Danish mengompres pergelangan tangan kiri Alexa yang cedera dengan es batu sambil menghela napasnya. Danish menatap Alexa lekat-lekat hingga membuat Alexa salah tingkah.“Sudah oke?” tanya Danish. Alexa mengangguk dan tersenyum tipis. Alexa ikut menatap kedua mata Danish lekat-lekat.“Maunya aku bilang oke atau aku pura-pura sakit?” tanya Alexa.“Ra! Loe ngerjain gue, ya? Jangan-jangan semua ini cuma prank,” kata Danish. Danish mencubit pergelangan tangan kiri Alexa. Alexa kembali mengerang kesakitan.“Ouch! Sakit, tau! Kak Danish jahat banget,” kata Alexa.“Gue gak yakin kalau loe betul-betul sakit,” kata Danish.“Ih, mana sini!” Alexa mengambil es batu dari genggaman Danish. Alexa mengalihkan pandangannya dan tidak mau menatap Danish, seolah berpura-pura marah pada Danish. Alexa tidak mengerti kepada dirinya sendiri karena sampai rela terluka demi memenangkan pertandingan basketball arcade melawan Danish.“Ra! Cek ponsel loe,” kata Danish.
Danish Adelio lahir di New York, Amerika Serikat pada bulan Januari. Bukan, Danish bukan orang Amerika Serikat, melainkan orang asli Indonesia yang hanya menetap di sana saat kecil, namun kembali ke Indonesia untuk menyelesaikan pendidikan jenjang SMA. Setelah lulus SMA, Danish memutuskan untuk kembali ke New York untuk melanjutkan pendidikannya. Kini, Danish kembali ke Indonesia dan berkarier sebagai seorang aktor dan model. Alexa sempat terpesona dengan cerita Danish.“Jadi, gue lahir di New York, tapi gue orang Indonesia asli. Gue bukan keturunan orang Amerika Serikat,” kata Danish.“Oh, aku pikir Kak Danish lahir di Jakarta kayak aku,” kata Alexa. Danish menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis. Orang tua Danish masih berada di New York sehingga Danish memutuskan untuk tinggal di salah satu apartemen di Jakarta. Danish adalah anak tunggal, sehingga kedua orang tua Danish sangat membanggakan Danish sebagai seorang anak yang berbakat dan berprestasi.“Gue tinggal di a
Hujan deras yang tadi mengguyur Kota Jakarta telah lenyap dan digantikan dengan aroma bekas hujan yang menyejukkan jiwa. Danish berjalan menuju kassa dan benar-benar membayar seluruh tagihan makan malam hari ini. Danish berjalan menghampiri Alexa dan melirik jam tangannya.“Well, mau ke mana lagi kita?” tanya Danish.“Aku gak tahu, Kak. Terserah Kak Danish,” kata Alexa.“Dasar bodoh! Setiap kali gue tanya pasti jawabannya engga tahu,” kata Danish. Alexa mengangkat bahunya dan memutuskan untuk mengekor di belakang Danish. Alexa membiarkan Danish membawanya ke tempat mana pun untuk menghabiskan sisa waktu malam hari ini. Alexa melirik ke sekeliling pertokoan dan restoran yang nampaknya masih sangat ramai. Semua orang nampaknya masih sangat antusias untuk mencicipi setiap kuliner yang ada.“Tuh, gue lihat di seberang sana masih banyak
Waktu menunjukkan tepat pukul 12:00 siang hari di New York, Amerika Serikat. Waktu tersebut merupakan waktu yang sangat tepat untuk menikmati makan siang dengan sajian yang istimewa, tetapi hal ini tidak berlaku bagi seorang wanita bernama Reina. Reina yang sangat hobi makan, kini berkomitmen untuk menjalankan diet harus rela hanya makan salad sayur untuk makan siangnya. Suasana hati Reina yang sudah berantakan bertambah kacau karena pria yang dihubunginya tidak kunjung mengangkat teleponnya. Reina membuka aplikasi jam dunia dan berpikir kalau pria yang dihubunginya sudah tidur karena waktu di Jakarta telah menunjukkan kurang lebih pukul 23:00.“Apa dia sudah tidur, ya?” tanya Reina. Reina melirik ke luar jendela restoran yang sedang dikunjunginya dan melihat matahari sedang bersinar begitu cerianya. Reina ber
Wajah Danish terlihat sangat kusut, bagaikan sebuah pakaian yang sangat lecek. Danish memutuskan untuk diam karena takut menyakiti hati Alexa. Suasana hatinya benar-benar berubah sekarang. Danish menyalakan lampu ruang tengah apartemennya dan memutuskan untuk menyandarkan dirinya di sofa. Danish merasa sangat lelah.“So tired!” seru Danish. Danish baru saja berusaha untuk menenangkan pikirannya, namun ponselnya lagi-lagi berdering. Danish melihat nama Ibu Barbara muncul di layar ponselnya. Ibu Barbara adalah orang tua kandung Danish yang berada di New York, Amerika Serikat. Danish menghela napasnya dan mengangkat telepon tersebut dengan sangat terpaksa.“Hello, mom! How’s life? I’m fine, thank you! How’s New York?” tanya Danish.&l
Alexa ingat kalau dirinya baru dapat tidur saat hari sudah larut malam. Alexa tidak kunjung dapat terlelap karena terlalu sibuk memikirkan Danish. Sialnya, pria tersebut selalu menghantui pikirannya akhir-akhir ini. Terlalu sulit sepertinya untuk menghilangkan Danish dari dalam pikiran Alexa. Alarm di pagi hari berbunyi. Alexa mematikan alarm tersebut kemudian meraih ponselnya untuk mengecek notifikasi. Alexa berharap telah mendapatkan sebuah notifikasi dari Danish, tetapi seketika harapan itu pupus karena Alexa tidak berhasil menemukan notifikasi yang dicarinya.“Ke mana perginya Danish Adelio?” tanya Alexa. Alexa berusaha untuk tidak ambil pusing dan tetap berpikir positif, terutama tentang kejadian semalam. Mungkin Danish baru ingat ada pekerjaan yang belum diselesaikannya dan telepon semalam kemungkinan berasal dar
Danish baru saja tiba di Kota Bandung untuk menyelesaikan beberapa pemotretan. Danish mendorong kopernya asal-asalan menuju lobi hotel. Suasana hati Danish memang masih sangat kacau sejak kejadian semalam. Minuman beralkohol yang dikonsumsinya semalam pun tidak mampu memperbaiki suasana hatinya. Namun, mau tidak mau Danish memang harus pergi ke Bandung hari ini. Danish pergi bersama manajernya yang bernama Frey Agra dan beberapa kru yang bertugas. Frey Agra hanya berusia 3 tahun lebih tua dari Danish, sehingga Danish telah menganggapnya sebagai kakak laki-lakinya. Frey baru saja tiba di Indonesia setelah sebelumnya memiliki beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan di Singapura. Frey memiliki sikap yang sangat ramah dan mengayomi, bertolak belakang sekali dengan Danish. Danish masih memasang wajah kusutnya. Frey menatapnya sambil geleng
Sellena kembali memasang senyum palsunya setelah berjabat tangan dengan Danish. Danish menatap Sellena sinis dan memberanikan diri untuk angkat suara.“Loe yang tadi merebut minuman gue di minimarket, kan? Ngaku!” seru Danish.“Oh, minuman? Iya, ini tadi cappuccino yang kamu mau, kan?” Sellena tersenyum sinis. Sellena membuka kaleng minuman cappuccino tersebut dan mulai meneguknya dengan penuh kemenangan. Sellena tersenyum puas lalu mulai membuat ulah untuk membuat Danish kesal.“Jadi, kamu mau minuman ini? Nih, tangkap! Rasanya gak enak ternyata!” seru Sellena. Sellena melemparkan kaleng minuman cappuccino tersebut persis ke depan tubuh Danish. Minuman tersebut tumpah dan mengotori kaos yang dikenakan Danish.“Ups, maaf! Aku gak sengaja! Mak