MITASelang sebulan dari pembongkaran kasus makar terdengar berita bahwa Ferdi diciduk polisi. Rupanya sudah ada bukti kuat terkait kejahatan kejahatan orang tersebut. Katanya, sih, dia terancam masuk penjara sepuluh sampai dua puluh tahun. Kekayaannya pun disita.Kejadian itu menyempurnakan ketenangan hidupku dan Mas Dodi. Tak ada lagi ketakutan akan ada gangguan dari Ferdi. Juga hilanglah campur tangan para ipar sebab mereka perlu pencitraan diri demi harta hibah.Meski kami sudah memaafkan kesalahan masa lalu, kewaspadaan tetap dikedepankan. Tak boleh lengah oleh makar dan bujuk rayu menyesatkan. Aku dan mas Dodi sepakat untuk tidak terlalu dekat dengan mereka sebab menghindari bahaya. Tapi tetap bersikap sewajarnya. Tinggal satu masalah lagi, aku masih menyimpan satu rahasia dari mas Dodi, yaitu soal rekening yang berisi uang dua ratus juta lebih. Kalau digabungkan dengan uang hibah milik mas Dodi akan bisa jadi modal usaha cukup besar. Andai terwujud suamiku bisa keluar dari pek
Hari ini aku dan mas Dodi pergi ke showroom. berniat membeli mobil secara cash. Aku Tidak akan memilih yang harganya terlalu mahal. cukup melihat secara fungsi saja. Lagi pula kami akan mengalokasikan uang yang dimiliki untuk membesarkan usaha. Biar harta pemberian orang tua berputar. Kalau dipakai untuk membeli barang konsumsi semua tentu habis tak tersisa. Karenanya aku juga menahan diri dari godaan benda-benda yang sebenarnya tidak terlalu penting. Sebagai wanita kadang aku ingin memiliki benda-benda tersebut. Tapi tetap berpikir ulang akan kepentingannya. Jangan sampai uang dihamburkan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak diperlukan. Mas Dodi juga memiliki prinsip yang sama. Dia tidak lagi mementingkan gengsi seperti saudara-saudaranya. Katanya hidup dalam gengsi itu mahal. Bahkan cenderung menyiksa diri sendiri. Perubahan suamiku benar-benar sudah jauh. Tentu saja aku sangat berbahagia mendapatinya menjadi lebih baik dari hari ke hari. Aku pun bukan hal yang sama yaitu menjadi
MITA"Mas, belanja bulan ini mana? Udah tanggal sepuluh, loh! Udah telat seminggu!"Sejak aku punya penghasilan sendiri dari jualan online, mas Dodi mulai lalai dalam nafkah. Setiap bulan jatah uang dipotong. Di tengah bulan diminta lagi sampai habis. Kalau protes dia bilang punya duit, tuh, jangan pelit.Kalau ditanya untuk apa uang diambil, seenaknya ngomong buat mancing, traktir teman atau kasih jajan ponakannya. Gaya selangit, ingin tampil wah di hadapan orang, tapi kemampuan zonk. "Enggak ada, aku mau bayar DP mobil. Ini malah mau minta tambahan ke kamu." jawabnya santai. Tak terbetik rasa salah sedikit pun sebab tak menunaikan kewajiban. "Terus cicilannya gimana?" "Pake uang gajilah.""Emang cukup?""Kekurangannya pakai uang kamu.""Belanja gimana?""Pakai uang kamu juga, dong. 'Kan gak ada gaji lagi. Kamu' kan banyak uangnya, jangan pelit!" "Mobilnya atas nama kamu, gitu?""Yaiyalah, masa pake nama kamu. Kenapa, gak suka?""Enak bener, aku gak mau ngasih buat DP!"Terang sa
MITAAduh, kenapa juga susah banget dinyalakan. Mungkin memang sudah terlalu tua jadi lambat panasnya. Terpaksa harus bersabar dulu agar motor bisa dipakai.Aku punya tiga motor, yang satu dipakai mas Dodi, satu ini dan satu lagi dipinjam kakak ipar. Sudah lama dipakai tak dikembalikan. Mungkin takkan dikembalikan. Aku pergi ke mesin ATM terdekat, tepatnya di mini market yang terletak sekitar satu kilometer dari rumah. Setelah dipastikan tak ada, motor dilajukan ke mini market yang lebih jauh dari rumah. Ternyata tak ada juga. Masih belum menyerah, aku harus mengeliling semua tempat yang ada mesin ATM sampai ketemu..Apakah mas Dodi tidak mengambil di daerah ini? Atau sudah mengambil tadi saat aku sibu memanaskan motor. Dasar licik! Setelah memastikan pencarian tak berhasil, aku menghentikan pencarian. Ditelpon juga percuma sebab takkan dijawab. Aku terduduk lemas di warung pinggir jalan membayangkan uang akan dikuras olehnya. Padahal itu didapat dengan susah payah. Aku harus rela
MITAKalau terus mengulur begini, bisa-bisa uang sudah ludes dikuras mas Dodi. Namanya transfer di ATM tak butuh waktu lama., hanya beberapa menit saja. Kalau saldo rekening habis, bisa stress aku. Mana uang tunai hanya sedikit di rumah. Gawat, ini gawat! Agar muncul ketenangan hingga bisa berpikir jernih, aku duduk dulu sebentar. Kuhirup udara dalam-dalam agar kesesakan dengan dada berkurang. Semenit, dua menit ketenangan mulai datang. Benar saja, setelah pikiran dijalankan dengan tepat, teringatlah di mana ponsel itu berada. Ya, di kamar anak! Tadi siang dimainkan sebelum pergi ke rumah neneknya. Tanpa menunda lagi, aku lari menuju kamar Naila. Ternyata benar sedang ada di kasurnya.Cepat-cepat kucari m-bankingnya. Tak butuh waktu lama untuk ditemukan. Langsung saja cari layanan blokir kartu. Ya, ampun, ini sinyal ngajak gelut. Buka aplikasi m-bankingnya aja muter-muter. Dipikir kenapa jadi kayak main petak umpet gini.Sabar, ini ujian! Benar juga, kalau panik sesuatu yang mud
MITADari gaya bicara mertua, kelihatannya tidak sedang berbohong. Dan memang tipe mertuaku bukan pembohong. Baik malah. Apalagi sejak aku suka memberinya uang bulanan yang cukup banyak."Mita buru-buru, Mah. Ada urusan penting sama mas Dodi."Mama tak bisa mencegah kepergian menantunya. Ia hanya menjawab dalam dan mengucapkan kata-kata agar aku berhari-hari di jalan. Dari rumah mama mertua, aku pergi ke rumah ipar. Kakak mas Dodi ini yang pinjam motor gak dibalik-balikin. Sekarang, aku malah pakai yang paling buruk rupa.Rumah kakak ipar letaknya satu kelurahan dengan rumah mama mertua. Jadi tak perlu waktu lama untuk sampai ke sana.Di rumah yang pagarnya berwarna silver, aku bertanya hal sama pada kakak ipar. Kataku apakah mas Dodi menginap di sini semalam. "Dodi sebulan ini gak ke rumah Mba. Udah sombong dia, jadi gak mau nengok ke sini lagi."Jawaban mba mas Dodi membuatku harus kembali kecewa. Rasanya jalan keluar atas masalah ini sulit sekali ditemukan. Mencari mas Dodi sudah
Dari dulu aku memang suka dagang. Waktu SD saja suka jualan gorengan untuk membantu ibu. SMP jual aksesoris yang diproduksi tetangga. SMU, pulang sekolah suka ikut paman jualan makanan pinggir jalan.Pengalaman itu membuatku tak malu dagang apapun asal halal. Dua tahun ke belakang barulah bertemu jalan dagang lebih menjanjikan. Awalnya ikut teman jadi makelar rumah. Lama-lama punya nama dan jaringan sendiri.Kalau mas Dodi tak punya bakat dagang. Ia lebih pas bekerja pada orang. Jadi kurang berkembang. Tahu sendiri kenaikan gaji juga terbatas. Sudah bertahun-tahun kerja, gajinya baru tembus empat juta. Pokoknya mas Dodi harus ketemu. Aku gak mau dikejar orang-orang gara-gara tak bisa setor. Selain malu, namaku yang sudah cetar bisa amblas karena nila setitik ini. Yang ada, jaringan bisnis hancur berantakan.Salahku sendiri membiarkannya tahu pin ATM, bahkan suka memintanya mengambilkan uang tunai. Sebenarnya aku percaya karena dulu mas Dodi baik banget. Gak mengusik penghasilan istri
Mas Dodi akan takut dengan ancaman rumahnya dijual. Apalagi surat-surat berharga ada di kamar.Ini hanya gertakan sebab akupun tak mau rumah dijual. Selain tempatnya nyaman, nanti uangnya digondol dia semua. Meski aku ikut andil merenovasi, tak punya kekuatan hitam di atas putih bahwa jadi milik berdua. Mengingat karakter mas Dodi sekarang, aku harus segera buat perjanjian soal rumah dan harta lainnya. Jika kami cerai semua harus dibagi dua.. Hingga siang tiba, belum ada tanda-tanda kedatangan mas Dodi. Yang ada malah chat bertanya soal rumah. Tentu saja ini kujadikan postingan baru bahwa rumah sudah ada yang melirik. Tak lupa tag lagi akunnya.Akhirnya orang yang ditunggu pun datang. Takut juga dengan ancaman terselubung itu. Kupikir dia akan marah-marah, nyatanya tidak,malah memasang tampang sangat manis. Kata-katanya juga lembut."Maafkan aku, ya, Say. Uang masih ada, kok. Tapi sebagian sudah masuk ke dealer. Sebagian lagi aku jadikan modal usaha biar ada pemasukan untuk tambahan