"Adik saya bernama Gita Indira, dia kelas tiga SMA, satu kelas dengan Rani, ada Azani Baskara dan Azahra Salsabila, mereka kelas tiga SMP di yayasan ini juga."Seketika raut wajah Pak Kepala Sekolah menegang, tangannya gemetaran. "A ... apakah Anda Nak Azim Baskara Samudra?"Azim mengangguk sambil tersenyum ramah, tapi masih dengan mode diamnya."Berarti Adik Anda Gita Indira Baskara Samudra, Azani Baskara Samudra, dan Azahra Salsabila Samudra?"Azim kembali mengangguk, hal itu membuat Pak KepSek semakin pucat pasi."Oh ya Tuhan." gumamnya penuh kegugupan. Beliau akhirnya memanggil Guru BP, untuk mengurus hukuman yang pantas untuk Nana dan teman-temannya. Setelah ke empat anak itu dibawa ke ruang BP, Pak KepSek langsung meminta maaf kepada Azim dan Rani."Nak Azim, saya meminta maaf atas kelalaian saya dalam mengawasi murid-murid di sini. Bahkan saya tidak pernah tau kalau di sekolah ini terdapat anak-anak hebat dari keluarga Samudra. Siapa yang sangka jika Pak Azzam, yang bekerja ja
"Jadi bagaimana?" tanya Azzam lagi. "Apanya?" tanya Rani bingung."will you marry me?"Sejenak Rani menunduk, tapi wajahnya sudah merah merona menahan malu dan bahagia. " Ya, aku bersedia."Begitu mendengar jawaban Rani, semua orang bersorak gembira. Begitu juga dengan Azzam, dia bersorak dan akan memeluk Rani, tetapi sebuah tangan langsung mencegahnya, "Halalkan dulu, bru boleh peluk anak Abah."Ternyata Ayah Rani dan Ibu tirinya sudah berdiri di dekat dua sejoli itu. Dan Abah langsung menjewer telinga Azzam, sehingga membuat semua orang tertawaan melihat tingkah kedua orang itu."Pak Syafiq, minta nikahkan saja mereka sekarang juga. Aku takut anakku bunting duluan sebelum dihalalkan oleh anakmu." ucap Abah."Setuju Bah, semua sudah siap tinggal menunggu pengantinnya di make over dulu." jawab Syafiq, yang membuat semua orang tersenyum, termasuk sepasang calon pengantin itu."Papi, kok make over sih?" "Lah terus apaan dong itu namanya yang dibikin cantik?""Make up Papi." sela Adel
Waktu berjalan sangat cepat, kini Rani dan Gita sudah lulus SMA, dan akan melanjutkan ke perguruan tinggi tempat Azim dan Azzam dulu menuntut ilmu.Dua laki-laki kembar itu sudah selesai dengan kuliahnya, Azim mengambil alih Delia Group, karena Ayah Arga ingin pensiun lebih cepat. Sementara Azzam menjadi CEO di kantor pusat Samudra Group."Mi, gimana persiapan resepsinya?" tanya Azzam, suatu sore saat dia pulang kantor lebih awal."Sudah tujuh puluh persen. Tinggal undangan sama catering yang belum. Untuk gaunnya, kalian datang sendiri ke butik, supaya bisa menyesuaikan yang pas buat kalian.""Terima kasih ya Mi, Mami memang the best."Adelia tersenyum, sambil menepuk-nepuk punggung Azzam yang sedang memeluknya."Oh ya, dimana duo menantu kesayangan Mami itu?"Karena sejak pulang tadi, Azzam sama sekali tidak melihat kehadiran sang istri."Lagi belajar bareng Gita di balkon kamar Gita.""Kalau begitu aku mandi dulu ya Mi."Adelia hanya menjawab dengan anggukan kepala. Dan Azzam pun pe
Adelia turun dari taksi sambil memegang kertas hasil tes kesehatannya. Dia ingin secepat mungkin berbagi cerita tentang penyakit kanker payudara yang dideritanya ke Arga. Berharap supaya bisa cepat mendapat solusi dari suaminya itu."Ternyata Mas Arga sudah dirumah. Kenapa hari ini dia cepat sekali pulangnya? Jangan-jangan dia sakit," ucap pelan Adelia. Dia memasuki halaman rumah, dan melihat mobil suaminya sudah terparkir di garasi. Tanpa pikir panjang, Adelia langsung mempercepat langkahnya karena ingin segera memberitahu Arga tentang kesedihannya, juga khawatir suaminya kenapa-kenapa."Kalau dia sakit, kenapa gak kasih tau? Atau dia takut aku khawatir mungkin ya?" ucapnya lagi. Dengan cepat Adelia masuk kerumah. Arga tidak ada diruang tamu, rumah pun terlihat sepi, kosong tidak ada siapa-siapa."Mungkin Mas Arga di kamar, sedang istirahat. Kasihan dia pasti kelelahan karena sering lembur." ucapnya dalam hati.Dia melanjutkan langkahnya ke lantai dua. Baru saja sampai di depan ka
Adelia tak bergeming dari tempatnya duduk. Dipeluknya kedua lutut, serta dibenamkan wajahnya di sana. Dia menangis, mengeluarkan sesak yang begitu menghimpit dada.Pintu kamar terbuka kembali dan muncul Arga dari sana. Adelia yang baru saja ingin menoleh ke arah pintu itu, jadi terkejut karena tiba-tiba Arga melemparkan dua koper besar ke hadapannya."Itu semua barang-barang kamu yang ada di kamar ini! Silahkan bawa ke kamar lain, dan mulai saat ini, kamu tidak berhak lagi untuk masuk ke kamar ini!" bentak Arga.Adelia tidak menjawab apapun, dia hanya diam dan memandangi dua koper yang ada di hadapannya. Hatinya terlalu sakit, perasaan yang selama ini tumbuh subur untuk Arga, kini sudah berubah menjadi sayatan-sayatan luka tak kasat mata. Tidak ada sedikitpun keinginan Adelia untuk menjawab. Seketika itu juga hatinya telah mati untuk laki-laki yang ada di depannya."Del, aku akan tetap menyayangi kamu seperti sebelum-sebelumnya. Tapi aku mohon sama kamu, tolong bersikap baik ke Inda
Arga semakin kalap memukuli Adelia, bahkan sampai menendang dan menginjak punggungnya. Wanita itu hanya menggigit bibirnya, agar bisa menahan rasa sakit dan tidak mengeluarkan suara. Setelah puas menyiksa Adelia, laki-laki itu pergi meninggalkan rumah dan kembali ke rumah sakit. "Dasar wanita sialan! Bisa-bisanya dia diam saja, padahal sudah ku siksa separah itu!" dengus Arga. Dia pun membawa mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. "Allah ... ampuni semua dosaku. Tidak ada yang bisa aku minta pertolongan selain kepadaMU," bisik Adelia lemah. Susah payah Adelia berusaha bangun. Dengan langkah sempoyongan, akhirnya bisa sampai ke tempat tidur juga. Serasa remuk seluruh badan, Arga benar-benar sadis menyiksanya. Dia duduk bersandar pada headboard, kepala terasa pusing, perutnya mual, pandangan mulai kabur. Pada akhirnya, Adelia jatuh pingsan tanpa seorangpun tau. "Bangun perempuan sialan! Enak banget tidur nyenyak semalaman, setelah kamu bunuh anakku!" bentak Arga. Di
Adelia tergeletak pingsan di lantai, dan Arga sama sekali tidak peduli dengan kondisi istrinya itu. Dia pergi meninggalkan Adelia yang terbaring sendiri dalam keadaan pingsan. Entah berapa lama Adelia pingsan, hingga tiba-tiba byur! Seseorang menyiramkan air ke tubuhnya. Pelan-pelan Adelia membuka matanya, akan tetapi sebelum dia sadar sepenuhnya, tiba-tiba seseorang telah menjambak rambutnya dengan kasar. "Woy! Bangun kamu perempuan mandul!" teriak orang itu yang ternyata Indah. Dengan kasar dia menarik rambut Adelia supaya bangun. "Denger baik-baik ya perempuan bodoh! Mulai sekarang, akulah nyonya di rumah ini! Dan kamu itu cuma pantas jadi babu!" sungut Indah, seraya menghentakkan kepala Adelia hingga wanita itu terhuyung. Sakit! Itu yang Adelia rasakan. Bukan cuma fisik yang disakiti, tapi mental pun dipermainkan. Untungnya, sejak kedua orang tuanya meninggal saat dia berumur dua belas tahun, Adelia tumbuh jadi orang yang kuat dan tak mudah menyerah. "Perempuan mandul! Sana pe
Prang! Prang! Tiba-tiba jendela kamar Adelia pecah, dihantam kursi oleh Arga dan Indah. Tak lama kemudian kedua orang itu masuk lewat jendela, dan menghampiri Adelia."Bangun bangsat! Perempuan mandul tidak tau diri!" bentak Arga. Tangannya langsung bergerak meraih rambut Adelia, dan menjambak wanita itu dengan sangat kasar."Ah!" jerit Adelia yang merasakan perih karena rambutnya ditarik dengan kuat oleh Arga."Ternyata kamu masih bisa merasakan sakit juga hah! Katakan di mana surat-surat penting itu disimpan!" murka Arga.Adelia hanya mengatupkan bibir dan berusaha menahan rasa sakit agar tidak berteriak, karena semakin Adelia terlihat kesakitan, Arga dan Indah akan semakin kasar padanya."Mas, kalau cuma dibentak, dia mana mau ngasih tau kita! Pukul dong biar dia jera!" bentak Indah.Arga tidak menjawab ucapan Indah, tapi tangannya langsung bergerak menampar pipi Adelia berkali-kali sampai bibir wanita itu pecah dan berdarah. Tak puas dengan menampar, laki-laki itu mencengkram dagu