"Kenapa? Biasanya gak pernah nolak?"
"Maaf, Mas, aku lagi halangan. Jangan sentuh-sentuh takutnya kebablasan." Fauzan menghela napasnya. Sebenarnya dia sedang ingin. Bahkan, menggilir dua wanita sekaligus pun Fauzan rasanya sangat mampu. Itu lah yang sejak dulu ia pikirkan ketika akan menikahi Anita. Yah, Fauzan dan Anita memang sudah menikah secara siri. Awalnya memang berjalan sukses karena Laura tidak mengetahuinya. Namun, kini sepertinya Laura mulai curiga dan jangan harap Laura akan diam saja. "Mas gak mau minta kok, cuma mau peluk saja." Fauzan kembali memeluk Laura dari belakang. Bahkan, tangannya sudah meremas area intim Laura yang menonjol yang sangat disukainya itu tidak besar tidak juga kecil. Sangat pas di tangannya. Namun, alih-alih Laura mendesah, ia justru menepis kasar tangan suaminya itu. Laura pun merubah posisi berbaringnya menjadi duduk. Ia menatap tajam Fauzan yang masih bingung dengan sikapnya yang mulai berubah. "Kamu kenapa sih, Dek? Sejak tadi sore aku perhatikan sikapmu aneh.""Kan aku sudah bilang, Mas, aku sedang halangan. Kamu gak tuli kan?"." Tapi bukankah biasanya meski sedang halangan pun kamu masih tetap bisa memuaskan Mas dengan cara lain? Emang apa salahnya kalau Mas mau bermesraan dengan istri Mas sendiri?""Masalahnya sekarang kita sedang ada di rumah Ibu. Gak etis rasanya ketika sedang berkunjung eh kitanya malah anu-anu di sini. Tidur saja lah, Mas, hari sudah mulai larut. Aku ngantuk dan lelah sekali." Laura kembali merebahkan tubuhnya di samping Fauzan. Fauzan kembali mendesah. Ia pun akhirnya mengalah daripada nantinya ribut dengan Laura malam-malam kan tidak enak jika didengar sama Ibu atau adiknya. "Huft, kalau sudah begini aku jadi ingat sama Anita. Dia, semarah apa pun kalau soal yang satu itu gak pernah nolak rasanya," gumam Fauzan dalam hatinya. Iapun berusaha memejamkan mata mencoba menahan hasrat yang sudah berada di ubun-ubun. Malam pun kian larut, jam menunjukkan pukul satu dini hari. Udara semakin dingin ditambah lagi di luar hujan rintik-rintik menambah suhu udara semakin dingin. Tiba-tiba saja kantung kemih Laura terasa penuh. Ia pun membuka mata karena ingin buang air kecil. Namun, Laura terkejut karena tidak mendapati Fauzan berada di sisinya. "Nas Fauzan kemana ya? Kok gak ada? Apa dia juga ke kamar mandi? Duh, aku kebelet. Baiknya aku susul dia ke kamar mandi ah." Laura pun bergegas menuju kamar mandi yang memang terletak di luar kamar. Berbeda dengan rumahnya yang ada kamar mandi di kamar utama yang ia dan Fauzan tempati sehingga tidak mengharuskan keluar jika malam. Laura terus berjalan menuju kamar mandi, tetapi ia dibuat heran karena lampu di rumah itu termasuk dapur juga padam. Itu artinya tidak ada orang yang sedang terjaga di sana. "Mas Fauzan kemana ya? Kok di kamar mandi ternyata gak ada? Ah, aku sebaiknya buang air kecil dulu. Udah kebelet banget." Laura segera menuntaskan hajatnya, setelah selesai dia berniat ingin mencari kembali di mana suaminya itu berada. "Huft, Mas Fauzan kemana sih? Malam-malam begini malah hilang." Laura menyisir ke penjuru rumah tapi ia tidak menemukan siapa pun di sana. Hingga mata Laura melihat pintu teras samping sedikit terbuka. Laura menghampiri pintu itu dan merasa heran. "Kenapa pintu ini kebuka? Pintu ini kan jarang dibuka sama Ibu?" Laura pun membuka pintu itu sedikit lebar hingga muat tubuhnya untuk keluar dari sana. Mata Laura menangkap ada sebuah bolongan yang seperti menyambungkan antara rumah Ibu mertuanya dengan kontrakan yang ditempati Anita. Degh. "Anita? Apa jangan-jangan Mas Fauzan ada di rumahnya Anita? Sepertinya aku harus cari tahu." Laura pun bergegas mendekati rumah Anita melalui lubang setinggi badan manusia itu. Begitu mudahnya Laura melewati lubang tersebut hingga tanpa terasa kini Laura sudah berada di depan teras rumah kontrakan Anita bagian samping. "Gak ada sandal Mas Fauzan di sini. Eh tapi tunggu dulu, itu bukannya sandal si Putri ya? Sedang apa dia di rumah Anita malam-malam begini? Apa dia nginap di dalam?"Laura mengambil sandal itu dan melihat secara seksama. Apakah itu benar sandal milik adik iparnya atau bukan. "Iya, ini memang sandal milik Putri. Masa iya dia nginap di sini?" Laura masih menerka-nerka . "Apa aku coba cek aja ke kamar Putri?""Ah iya, kayaknya aku harus cek dulu ke kamar Putri." Laura berbalik arah pulang ke rumah. Ia ingin melihat apakah Putri ada di kamarnya atau tidak. Ia berjalan dengan jantung yang berdetak tak karuan. Entahlah, meski sebenarnya Laura sudah tahu jawabannya setelah ia mendengar dan melihat sendiri apa yang terjadi pada Fauzan dan Anita tadi malam. Namun, rasanya untuk memgetahui lebih detailnya, Laura rasa sedikit takut. Akan tetapi, jika terus dibiarkan maka rasa penasaran itu semakin membuat Laura tersiksa. Tanpa Laura sadari akhirnya ia pun sampai di deoan kamar Putri. Segera ia membukanya sedikit dan secara perlahan agar tidak menimbulkan bunyi. Saat melihat di kamar Putri, Laura terkejut ternyata Putri sedang tidur pulas di kamarnya. "K
"Suara siapa itu? Apa suara Mas Fauzan? Tapi aku kayak gak asing sama suaranya."Ia pun menyusuri jendela-jendela hingga sampai tepat di depan sebuah jendela yang ia yakini itu kamarnya Anita. Sebab rumah Anita memang hanya memiliki dua kamar saja. Laura mengintip di celah gorden yang sesekali terbang tertiup angin dari kipas. Beruntungnya, gorden itu sedikit terbuka. Dengan lampu yang temaram ,Laura memicingkan mata dan menatap tajam ke dalam kamar dari gorden yang tersingkap itu. Ia pun melihat keadaan dalam ruangan tersebut. Mata Laura membelalak saat melihat sebuah pemandangan yang begitu membuatnya jijik. Hingga Laura hampir saja memuntahkan isi dalam perutnya. Bagaimana tidak? Jika Laura sedang melihat Anita dan juga Fauzan yang sedang bergurau tanpa sehelai pakaian. Bahkan, tangan mereka saling mengelus serta membelai ke area intim tubuh mereka. Pikiran Laura langsung sigap kalau ternyata Fauzan dan juga Anita telah melakukan hubungan suami istri. Dada Laura bergemuruh. Ia
Laura pun akhirnya meninggalkan rumah Anita dan menuju pos ronda yang memang setiap malam minggu akan diadakan siskamling bergantian. Dia berjalan sedikit tergesa karena takut kalau Anita dan Fauzan terlebih dahulu menyelesaikan hasrat mereka. Meski Laura harus berusaha menahan hawa dingin yang menusuk kulit tapi semua ia lakukan demi memberi pelajaran pada suami dan gundiknya itu. "Lihat saja, kalian akan menyesal karena sudah menghianatiku." Mata Laura memicing saat melihat ada empat orang pria sedang duduk di pos ronda. Laura pun bergegas mendekati mereka. "Pak, Mas!" Ke empat orang pria tersebut terkejut mendapati Laura yang tiba-tiba saja berdiri di depan mereka. Bahkan, salah satu dari mereka melihat telapak kaki Laura apakah menempel ataukah tidak. "Mbak ini hantu apa manusia?""Astaga, Pak, masa cantik-cantik begini dikata setan? Aku manusia asli, Pak.""Oh syukurlah kalau manusia. Say kira setan, Mbak. Lagian malam-malam begini kenapa keluyuran, Mbak? Ada apa?""Anu, Pak,
Laura meradang. Ia lalu menyuruh para warga mengarak Fauzan dan juga Anita ke balai desa. "Arak saja ke balai desa Pak RT! Biar mereka tau rasa!""Iya setuju! Arak saja mereka berdua ke balai desa ramai-ramai biar malu sekalian kedua orang itu."Para warga mengusulkan untuk mengarak Anita dan juga Fauzan agar semua warga tau kelakuan buruk mereka berdua. Dan kasus Fauzan juga Anita menjadi pelajaran untuk yang lain agar tidak melakukan perbuatan yang sama. Fauzan dan Anita pun mulai diarak warga ke balai desa. Anita menangis sesenggukan karena rasanya sangat malu sekali. Fauzan tidak dapat berkata apa-apa lagi. Dirinya pun pasrah, saat ia diarak tak sedikit pun Fauzan menenangkan istri siri nya itu. Fauzan teramat malu karena kini seluruh warga tau kalau Fauzan telah mempunyai istri. Padahal ia dan sang Ibu sudah mati-matian membuat image keluarga harmonis dan bahagia. Ditambah dia juga membuat dirinya terlihat sempurna sebagai suami yang setia dan penyayang istri. Sampailah mereka
RAHASIA SLIP GAJI SUAMIKUSampailah mereka bertiga di kediaman Laura dan Fauzan. Anita yang melihat rumah Laura sangat besar dan bagus, langsung tersenyum. Bayangan indah berkelebat dalam benaknya. Ia membayangkan kalau di rumah itu, dirinya akan menjadi nyonya Fauzan. Laura turun dari mobil diikuti dengan Fauzan dan Anita. Saat Anita ingin masuk ke dalam rumah, Laura mencegah Anita untuk masuk dan menyuruh Anita menurunkan dan membawa masuk barang bawaan mereka. Anita menatap Fauzan, seolah-olah Anita meminta pembelaan dari Fauzan. Fauzan menggeleng, ia pun tak berani membantah ucapan Laura karena Fauzan sadar kalau posisi Fauzan saat ini adalah serba salah. "Eh, kamu mau ke mana?" tanya Laura pada Anita saat Anita mengekor di belakang Laura. "Y-ya mau masuk lah, Mbak." Anita menjawab dengan ragu. "Emang siapa yang nyuruh kamu masuk duluan? Tuh, bawa barang-barang yang di bagasi ke dalam rumah. Ingat! Jangan sampai ada yang ketinggalan." Laura melenggang pergi meninggalkan Anita
"Wah, nggak bisa dibiarin ini! Jangan biarkan pelakor merajalela di kampung kita. Benar nggak ibu-ibu?""Iya betul, ayo kita hajar saja itu pelakor. Jangan biarkan dia merdeka di kampung kita!" ujar Mpok Ipeh dengan api yang berkobar. "Huuu dasar pelakor!" Ibu-ibu menyoraki Anita, ada yang melemparkan telur busuk ke arah Anita, ada juga yang tidak segan-segan meremas payudara milik Anita hingga membuat perempuan itu menjerit karena kesakitan."Aargh! Lepaskan! Saya bukan pelakor!""Mana ada maling ngaku! Lanjut ibu-ibu!"Anita dihajar ibu-ibu kampung habis-habisan. Ada yang menjambak, ada yang melempar tepung yang sudah dibungkus per kilo tepat ke kepala Anita. Ada juga yang menampar pipi milik Anita. Yang lebih ekstrim, ada juga yang memasukkan bubuk cabai ke dalam daster Anita. Anita pun menangis, ia meminta para ibu-ibu berhenti, namun tidak ada satu pun yang berhenti dengan aksinya. Anita sudah seperti adonan donat yang gagal ngembang. Laura yang melihatnya pun miris dengan a
"Saya dipanggil Pak Adit? Ada apa?" Dahi Fauzan mengerut. "Maaf Pak, saya tidak tau. Saya permisi dulu ya, Pak." Sang sekretaris itu pun pamit undur diri dengan membungkukkan sedikit tubuhnya dan meninggalkan ruangan Fauzan. Fauzan mengangguk. Dirinya bingung kenapa tiba-tiba saja Pak Adit memanggilnya? Karena Fauzan selama ini tidak pernah membuat masalah dengan kantor. Dia pun tidak menyadari kalau video penggerebekan dirinya dengan Anita sudah tersebar luas. Dan mungkin saja mam sang bos juga mengetahuinya. "Ada apa ya Pak Adit manggil gue? Tumben-tumbenan," tanya Fauzan kepada Andre yang masih duduk di samping Fauzan. "Nah kan Bro, bener apa yang gue bilang. Jangan-jangan Pak Adit udah tau tentang video lu yang lagi viral. Wah bahaya, Bro, bisa terancam lu kalau gini. Udah sono temuin Pak Adit. Siapa tau salah kan dugaan gue." Andre menepuk bahu Fauzan dan meninggalkan Fauzan sendiri yang tengah berpikir ada apa gerangan Pak Adit memanggil dirinya. "Ada apa ya kira-kira? Kok
"Iya, Mas di pecat gara-gara video penggerebekan itu." Fauzan pun mendaratkan tubuhnya di sofa. Ia pun menghela napas. "Video? Kok bisa?" tanya Anita mengerutkan dahinya. "Nggak tau lah, Mas juga gak tahu dari mana video itu berasal karena tiba-tiba aja Mas dipanggil ke ruangan atasan terus dikasih surat pemecatan. Tapi aku yakin pasti semua ini karena ulah Laura!" Fauzan mengepalkan tangannya. Baru juga dirinya merasakan enaknya naik jabatan, tapi tiba-tiba saja harus dipecat. "Kurang ajar memang istri pertama kamu itu, Mas! Harus diberi pelajaran dia Mas, biar kapok. Gara-gara dia juga aku jadi dihajar sama Ibu-Ibu komplek," ucap Anita geram. "Siapa yang mau kamu kasih pelajaran? Mas Fauzan? Kok kamu sudah pulang, Mas? Biasanya jam segini kamu kan belum pulang?" tanya Laura tiba-tiba saat melihat Fauzan yang sudah berada di rumah. Biasanya dirinya terlebih dahulu lah yang pulang baru Fauzan pulang. "Aku dipecat!" jawab Fauzan dengan ketus sembari menatap Laura dengan tajam. "