BAB 04 : Kita Harus Bicara, Reksa
Ratu Matalatta termenung di dalam kamarnya yang luas dengan interior dinding dan pernak-pernik bernuansa pastel. Gadis cantik itu tercenung sejenak, ia sedang memikirkan berita yang lagi hangat dibicarakan orang-orang sekarang, headline news yang menjadi bulan-bulanan pers dan netizen akhir-akhir ini, tentang perkara yang menimpa keluarga Darman Achmad, papa Reksa. Berita yang dianggapnya belum tentu benar walau bukti-bukti sudah mengarah ke sana. Sebenarnya bukan urusan Ratu kalau sampai ia memikirkan hal itu, apalagi sampai membuat mood-nya turun ke titik nadir. Namun ini semua menyangkut keberadaan Reksa, kekasihnya. Bukankah seorang kekasih selalu berbagi persoalan kepada kekasihnya? Memberi dukungan sekaligus saling menguatkan? Dan hal itu yang selalu mereka aplikasikan kedalam hubungan yang mereka jalin selama ini.
Namun kini sepertinya ada yang berubah. Sudah seminggu ini Reksa tak menghubunginya. Itu adalah hal teraneh yang pernah Ratu alami selama bersama Reksa. Terakhir kali bertemu, ia sempat bertanya tentang hal tersebut pada cowok itu, tapi Reksa bungkam dan seperti tak mau membahas masalahnya dengan Ratu. Ratu paham. Mungkin terasa berat bagi Reksa menanggung malu akibat ulah papanya tersebut, di cap sebagai anak seorang koruptor dengan embel-embel tambahan yang tak semuanya benar. Bayangin saja, dalam sekejap mata nama Reksa dan keluarganya disebut-sebut hampir di semua media cetak dan online yang ada di sini, seakan dialah dalang dari perbuatan orangtuanya dan berita itu sanggup mengalahkan pamor para artis sensasional yang sedang menjadi viral di dunia maya.
Ratu kala itu coba memaklumi kebungkaman Reksa. Mungkin Reksa perlu waktu untuk bisa terbuka padanya, menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Butuh keberanian dan mental yang kuat untuk mengungkap aib keluarga sendiri pada orang lain, bukan? Walaupun kepada kekasih sendiri? Ratu sangat paham dan menghargai itu. Tapi sekarang? Setelah seminggu Reksa belum juga membuka akses komunikasi dengannya, apalagi membahas masalah yang sedang dihadapinya, Ratu patut bertanya. Ratu merasa masa pacaran selama setahun tak berarti apa-apa dengan keterdiaman Reksa seperti ini. Ratu bukannya ingin mencampuri urusan keluarga Reksa, namun kalau masalah itu berimbas pada hubungan mereka, apa Ratu tak patut bertanya?
Hati kecil Ratu terusik. Reksa menganggapnya apa? Boro-boro menghubungi terlebih dahulu, WA saja nggak pernah dibalas, hanya dibaca. Telepon Ratu juga nggak pernah diangkat sama cowok itu. Apakah Reksa sudah menganggap Ratu bukan apa-apanya lagi? Bukan orang istimewa yang menempati tahta hatinya sekarang ini? Jadi wajar kalau Ratu bingung dan bertanya-tanya sendiri perihal itu. Atau, apa tanpa disadari Ratu, ia pernah berbuat salah pada Reksa? Kalau memang ia berbuat salah, bilang kekeliruannya dimana. Apa Reksa mau keadaan terus-terusan seperti ini? Ratu benar-benar bingung dengan sikap diam Reksa. Ragam pertanyaan yang tak masuk logika sekalipun kini lahir di pikirannya.
Akhirnya Ratu memutuskan untuk mendatangi Reksa ke Galaxy FM, stasiun radio tempatnya bekerja. Ia tak bermaksud lancang, hanya ingin mencari jawaban dari sikap Reksa yang seperti tak pernah menganggap keberadaannya akhir-akhir ini. Ia harus memaksa Reksa untuk ngomong, mengurai kebungkaman yang melukai perasan Ratu. Walau Ratu jarang mendengarkan siaran Reksa saat cowok itu sedang on-air, namun ia hapal jadwal cowok terkasih itu, kapan jadwal siar dan waktu off-nya. Dan ia tahu kalau siang ini Reksa ada jadwal siaran. Ratu bergegas dan tak mau menyia-nyiakan waktu barang sedetik pun. Di Galaxy FM Ratu kenal dekat dengan beberapa penyiarnya. Di kesempatan acara off air yang di gelar radio itu, Ratu kerap menemani Reksa. Jadi rasanya tak ada yang aneh jika tiba-tiba ia muncul ke sana untuk mencari keberadaan Reksa.
Namun saat sudah sampai ke studio Galaxy FM, Ratu malah mendapat fakta yang tak kalah mengejutkan. Berita yang didengarnya bukan memberikan jawaban yang diinginkannya, namun malah menggoreskan luka baru di hatinya. Hati Ratu perih. Seperti ada goresan tajam dan dalam yang membuat nafasnya tiba-tiba menjadi sesak. Sudah begitu jauh kah jarak yang terbentang diantara mereka, sampai untuk berkomunikasi saja sudah terasa sulit untuk terjalin?
“Apa?! Reksa sudah keluar dari radio ini?” Ratu terkejut saat mendengar berita itu dari mulut Dita, rekan Reksa sesama penyiar yang juga diakrabinya.
“Iya. Sudah seminggu yang lalu, Ratu,” angguk Dita. Ia sudah menangkap apa yang sebenarnya terjadi diantara hubungan Reksa dan Ratu saat cewek itu menjumpainya tadi, namun ia tak mau terlalu jauh mencampuri urusan mereka. Dita juga sebenarnya tak mau mengatakan perihal keluarnya Reksa dari Galaxy FM pada Ratu. Namun ia tak tega membohongi gadis yang sedang dilanda kebingungan itu.
“Mengapa Reksa memutuskan untuk keluar, Dit?” Ratu tak habis pikir, bukankah menjadi penyiar radio adalah kebanggan abadi Reksa selama ini?
“Mmmhh… Bukan dia yang keluar, tapi…” Dita menggantung kalimatnya. Berat rasanya untuk mengungkapkan hal sebenarnya pada Ratu, apalagi pada situasi dan kondisi yang sensitif seperti sekarang ini.
“Tapi apa, Dita? Apa?” Ratu tak sabar menunggu kelanjutan kalimat Dita.
“Reksa dipecat dari radio ini,” lirih Dita, nyaris tak terdengar.
Ratu kembali tersentak. Suara Dita memang pelan namun terdengar seperti sambaran petir di telinganya. Ratu sama sekali tak menyangka jika Reksa mengalami salah satu hal terburuk di dalam hidupnya. Menjadi penyiar adalah passion-nya selama ini, kebanggaannya. Dan dikeluarkan dari pekerjaan yang kau cintai bukanlah hal yang mudah untuk hatimu menerima. Reksa pasti sangat kecewa dan terpuruk. Ratu yakin itu!
“Kenapa, Dit? Apa kesalahan yang telah diperbuat Reksa pada radio ini?”
Dita terdiam. Ia tak tahu harus memulai cerita darimana. Namun ia juga tak boleh bungkam seribu bahasa. Saat ini diam bukanlah emas, diam tak menyelesaikan masalah, malah sebaliknya. Walau bagaimanapun Ratu mesti tahu kejadian yang sebenarnya. Ratu tak boleh mendengar cerita ini dari orang lain apalagi dari sumber yang salah. Dengan perasan tak enak Dita kemudian menceritakan semuanya pada Ratu, tanpa menambah atau mengurangi.
Sejak berita tentang kasus korupsi papa Reksa beredar secara luas, ternyata berimbas pada pekerjaannya. Rating acara yang dipegang Reksa menurun secara drastis, padahal itu acara unggulan yang mengudara pada saat-saat prime time. Ironis memang. Acara yang tadinya ramai , tiba-tiba saja sepi pendengar. Tak hanya sepi pendengar tapi beberapa advertiser besar menarik iklannya dari acara-acara Reksa. Mereka tak mau lagi menayangkan iklan di acara yang ratingnya merosot tajam, apalagi penyiarnya memiliki embel-embel citra yang buruk di mata masyarakat, sebagai anak seorang koruptor. Pihak radio kemudian mengambil kata mufakat untuk menon-aktivkan Reksa, karena takut impactnya semakin memperkeruh reputasi radio. Reksa pasrah, berjuang pun percuma. Para petinggi Galaxy FM lebih percaya media ketimbang dirinya. Kejam memang, tapi itulah nasib. Suka tidak suka, manusia harus menjalani.
Ratu termangu mendengar cerita Dita. “Sekarang Reksa di mana, Dit?”
“Menurut beberapa teman, dia sekarang ada di Mempawah.”
Ratu kembali heran. “Mempawah? Ngapain Reksa kesana?”
“Reksa menjadi penyiar di salah satu radio yang ada disana.”
Mata Ratu membola, tertegun menatap Dita.
***
Irsyad sendiri sebenarnya bukan tanpa tujuan mengajak Ratu dinner malam ini. Ada sesuatu yang penting yang akan ia sampaikan pada Ratu menyangkut masa depan mereka berdua yang arahnya belum menemukan tujuan. Awalnya Irsyad ragu bagaimana caranya untuk memulai dan mengungkapkan hal tersebut pada Ratu. Namun karena keinginan lebih besar dari keraguan, Irsyad pun memberanikan diri mengajak Ratu kencan dan sudah mempersiapkan segalanya mala mini, termasuk mental. “Ratu. Ada yang mau aku sampaikan sama kamu malam ini.” Wajah Irsyad tampak sedikit tegang. Ia coba mengatasi kegugupannya dengan menampilkan sebuah senyuman..“Mau ngomong apa, Bang?” tanya Ratu. Ia sedikit bingung. Tak seperti biasanya Irsyad meminta ijin sebelum ngomong. Ada apa?“Aku pikir, sudah saatnya kita memikirkan kelanjutan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius.” Akhirnya kalimat itu mengalir lancar dari bibir Irsyad.“Ma
Kadang sesuatu yang datang dan memberikan kenyamanan tak pernah benar-benar kita rasakan. Kadang sesuatu yang menghilang dan memberikan kenangan malah dapat menimbulkan kerinduan yang dalam. Yang tampak belum tentu dapat dirasa. Yang tak tampak selalu bisa dirasa walau hanya dalam bayangan. Begitulah cinta, siapapun tak kan sanggup mengukur kadarnya. Cinta hanya dapat dirasa, entah itu berasa manis atau berupa pahit belaka. Namun satu yang pasti, cinta tak pernah benar-benar pergi walau sekeras apapun hati ingin membenci. Malam ini Andi Irsyad mengajak Ratu dinner di sebuah kafe yang letaknya di tepi sungai yang bernuansa romantis. Dekor dan motif temboknya bercorak ‘awan berarak’ dengan kombinsi warna kuning dan hijau yang serasi. Lampu-lampu hias yang menempel di setiap lekuk bangunan membuatnya tampak begitu indah. Ditambah lagi dengan alunan musik dari streo set audio yang mengalun lembut, membuat pengunjung menjadi terhanyut dalam suasana yang tercipta.
“Kalau melihat dari data yang kamu tulis, semua pendapatan habis untuk biaya operasional dan mengganti alat-alat radio. Tapi disini tidak kamu rincikan apa maksud dari biaya operasional tersebut. Bukankah radio kita nggak pernah mengadakan acara off air? Saya juga perlu estimasi barang-barang apa saja yang telah dibeli dengan memakai uang iklan,” pinta Pak Imam. Sepertinya ia harus lebih berhati-hati dalam menghadapi Jodi.“Iya, Pak Imam. Saya…”“Datanya ada kamu bawa sekarang?” potong Pak Imam.“Be-belum saya buat, Pak. Tapi nanti akan saya segerakan.”Pak Imam menghela nafas kesal. “Vera tolong kamu simpan dulu data-data ini. Nanti diketik yang rapi, ya. Lalu fax ke alamat email kantor pusat,” perintah Pak Imam pada sekretarisnya. “Tapi sebaiknya jangan dikirim dulu, karena akan ada data tambahan dari Jodi nantinya.”“Baik, Pak,” jawab Vera sigap. Wanita tiga p
“Bagaimana Saeful, Salmah, Hartati? Apa kalian pernah mendengar ada selentingan pendengar yang menyudutkan acara yang dibawakan Reksa?” tanya Pak Imam pada ketiga penyiarnya. Beliau sepertinya harus menerapkan teori semua arah, dimana kebenaran atau keburukan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang tak hanya mendengar satu pihak. Salamah menggeleng. “Setahu saya, Reksa banyak fans-nya,” ujarnya sambil tersenyum malu-malu. Namun dibalik ketersipuan itu, kentara sekali jika Salmah bangga dengan pencapaian yang diraih Reksa.Hartati yang duduk di samping Salma ikut-ikutan tersenyum mengiyakan perkataan rekan sesama penyiarnya. Akan halnya Salmah yang pemalu, Tati juga terlalu sungkan dan canggung untuk berbicara pada atasannya. Ia hanya membuka suara apabila ditanya. Selebihnya hanya diam dan menyimak dengan khusyuk seperti yang lainnya.“Kalau kamu Tati? Bagaimana pendapatmu tentang Reksa? Maksud saya tentang
“Pak Imam datang? Mau mengadakan rapat?” protes Jodi saat Reksa meneleponnya.“Iya, Bang. Saya hanya menyampaikan,” sahut Reksa.“Selalu saja seperti itu. Setiap datang kesini seperti pencuri. Diam-diam dan membuat orang kaget,” gerutu Jodi lagi dengan bahasa yang membuat Reksa menggeleng-gelengkan kepalanya.“Saya tidak tahu juga sih, Bang. Terus terang saya juga kaget. Karena baru pertama kali ini bertemu beliau. Apalagi mendengar akan diadakan rapat dadakan.”“Nah, kamu sendiri tahu.”“Tapi kan kita bisa apa? Sebagai penyiar, sebaiknya kita ikuti saja apa yang diinginkan oleh pimpinan. Toh, beliau tak menyuruh kita kerja bakti membersihkan got, kan?” Reksa mencoba menetralisir dengan selorohan.Namun alih-alih merasa lucu, Jodi malah menyerang Reksa dengan berang. “Eh, Reksa! Kamu itu anak baru. Kamu nggak usah ceramah dan mengajari aku. ““Buka
“Well, my time is up, guys. Sekarang waktunya saya untuk pamit undur dari ruang dengar kalian semua. Terima kasih atas atensinya Gantara Listeners. Keep stay tune disini, di gelombang 817 Gantara AM, karena setelah ini bakal banyak acara keren yang akan menemani kalian hingga ke pukul 24 teng nanti. Tetap jaga semangat kamu hari ini bersama Gantara AM. Reksada Dirga sign out. Adios!”Setelah menutup acaranya, Reksa kemudian keluar dari ruang siar menuju ruang tengah. Ternyata ada Salmah di sana, salah satu penyiar perempuan di Gantara AM ini.“Sudah selesai, Ga?” sapa Salmah saat melihat kemunculan Reksa.“Iya, Sal. Setelah ini kamu, kan?” sahut Reksa, ramah.Salmah hanya mengangguk dan kemudian menuduk.Basa-basi diantara mereka sepertinya memang masih telihat kaku dan canggung. Walau sudah kenal selama beberapa bulan, dan bertemu walau hanya sekilas, di saat jam pergantian siar seperti saat ini, namun g