa. Bukan cuma fisik yang tersakiti, tapi luka dalam hatinya jauh lebih parah.
"Bagaimana caranya aku minta tolong? Dan pada siapa?" gerutu wanita itu.
Terdengar suara langkah-langkah kaki, mendekati ruangan tempatnya berada. Adelia dengan cepat bereaksi, dia celingukan mencari sesuatu, sebagai alat untuk melindungi dirinya. Langkah kaki itu semakin dekat, tapi Adelia belum juga menemukan sesuatu yang bisa digunakan.
Adelia melihat tumpukan kursi yang dijelaskan dengan tumpukan box, dengan cepat dia berjalan ke arah tumpukan box dan kursi itu, lalu dia sembunyi di tengahnya. Klik! Suara kunci dibuka, dan dilanjutkan dengan suara pintu dibuka. Tak lama munculah Indah dan Arga dari balik pintu.
"Mas, perempuan itu mana?" tanya Indah, ketika dia tidak melihat keberadaan Adelia di ruangan itu.
"Kita cari ke belakang, mungkin dia sedang mencari jalan keluar. Sayangnya tempat ini gak ada satupun jalan keluar," ucap Arga penuh percaya diri.
Arga mengernyit, dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, tapi tak juga didapatkan sosok Adelia. Dengan cepat Arga melangkah ke bagian belakang gudang itu, dengan diikuti oleh Indah. Setelah mereka tak terlihat, Adelia segera berlari ke arah pintu, dan keluar dari ruangan itu. Saat Adelia hendak menutup pintu, Indah menoleh dan melihat wanita itu yang lari keluar.
Dengan cepat Indah mengejarnya. Adelia yang terluka parah akibat disiksa Arga, merasa kesulitan untuk berlari, sehingga Indah hampir bisa menangkapnya. Beruntung saat tangannya hampir bisa diraih oleh Indah, Dia bisa meraih handel pintu, dan langsung menutupnya.
Ternyata keberuntungan sedang berpihak pada Adelia. Indah dan Arga tidak melepaskan kunci ruang itu dari pintu, sehingga Adelia bisa langsung mengunci mereka di dalam gudang tersebut.
"Alhamdulillah ya Allah, aku bisa mengunci mereka. Sekarang harus cepat-cepat pergi dari sini, dan mencari tempat yang aman." gumam Adelia, sambil melangkah pergi menuju pintu keluar.
Saat Adelia sampai ke pintu, tiba-tiba bel rumah berbunyi, dengan cepat dia mengintip dari jendela, melihat siapa yang datang. Adelia terkejut, karena yang datang adalah seorang lelaki berperawakan tinggi besar, dengan tato di sekujur tubuhnya. Adelia panik, dia dengan cepat menuju ke kamar tamu, dan mengunci pintunya.
"Aku harus keluar lewat jendela, dan sembunyi di samping rumah, sampai keadaan memungkinkan untuk bisa melewati halaman rumah ini," lirih Adelia.
Dengan cepat Adelia keluar lewat jendela yang pecah itu, den mengendap-endap mencari tempat bersembunyi. Tanpa sengaja mata Adelia melihat tangga, dan dia memiliki ide untuk memanjat pagar dengan tangga itu.
Saat Adelia sedang meletakkan tangga di pagar keliling rumahnya, dia mendengar suara Arga yang berteriak memanggilnya. Adelia terkejut, karena Arga dan Indah sudah berdiri di depan pintu, bersama orang yang tadi datang.
"Kenapa mereka bisa cepat keluar? Ah, bodohnya aku, seharusnya tadi kuncinya dibuang, bukannya malah dibiarkan saja di sana," gumam Adelia.
Dengan cepat, Adelia kembali sembunyi. Arga dan Indah, serta lelaki bertato itu, mereka datang ke arah Adelia sembunyi, dan semakin dekat. Adelia cemas, takut ketahuan, sehingga dia berusaha menahan napasnya.
"Mas, lihat! Tangga itu di sana, apa mungkin Adelia kabur meloncati pagar?" tanya Indah, sambil menunjuk ke arah tangga yang bersandar di pagar.
"Gak mungkin, pagarnya terlalu tinggi untuk dilewati sayang," jawab Arga.
"Tapi Mas, mungkin saja dia nekad, karena terpaksa." ucap Indah, menjelaskan apa yang ada dalam pikirannya.
"Sial! Bener juga, yuk kita lihat keluar. Jangan sampai dia lepas." ajak Arga, sambil berlalu pergi sambil menggandeng tangan Indah.
Wajah Arga merah karena marah, dengan langkah lebar, dia mengajak Indah dan lelaki bertato itu untuk keluar pagar mencari Adelia. Setelah mereka bertiga pergi, Adelia segera keluar dari persembunyiannya. Perlahan dia melangkah ke arah gerbang, dan ternyata gerbang itu terbuka, sementara ketiga orang itu entah kemana.
Dengan mengendap-endap, dia melihat keluar gerbang, tidak terlihat siapapun di sana. Adelia pun memutuskan untuk keluar, dan segera berjalan menjauh dari rumah. Baru beberapa langkah dia berjalan, tiba-tiba suara seseorang berteriak memanggilnya.
Tanpa menoleh, Adelia langsung berlari sekuat tenaga untuk menghindari Arga, yang tadi memanggilnya. Tubuhnya yang sakit, dan tenaganya yang lemah karena tidak makan beberapa hari, membuatnya tidak bisa berlari cepat, sehingga Arga bisa meraih tangan Adelia, dan menariknya dengan kuat. Wanita itu hampir terjatuh, tapi dengan cepat dia menggigit tangan Arga, hingga pegangannya terlepas. Adelia segera berlari, kemudian masuk ke dalam mobil yang baru saja berhenti.
"Tolong saya Pak, saya mohon!" ucap Adelia, memohon pada laki-laki tua pengendara mobil itu.
"Ini ada apa Neng? Saya mau jemput majikan saya," ucap lelaki itu.
"Tolong saya dulu pak, cepat bawa saya pergi dari sini, sebelum tiga orang itu menangkap saya," lirih Adelia.
"Tapi Neng ..." ucapan lelaki itu terhenti, ketika tubuh Adelia tiba-tiba terkulai lemas di kursi belakang.
"Aduh, malah pingsan. Aku harus bagaimana duh Gusti," ucap lelaki itu.
Ketika melihat tiga orang mendekat ke arahnya, lelaki itu pun segera menghidupkan mesin mobilnya. Dengan hati bimbang, lelaki itu membawa Adelia ke Rumah Sakit. Setelah mendaftarkan administrasi, lelaki itu segera menelpon Bosnya, untuk mengabarkan semua yang terjadi barusan.
"Halo assalamu'alaikum Bos," salam lelaki itu.
"Wa'alaikum salam Pak Isman. Bapak di mana? Tadi saya cari-cari tapi tidak melihat keberadaan Bapak?" tanya suara dari seberang.
"Saya Pak Bos, maaf ini e ... Saya sedang di Rumah Sakit," jawab Lelaki tua itu yang ternyata bernama Isman.
"Di Rumah Sakit? Siapa yang sakit Pak?" tanya sang Bos, terkejut.
"Maaf Bos, tadi pas saya mau jemput Anda, tiba-tiba ada seorang perempuan yang masuk ke mobil, dan langsung pingsan. Badannya penuh luka, serta kondisinya sangat lemah, jadi saya Bawa dia ke Rumah Sakit terdekat," ucap Pak Isman, menjelaskan.
"Baiklah, saya ke sana sekarang. Kirimkan alamatnya ke Saya,"
"Baik Bos," ucap Lelaki tua itu.
Sambungan telepon terputus dari seberang sana, dan Pak Isman hanya menghela napas. Kebiasaan Bosnya memang seperti itu. Lelaki tua itu langsung mengirimkan alamat ke sang Bos.
"Di mana orang itu Pak?" tanya sang Bos, yang tiba-tiba, sudah berdiri di depan Pak Isman.
"Oh, Bos sudah sampai? Di dalam ruangan itu. Mari saya antar ke sana." ucap Pak Isman, sambil mempersilahkan Bosnya, untuk jalan duluan.
Sang Bos, berjalan memasuki ruangan, begitu sampai di samping ranjang pasien, matanya membulat sempurna, mulutnya menganga, dan tubuhnya terpaku.
Sang Bos, berjalan memasuki ruangan, begitu sampai di samping ranjang pasien, matanya membulat sempurna, mulutnya menganga, dan tubuhnya terpaku. "A ... Adelia? Benarkah ini Adelia?" ucap Lelaki itu, ragu. "Bos kenal wanita ini?" tanya Pak Isman. "Gimana ceritanya, Pak Isman bisa sampai bertemu dia dan menolongnya?" tanya si Bos, tanpa menjawab terlebih dahulu pertanyaan sang sopir. Pak Isman pun menceritakan semua detail kejadian, yang barusan dialami, hingga akhirnya dia memutuskan untuk membawa Adelia ke Rumah Sakit. Bosnya mendengarkan dengan seksama. "Apa Bos tau siapa wanita ini?" tanya Pak Isman, memberanikan diri, bertanya kembali. "Apa Bapak sudah lupa dengan Dia?" tanya balik Bosnya. Pas Isman yang mendapatkan pertanyaan, kembali memandang wanita malang yang ada di hadapannya. Dia me mengernyitkan alis, mencoba untuk mengingat, tapi tidak juga bisa mengingat siapa orang itu. Pak Isman, membuka mulutnya, ingin menanyakan kembali ke Bosnya, tapi suara pintu dibuka, membu
Dengan enggan Arga melangkah ke arah pintu. Tidak lama kemudian dia kembali lagi bersama Indah dan Roni."Siapa Mas?" tanya Indah."Pak RT, ngasih undangan buat pertemuan rutin lingkungan sini," jelas Arga, tanpa menunggu ditanya kembali.Indah hanya mengangguk saja, tidak menjawab kembali ucapan Arga. Sementara Roni, duduk diam sambil memperhatikan interaksi antara Arga dan Indah.Di Rumah Sakit, Syafiq duduk terpaku di samping tempat tidur pasien. Matanya menatap lekat, pada tubuh kurus yang belum juga sadarkan diri. Kedua tangannya menggenggam erat tangan kanan Adelia."Sayang, bangunlah. Kamu harus ceritakan semuanya padaku. Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan semua ini padamu?" gumam Syafiq, pilu.Lelaki itu selalu berusaha untuk mengajak bicara Adelia, dengan harapan, wanita itu mendengar semuanya, tetapi lagi-lagi dia masih harus bersabar, karena yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Adelia masih terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit, dengan mata terus terpejam.Sy
"Adeliaaaaaa ...!" teriak Syafiq, sekeras yang dia bisa.Syafiq memejamkan matanya, dan tertunduk lesu di lantai. Kedua tangannya terkepal kuat, hatinya hancur karena tidak bisa menolong orang yang sangat dicintainya itu. Untuk beberapa saat Syafiq larut dalam kesedihan, hingga dia tersadar dan langsung mengangkat kepalanya, lalu mengarahkan pandangannya ke arah Adelia terjatuh.Lelaki itu terperangah melihat pemandangan di depan matanya. Ternyata ranjang yang membawa Adelia tersangkut, dan tidak jatuh ke dasar gedung. Dengan cepat Syafiq berdiri, lalu berlari ke arah ranjang itu."Adelia, mana Adelia?" ucap gugup Syafiq, begitu melihat ranjang itu kosong.Hatinya hancur ketika tidak mendapati Adelia di ranjangnya. Dalam pikirannya, Adelia terpelanting dari ranjang, dan jatuh ke bawah. Hatinya tiba-tiba hancur, dan harapannya sirna seketika. Dengan pelan, Syafiq mendekati seorang Ibu yang ikut berkerumun disitu, dan menanyakan tentang Adelia padanya. "Pak, Bu, di mana pasien yang ter
Saat ini, yang ada dalam hati Adelia adalah rasa ketakutan yang luar biasa, akan semua siksaan yang dia terima selama ini. Dan akibatnya, dia jadi memasang sikap waspada ke siapa pun, apa lagi ke Syafiq, orang yang baru dia lihat saat ini. Tapi melihat ke sekeliling, cuma ada lelaki itu yang selalu merawatnya, jadi pelan-pelan, wanita itu berusaha mempercayai lelaki itu.Kembali Adelia menatap wajah Syafiq, dia tersenyum, lalu berkata," Aku takut, tolong jangan tinggalkan aku sendirian.""Kamu tenanglah, aku pasti akan menolong dan melindungi mu, jangan takut," ucap Syafiq, sambil membawa Adelia ke dalam pelukan posesifnya.Adelia mengangguk, kemudian menenggelamkan wajahnya ke dada bidang Syafiq, dan mencari rasa nyaman di sana. Wanita itu merasa terlindungi, saat merasakan pelukan hangat dari Syafiq.Lelaki itu mengelus lembut punggung Adelia. Dia tersenyum samar, lalu memejamkan mata. Tanpa terasa ada bulir bening muncul dari sudut matanya. Syafiq merasakan sesak dan nyeri dalam
"Adelia ... " ucap seorang wanita, dengan mata berkaca-kaca. "Hai Eva, sama Desta?" tanya Syafiq, ramah menyapa wanita yang baru datang."Sendirian, katanya Mas Desta masih ada kerjaan, jadi nanti dia langsung jemput kesini," jawab wanita itu.Adelia hanya memandang interaksi antara Syafiq dan wanita yang bernama Eva itu. Keningnya mengernyit, karena merasa familiar dengan wajah Eva, tapi semakin dia mengingat, kepalanya semakin terasa sakit.Eva yang merasa sedang diperhatikan oleh Adelia, segera menoleh dan tersenyum manis padanya. Eva mengulurkan tangan, ingin menyentuh tangan Adelia, tapi wanita itu langsung menghindar, dan meringkuk ketakutan."Jangan pukul saya ... jangan ... sakit!" teriak Adelia, ketakutan.Syafiq dengan sigap meraih tubuh Adelia, dan membawa ke pelukan, untuk menenangkannya. Adelia dengan cepat menyembunyikan tubuhnya dalam pelukan Syafiq. Hanya dengan cara seperti itu, dia merasa aman."Sayang, jangan takut. Eva ini, teman kamu sejak kecil. Apa kamu lupa sa
Setelah berbicara dengan Dokter, Syafiq memutuskan untuk membawa Adelia pulang ke rumahnya. Seperti saran dari Eva, lelaki itu membayar seorang Perawat, untuk menjaga kesehatan Adelia. Bagaimanapun wanita itu sedang hamil.Syafiq sudah selesai berkemas, saat Eva dan Desta datang menjemput. Adelia masih ketakutan, setiap melihat kedua orang itu. Syafiq harus bener-bener ekstra sabar, untuk menghadapi sikap Adelia yang sekarang, seperti anak kecil. Sama sekali tidak mau ditinggal sedikit saja oleh Syafiq."Sayang, kita pulang ke rumah ya. Nanti di rumah, kamu akan punya banyak teman, biar gak sendirian, kalau aku pas kerja," ucap Syafiq, penuh kelembutan."Aku takut! kamu jangan pergi," jawabnya. Setelah bicara seperti itu, Adelia langsung memeluk erat pinggang Syafiq, dan menyembunyikan wajahnya di balik tubuh Syafiq. Seperti orang ketakutan melihat Eva dan Desta.Eva dan Desta saling pandang, kemudian keduanya tersenyum mengejek Syafiq. Desta yang usil, menggunakan kesempatan itu unt
"Kalau ternyata kamu bisa hamil bagaimana Del?" tanya Eva.Deg! Adelia langsung menatap Eva tajam. Hatinya tiba-tiba berdetak sangat kencang. Entah kenapa ada perasaan aneh yang menjalari hatinya. Seketika wajah Adelia menjadi pucat, hal itu tidak luput dari penglihatan Eva. Sebagai seorang Psikiater, Eva tau benar kalau hati sahabatnya itu, tidak sedang baik-baik saja.Diraihnya tangan wanita itu, lalu digenggam dengan hangat. Eva tersenyum, dengan lembut bertanya, "Apa yang sedang kamu pikirkan Del? Mau cerita sama aku?"Adelia menggeleng, lalu tersenyum sendiri. Melihat ini, Eva mencoba menggoda sahabat sekaligus pasiennya itu."Ehm, cie yang lagi membayangkan sikap manisnya Mas Syafiq," seloroh Eva."Eh, enggak. Aku lagi ngebayangin, kalau seandainya punya anak, pasti hatiku gak terasa sepi. Beda dengan sekarang, Mas Arga selalu bersikap dingin ke aku, dan terus-menerus memojokkan, hanya karena kami belum punya anak," terang Adelia.Wajahnya merona malu-malu. Eva jadi gemas meliha
"Apa?" tanya Syafiq kaget."Sepertinya Perusahaan ini milik keluarga Adelia, tapi apakah asetnya masih atas nama Adelia, atau diam-diam sudah di ganti nama menjadi namanya," urai Desta."Selidiki sampai tuntas," perintah Syafiq.Hati Syafiq seketika terasa panas, kenapa Perusahaan keluarga Adelia bisa jatuh ke tangan Arga, akan tetapi kondisi Adelia sangat menyedihkan seperti itu? Ada yang tidak beres, yang telah terjadi selama ini. Apa lagi mengingat Adelia yang mengalami Amnesia, pasti Arga memanfaatkan kesempatan itu."Baiklah, aku telpon anak buahku dulu," jawab Desta, sambil mengeluarkan Hp-nya, dari saku celananya."Itu nanti saja Bro, sekarang yang paling penting adalah, ajak istrimu makan. Kasihan tuh Eva, dari pagi sibuk bantu aku nenangin Adelia,""Okey lag, yuk sayang kita makan siang duluan," ucap Desta, sembari berdiri dan menggandeng tangan Eva."Mas Syafiq gak makan sekalian?" tanya Eva."Aku nanti saja, bareng Adelia. Kalian makan saja dulu," perintah Syafiq."Baik Mas