Share

STRATEGI LAIN

Dari dulu aku memang suka dagang. Waktu SD saja suka jualan gorengan untuk membantu ibu. SMP jual aksesoris yang diproduksi tetangga. SMU, pulang sekolah suka ikut paman jualan makanan pinggir jalan.

Pengalaman itu membuatku tak malu dagang apapun asal halal. Dua tahun ke belakang barulah bertemu jalan dagang lebih menjanjikan. Awalnya ikut teman jadi makelar rumah. Lama-lama punya nama dan jaringan sendiri.

Kalau mas Dodi tak punya bakat dagang. Ia lebih pas bekerja pada orang. Jadi kurang berkembang. Tahu sendiri kenaikan gaji juga terbatas. Sudah bertahun-tahun kerja, gajinya baru tembus empat juta.

Pokoknya mas Dodi harus ketemu. Aku gak mau dikejar orang-orang gara-gara tak bisa setor. Selain malu, namaku yang sudah cetar bisa amblas karena nila setitik ini. Yang ada, jaringan bisnis hancur berantakan.

Salahku sendiri membiarkannya tahu pin ATM, bahkan suka memintanya mengambilkan uang tunai. Sebenarnya aku percaya karena dulu mas Dodi baik banget. Gak mengusik penghasilan istri, nafkah pun jalan seperti biasa.

Ketika setahun ini mulai berubah pun, ia tak pernah ambil ATM tanpa izin. Kalaupun maksa minta sesuatu, harus aku yang mentransfer ke rekeningnya. Membuka tas dan dompetku saja tak penah dilakukan.

Entah kenapa sekarang jadi jahat begini. Mungkin ada pengaruh dari luar. Apa berkaitan juga dengan jarang pulangnya dua bulan ke belakang. Nantilah kuselidiki apa penyebab perubahan besar pada dirinya.

Rumah yang pertama kudatangi adalah rumah Dadang. Yang menerima kehadiranku hanya istrinya. Dia bilang mas Dodi tak bertamu sudah berbulan-bulan. Dan tak tahu juga ke mana orang itu pergi. Kalau suaminya lagi dibengkel.

Dengan berbekal petunjuk istri Dadang, aku ke bengkel. Tak sulit menemukannya sebab tempat ini ada di jalan besar meski agak jauh dari rumahnya.

Dadang bilang bertemu Dodi seminggu lalu. Lepas itu belum melihat batang hidungnya lagi.

Tak menyerah, kudatangi lagi rumah teman mas Dodi. Sampai siang ini sudah empat rumah kukunjungi, hasilnya nihil. Kata mereka mas Dodi tak ke sana.

Sebenarnya tak percaya utuh juga dengan kata-kata yang keluar dari mulut temannya. Tapi, tak punya alasan untuk menolak informasi itu. Bisa jadi memang benar, mungkin saja dusta.

Karena belum juga menemukan hasil, kuputuskan pulang dulu. Cape juga berkeliling-keliling dari satu tempat ke tempat lain. Belum lagi cuaca panas akibat sengatan mentari yang menembus dua lapis pakaian.

Besoklah dilakukan lagi pencarian laki-laki brengsek itu. Kalau tak ketemu juga, terpaksa kutempuh cara lain.

Awalnya aku tak mau melakukan ini. Cukup dengan cara mencari di tempat keluarga dan teman-temannya. Tapi, keadaan sudah mendesak. Aku harus segera bayar setoran.

Saat ini belum ada bayangan uang masuk lagi. Jadi belum bisa mengharapkan celah lain. Kalau misal tak ada juga, paling terpaksa berutang sana sini demi manjaga reputasi bisnis.

Sialan kamu, Mas!

*

Ini hari ketiga mas Dodi tak pulang. Aku pun sudah menghentikan pencarian. Cape dan yakin takkan berhasil kalau mengandalkan hal sama. Harus menyusun rencana beda yang lebih jitu.

Aku memakai strategi lain yang mungkin ampuh untuk membawanya pulang. Aku pura-pura menawarkan rumah untuk dijual di media sosial. Tentu saja dengan memention akunnya di postingan tersebut.

Kita lihat apakah ia paham dengan kode dariku? Kalau mengerti pasti pulang hari ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status