Share

PART 7

Penulis: Reinee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-29 14:09:24

Seminggu setelah aku transfer uang ke ibunya mas Alvin, belum juga ada kabar tentang apakah akan dikembalikannya uang itu atau tidak. Tidak ada pesan atau telepon dari wanita 50 tahunan itu yang memberitahu soal uang yang dipinjamnya. 

 

"Gimana? Apa sudah ada kabar dari ibunya Alvin?" tanya ibu setengah berbisik malam itu usai kami membereskan peralatan makan malam kami. Aku menggeleng dan mengedikkan bahu. 

 

Ibu nampak terdiam, dahinya berkerut seolah sedang berpikir. 

 

"Masalah usul ibu waktu itu, sudah kamu bicarakan dengan Alvin kan?"

 

"Yang nyari rumah kontrakan?" tanyaku balik. 

 

"Iyaa."

 

"Sudah, bu. Kemarin sepulang kantor kami juga sudah melihat-lihat beberapa rumah kontrakan yang cocok."

 

"Berarti Alvin setuju kan kalian tinggal misah dari orangtuanya?" 

 

"Awalnya sih enggak. Tapi akunya maksa, ya akhirnya setuju deh."

 

"Ya sudah, bagus kalau gitu. Soal uang yang dipinjam ibu mertuamu itu, Na. Kalau nanti sampai benar-benar nggak dikembalikan, sudahlah biarkan. Iklhaskan, niatkan buat membantu saja. Barangkali memang dia lagi ada keperluan."

 

Aku hanya mengangguk malas menanggapi ucapan ibu.

 

Sebenarnya ini bukan masalah uang itu. Tapi, jika sampai ibunya mas Alvin tidak mengembalikan uang itu tanpa penjelasan, berarti memang ada yang tidak beres dengan wanita itu. Seperti apa yang dibilang Vita waktu itu. 

 

"Na, kamu dengar ibu kan?" Ibu membuyarkan lamunanku dengan lap yang dikibaskan di depan wajahku.

 

"Iya bu, dengar." 

 

"Sudah nggak usah dibahas lagi soal uang itu. Ikhlaskan, ya? Jangan juga ada keinginan kamu buat membatalkan pernikahan kalian. Jangan sampai hal ini didengar sama bapakmu. Nanti jantungnya bisa kambuh," ujar ibu. 

 

Ibu benar, bapak memang tidak bisa mendengar hal-hal buruk, apalagi menyangkut keluarga. Itu bisa membahayakan kesehatan bapak nantinya. Selain juga karena baoak itu orangnya gampang tersulut emosi.

 

Lalu aku pun menghembuskan nafas dalam. Dilema. 

 

Saat kemudian ibu menyuruhku kembali ke kamar untuk beristirahat, aku justru memilih menelpon mas Alvin. 

 

"Tumben telpon duluan, Dek? Kangen ya?" candanya. Aku memang jarang sekali menelponnya lebih dulu selama ini. 

 

"Yeee, enggak. Ngapain kangen?" kataku sewot. 

 

"Bilang kangen aja kok malu?" godanya. 

 

"Apaan sih mas, enggak kangen lagi. Mmm, besok mas Alvin pulang jam berapa?" tanyaku kemudian, sedikit ragu.

 

"Jam 4 kayak biasa. Kenapa, Dek?"

 

"Jemput aku ya? Aku pengen maen ke rumah."

 

"Ke rumah bapak, maksudnya?" tanyanya, seolah tidak percaya. 

 

"Iya."

 

Entah kenapa aku begitu penasaran dengan ibunya mas Alvin dan juga keluarganya, terutama Vita. Keinginanku ke sana bukan ingin menagih uang yang telah kupinjamkan pada calon mertuaku waktu itu, tapi aku benar-benar hanya ingin tahu apa yang akan dia katakan saat melihatku lagi. Karena ternyata dia sudah mengingkari janjinya untuk mengembalikan uang itu seminggu kemudian. Aku hanya ingin tahu, bukan menagih. 

 

"Oke siap, Tuan Puteri, besok hamba jemput," katanya tetap dengan berkelakar.

.

.

.

Hari berikutnya, karena belum juga ada omongan apapun dari ibunya mas Alvin, aku semakin penasaran dan membuatku tak sabar ingin segera bertemu dengan wanita itu. 

 

Hingga saat jam kerjaku berakhir, aku pun bergegas turun ke lantai bawah meninggalkan meja kerja editorku.

 

Mas Alvin ternyata telah menungguku di bawah bersandar di body mobil hitamnya. Hari ini aku memang sengaja tak membawa mobil ke kantor demi rencanaku ini. 

 

Tak sampai satu jam perjalanan, kami pun sampai di rumah besar calon bapak mertuaku. Tapi suasana di rumah itu membuatku sedikit keheranan

 

"Kok sepi, Mas? Pada kemana?" tanyaku saat kemudian mas Alvin menggandengku masuk ke rumahnya. 

 

"Nggak tau juga," jawabnya sambil mengedikkan bahu dan kemudian memanggil-manggil ibu dan adiknya. Tak ada sahutan, hingga kemudian kami berdua tersentak saat terdengar suara seperti gelas jatuh di lantai. 

 

PYARRR!!

 

"Bapak!" Mas Alvin terlihat panik saat mendengar suara itu. Dan dia pun segera berlari menuju ke salah satu kamar di rumah besarnya. 

 

Dengan langkah cepat aku mengikuti mas Alvin yang setengah berlari. Lalu mataku membelalak saat melihat di dalam kamar itu, ayah mas Alvin yang sedang berusaha bangkit berpegangan bagian tepi ranjang. Sementara itu, sebuah gelas pecah berantakan di lantai kamar. 

 

"Ibu kemana, Pak? Orang-orang pada kemana? Bapak sendirian di rumah?" Cecar mas Alvin dengan nada panik sambil membantu ayahnya berdiri dan mendudukkannya di tepi ranjang. 

 

"Semua pergi dari siang, nggak tau kemana," jawab ayah mas Alvin dengan suara sedikit gemetar. Sepertinya aku tak salah lihat saat melihat tangan mas Alvin mengepal mencengkeram sprei kasur ayahnya. Sepertinya dia sedang menahan semacam amarah atau kesal, entahlah. 

 

Tak ingin mas Alvin tau aku sedang memperhatikannya, bergegas aku ke belakang mencari kain pel dan tempat sampah untuk membersihkan pecahan kaca dan air di lantai kamar ayahnya mas Alvin. 

 

Sepanjang perjalanan ke belakang, aku terus berpikir. Bapak yang sedang sakit ditinggal sendirian di rumah? Kemana ibu? Dian? Elman, Vita dan anaknya? Kenapa tak ada seorang pun di rumah ini sedangkan keadaan ayah mas Alvin seperti itu? Dan lagi, kenapa tadi kulihat mas Alvin seperti sedang menahan amarah? Apakah hal ini sudah biasa terjadi di rumah ini?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • RAHASIA CALON MERTUA   PART 25

    Tak berapa lama setelah Vita bangkit untuk ke belakang, tiba tiba Nana memekik kaget saat seseorang sudah memeluknya sangat erat."Maafkan ibu, Na. Maafkan ibu ....""Ibu ...." Suara Nana tercekat. Matanya mendadak berkaca-kaca dalam dekapan ibu mertuanya.Tangannya hampir bergerak untuk balik memeluk ibu mertuanya, namun urung. Nana kembali teringat kejadian terakhir di rumahnya. Bagaimana menyakitkannya perlakuan dan kata-kata ibu mertuanya itu padanya.Nana juga teringat apa yang diceritakan suaminya tentang kebohongan sang ibu di rumah sakit."Mungkinkah wanita ini sedang berpura-pura lagi?" tanyanya dalam hati."Tolong maafkan ibu, Nak. Ibu telah salah menilaimu. Ibu memang bodoh, ibu tidak bisa melihat mana yang baik dan mana yang buruk. Ibu menyesal. Ibu benar-benar menyesal." Nita pun mulai terisak.Nana hanya terpaku menatap suaminya. Sementara ibu mertuanya masih mendekapnya erat.

  • RAHASIA CALON MERTUA   PART 24

    Tiga hari setelah peristiwa di rumah sakit, Alvin sudah kembali berkumpul dengan sang istri. Walau berat, lelaki itu tetap menceritakan peristiwa sebenarnya pada Nana.Dalam hati Nana memang marah. Tapi melihat betapa suaminya berusaha untuk selalu melindunginya, Nana pun rmencoba mengesampingkan perasaan buruknya itu pada keluarga mertuanya. Meskipun semakin lama Nana makin merasa tak mengerti kenapa ibu mertuanya bisa sangat tak menyukainya.Hingga pada suatu sore saat keduanya baru saja pulang dari kantor. Alvin bahkan belum sempat menutup pintu mobil. Tiba-tiba ponsel di dalam tas lelaki itu berbunyi."Mas, mas Alvin bisa ke sini kan? Tolong, Mas!"Suara Elman dari seberang telepon. Dahi Alvin pun berkerut penuh tanya."Ada apa, Man?" tanyanya serius. Sementara Nana yang sebelumnya telah melangkah duluan ke dalam rumah menghentikan langkahnya. Lalu kembali melangkah keluar dari rumah kontrakannya.Dahinya ikut ber

  • RAHASIA CALON MERTUA   PART 23

    Jam sudah menunjuk pukul 1 siang saat pesawat yang membawa Alvin mendarat. Sebenarnya lelaki itu sudah berniat untuk memesan taksi dan langsung menuju ke rumah orang tua Nana. Namun Alvin sedikit kaget karena ternyata Elman telah mrnunggunya di bandara.Pantas saja sepagian tadi adik lelakinya itu terus menghubungi dan menanyainya jam berapa dia pulang. Rupanya Elman memang berniat untuk menjemput kakaknya itu."Memangnya separah apa sih ibu, Man?" tanyanya kemudian saat akhirnya Elman mengatakan padanya untuk mengikutinya ke rumah sakit dulu sebelum pulang ke rumah."Nanti mas lihat sendiri deh. Dari jatuh itu ibu nyariin mas Alvin terus. Hari ini tadi ibu juga yang nyuruh aku jemput ke bandara," jelas adiknya."Ya sudah kalau gitu kita langsung ke rumah sakit. Kamu naik apa ke sini tadi?""Aku bawa mobil, Mas.""Mobil? Mobilnya siapa?""Temennya Dian. Kan disuruh bawa Dian dari kapan itu.""Mobil itu belum d

  • RAHASIA CALON MERTUA   PART 22

    Kejadian jatuhnya ibu mertua di rumah kontrakannya membuat Nana tidak tenang. Lalu malam itu pun dia langsung memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya."Benar nggak ada masalah apa-apa, Na? Ibu lihat wajah kamu murung gitu dari tadi datang."Mau disembunyikan seperti apapun, rupanya sang ibu tak pernah bisa dibohonginya. Nana tetap terlihat tak ceria selama berada di rumah orang tuanya itu."Nggak apa-apa kok, Bu. Bener.""Nggak ada masalah sama Alvin kan?" Ibunya berusaha mendesak."Mas Alvin kan belum pulang dari luar kota, Bu.""Ooh gitu? Ibu pikir Alvin sudah pulang dan kalian bertengkar.""Enggak kok.""Trus kenapa kok tiba-tiba kamu ke sini? Waktu itu katanya mau tinggal sendirian di kontrakan saja sambil belajar berani?"&nb

  • RAHASIA CALON MERTUA   PART 21

    Dua hari setelah pertengkaran kecil pasangan pengantin baru itu, Alvin sebenarnya selalu berusaha untuk membuat Nana melupakan apa yang terjadi. Namun rupanya kantor tempatnya bekerja justru membuat mereka harus terpisah jarak. Sore itu Alvin pulang dan mengatakan pada Nana bahwa dia ditugaskan mendadak ke luar kota untuk menggantikan salah seorang rekannya yang sakit.Nana yang belum sepenuhnya bisa melupakan peristiwa insiden chat Sinta dengan Alvin bertambah cemberut saja mendengar hal itu."Jadi mas beneran harus pergi? Berapa hari?" tanyanya dengan tak bergairah."Paling lama seminggu, Dek. Maaf ya aku nggak bisa menolak tugas kali ini. Karena ini penting banget dan nggak mungkin dilimpahin sama anak buah. Kamu nggak apa-apa kan?"Alvin menatap khawatir pada istrinya. Nana yang masih kesal dengan pemberitahuan mendadak itu nampak tak minat banyak bicara.&n

  • RAHASIA CALON MERTUA   PART 20

    Kekesalan Alvin rupanya terbawa sampai di rumah. Tak biasanya dia menjadi lebih banyak diam. Bahkan dia yang biasanya sangat bersemangat saat istrinya mengajaknya segera beristirahat, malam ini justru lebih memilih duduk sendirian di teras rumah."Kamu tidur dulu aja, Dek. Nanti mas susul," katanya dengan nada sedikit malas.Nana yang masih belum mau beranjak di kursi sebelahnya hanya menarik nafas berat."Mas masih mikirin Dian?" tanyanya ragu. "Dari sejak makan di kafe tadi mas nggak banyak bicara.""Aku agak curiga dengan teman Dian yang bernama Jeslin itu." Alvin menatap istrinya, berharap Nana memahami apa yang dia rasakan saat ini."Mas curiga kalau si Jeslin itu mau berbuat jahat sama Dian?" Dahi Nana berkerut."Persis.""Tapi mana mungkin, Mas?

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status