Kinan menepuk dahinya. Tak menyangka, sudah menjadi rahasia umum tentang perangai almarhum mertuanya. Tak guna ditutupi, dirinya saja yang terlalu polos dan lugu sampai tak mengetahui rahasia bersama warga di dekat rumahnya ini.
Ternyata sifat perhitungan suaminya ini bukanlah sesuatu yang menjadi rahasia rumah tangganya. Jika Mang Ijal saja tahu, bukan tak mungkin jika sebagian masyarakat kampung ini pun tahu."Ya sudah, Mang. Kinan balik dulu, mau masak. Titipan Kinan jangan lupa! Mamang tak perlu mengantarnya ke rumah. Nanti pulang dari sekolah, Kinan akan singgah mengambilnya sendiri. Terima kasih ya, Mang!" ucap Kinan sembari mengembangkan senyumnya.Tak perlu merasa malu atas sikap suaminya itu. Yang penting bukan dirinya yang bersikap memalukan seperti itu.Lagi-lagi Mang Ijal hanya mengacungkan jempol kanannya sebagai tanda persetujuan. Bahkan lelaki itu sempat mengucapkan kalimat yang cukup mengejutkan Kinan."Sering-sering saja"Nan, nanti sore kita ke pemandian ya! Kamu pulang dari sekolah jam berapa?"Kinan yang sedang mengaduk nasi goreng di atas kompor menoleh, mencari sumber suara."Kak Wina, Kinan terkejut."Kinan mematikan kompor setelah memastikan rasa nasi goreng yang dimasaknya telah sesuai selera. Tak pedas, mengimbangi tiga bocah yang nantinya ikut menyantap nasi goreng dengan tambahan telur dan sosis di dalamnya itu. Cepat Kinan mengambil sebuah mangkuk besar bermotif bunga mawar dan menuangkan isi wajan ke dalam mangkuk tersebut. Uap panas nasi goreng mengepul dengan aroma harum yang menguar memenuhi dapur."Tadi Kak Wina bilang apa? Kinan kurang peka karena fokus menggoreng nasi," ujar Kinan seraya meletakkan wajan kotornya di tempat cuci piring.Membiarkan air keran mengalir beberapa saat sampai merendam wajan tersebut. Hal itu biasa dilakukan Kinan sebelum mencuci wajan ataupun panci yang kotor setelah memasak. Tujuannya agar kotoran sisa masaka
"Siplah, Nan! Intinya kamu tak perlu mengkhawatirkannya hidangan untuk kami. Kebutuhan kami tak perlu kamu pikirkan. Kapan lagi kita bisa menikmati kebersamaan seperti ini," ujar Wina seraya mengisi tiga piring yang ada di meja dengan nasi goreng. "Kakak mau menyuruh anak-anak sarapan dulu."Tak lama Wina pun beranjak meninggalkan dapur sembari membawa tiga piring sekaligus di tangannya.Kinan yang sudah berdiri di depan pintu kamar mandi tertegun sesaat. Penilaiannya pada kedua iparnya selama ini ternyata salah. Kinan merasa kedua iparnya itu setipe dengan Ardi, suaminya. Ternyata, sedarah belum tentu sama sifatnya. Tergantung pada karakter dan watak pribadi masing-masing.Kinan menuntun sepeda motornya keluar dari pekarangan rumah. Mengenakan seragam kerja dengan warna abu muda, dengan pasangan pasmina bermotif bunga dengan warna senada membuat paras ayu wanita itu semakin terlihat. Tak ada yang memungkiri pesona Kinan itu sejak masa gadisnya
Kinan menempelkan punggungnya ke dinding ruang tengah, mencoba meluruskan otot-otot punggungnya yang terasa sedikit nyeri. Untung saja, hari Minggu ini Kinan berhasil meminta izin pada Bang Iwan. Tak dapat ikut manggung untuk hari ini saja.Kinan jarang sekali meminta izin pada bosnya itu. Jika keadaan masih memungkinkan, Kinan akan selalu mengikuti jadwal manggung kelompoknya itu kemanapun. Tapi kali ini, Kinan benar-benar menyerah. Tak akan sanggup dirinya memberikan penampilan maksimal dengan kondisi tubuhnya yang lelah saat ini.Wina dan Indah telah pulang kemarin sore bersama tiga bocah yang lumayan membuat suasana ramai seminggu ini. Canda tawa mereka menggoda Rafif cukup membuat membuat suasana rumah yang bisanya sepi menjadi ramai. Tapi sekarang ini suasana kembali seperti semula. Hanya Rafif yang menjadi teman Kinan menghabiskan waktunya.Stok bahan masakan selama seminggu kemarin Kinan peroleh dengan kesepakatan antara dirinya dan Mang Ijal. Kina
"Dek, kamu tidur? Bangun dulu! Baru juga jam setengah delapan sudah tidur." Kinan membuka matanya perlahan. Terlihat Ardi menggoyang-goyangkan kaki Kinan. Rasa mengantuk itu masih jelas dirasakan Kinan. Jika boleh memilih, dirinya gak ingin membuka matanya sekarang."Bang, jangan ribut! Kasihan Rafif terbangun," ujar Kinan seraya mengangkat tubuhnya perlahan dari samping Rafif. Batita itu terlihat tertidur dengan pulas. Kinan mengucek matanya perlahan. Jujur, dirinya juga mengantuk sekali. Tubuh lelahnya ingin beristirahat saat ini."Ada apa, Bang? Aku capek seharian membersihkan rumah, mencuci seprei juga." Kinan mengalihkan pandangannya ke arah Ardi. Suaminya itu tampak sedang kesal. Raut wajahnya menegang. Rahangnya mengeras. Tatapan matanya tajam."Abang tunggu di luar, cepat!" Perintah Ardi seraya meninggalkan kamar. Kinan masih tak beranjak. Mencoba memulihkan kesadarannya yang baru separuh ada setelah dibangun
Seminggu berlalu setelah tragedi tagihan Mang Ijal ke Ardi. Tak banyak sapa yang terjadi antara Kinan dan suaminya itu. Walau awalnya merasa tak nyaman, Kinan bertekad untuk tetap kuat. Tak peduli. Tak akan mengalah dan luluh kepada Ardi. Jika laki-laki itu tak mau menegurnya, Kinan pun tak mengapa. Lelah jika harus terus diam, mengalah dalam ketidakberdayaan.Bukan mau Kinan menjadi istri yang mungkin durhaka, tapi rasanya Ardi pantas sekali-kali mendapat pelajaran tentang arti sebuah tanggung jawab. Kinan merasa hatinya lelah, menahan rasa kecewa pada sang suami yang seolah tak pernah merasa dirinya bersalah. Sampai kapan lelaki ini akan berubah."Ada undangan kegiatan darma wanita di kantor hari Sabtu besok. Undangannya di atas meja. Kalau sempat, datang! Karena bulan kemarin kan sudah nggak datang." Kinan yang sedang menyetrika pakaian terkejut dengan ucapan Ardi yang tiba-tiba sudah ada di sampingnya. Karena asyik menekuri tumpukan pakaian, Kinan tak
Isakan tangis lirih menyertai ungkapan hati Kinan pada Ardi."Untuk urusan keluarga Abang sendiri, Abang masih meminta aku yang bertanggung jawab. Kak Wina dan Kak Indah itu saudara Abang. Saudara kandung Abang. Pantaskah Abang memintaku untuk bertanggung jawab atas kebutuhan mereka selama di rumah kita ini?!"Isakan itu berubah menjadi ledakan tangis. Emosi tak tertahan yang selama ini jarang diperlihatkan Ranti mencuat ke permukaan. Niat awal untuk tak peduli dengan keadaan yang terjadi saat ini akhirnya luluh saat melihat reaksi Ardi yang seolah masa bodoh.Untung saja, Rafif masih terlelap dalam tidurnya di kamar. Tak mendengar keributan yang tercipta antara kedua orang tuanya. Bagaimanapun Kinan harus menjaga kesehatan mental putranya itu."Tapi tak harus dengan berhutang atas namaku kan? Kamu bisa bicara baik-baik jika memang tak mau menanggung semua kebutuhan Kak Wina dan Kak Indah kemarin selama di rumah ini," tutur Ardi dengan tenang. Lak
"Siapa, Bang?" Ardi yang baru saja mengakhiri panggilan teleponnya merasa terkejut saat mendengar pertanyaan dari belakangnya. Laki-laki itu membalikkan tubuhnya dan mendapati sosok Kinan sudah berdiri tepat di belakangnya. Ardi tersadar sepertinya Kinan sudah lama berdiri di belakang tubuhnya"Teman di kantor," jawab Ardi seraya berjalan ke arah kamar mandi."Teman kantor yang mau pinjam uang maksudmu, Bang?"Kinan berjalan mengikuti langkah Ardi. Laki-laki yang telah menjadi pilihannya untuk menjalankan ibadah terlama di dunia ini seringkali punya alasan untuk berkelit, lari dari masalah. Tak pernah berani menghadapi masalah. Selalu memilih menghindar saja."Iya. Kenapa? Ada masalah?" Tak urung akhirnya Ardi harus menghentikan langkahnya. Membalikkan tubuhnya kembali menghadap ke arah istrinya."Kamu menguping pembicaraanku, Dek?" Kali ini netra Ardi tegas menatap Kinan. Dua pasang netra saling beradu deng
Kinan berdiri di depan pintu kaca yang membatasi dirinya dengan ruang besar yang ada di hadapannya. Ruangan yang akan menjadi tempat dirinya bertemu dengan banyak wanita lainnya dengan pakaian yang sama. Rok berbahan kain khas daerah yang dikenal dengan nama Cual dengan atasan warna biru toska. Terdapat kombinasi motif kain yang sama pada daerah dada dan pergelangan tangan atasan itu. Memastikan penampilannya yang tadi mengendarai motor menuju tempat ini, Kinan merapikan kerudung warna senada dengan atasan yang dikenakannya. Walaupun suaminya hanya seorang tenaga keamanan, Kinan tak ingin mempermalukan Ardi dengan penampilannya yang acak-acakan."Bu Kinan, kenapa belum masuk?"Kinan terkejut saat mendengarkan suara di belakangnya. Karena asyik merapikan kerudung, Kinan tak menyadari kehadiran sosok wanita lain di dekatnya.Kinan membalikkan tubuhnya, mengambil posisi berhadapan dengan wanita yang telah menyapanya tadi. Menyalami wanita itu, tak k