Share

Bab 8

Bab 8

Rupanya kami dihadapkan di depan RT. Kulihat yang tegang hanya aku dan Mas Reno. Sedangkan Amira dan Mas Taka tampak biasa saja. 

Aku dijejerkan dengan Amira oleh Bu Sonia. Sementara Mas Taka, ia disuruh duduk di sebelah Mas Reno. Lalu pintu ditutup oleh Pak Riko, dan ia duduk di hadapan kami berempat. Ini seperti rapat keluarga, bukan rapat RT dan warga.

Pak Riko menghela napas, lalu menoleh ke arah istrinya. Setelah itu, mereka berdua mengangguk secara berbarengan.

Mataku melirik ke arah Mas Reno seraya mencuri pandangan, ia pun sedikit mendongak seraya kode bertanya apa yang akan dibahas Pak Riko?

Tak lupa kulirik ke arah Mas Taka yang fokus ke arah Bu Sonia dan Pak Riko. Terlihat tidak ada beban di matanya.

"Silakan, Pak. Mulai saja," suruh Mas Taka.

"Baik, saya mulai ya, kalian jawab jujur pertanyaan saya. Jadi, ada informasi, menurut penglihatan salah seorang warga sini. Katanya, kalian ini tukar pasangan, apa betul?" tanya Pak Riko membuat bola mataku membulat. Aku terperanjat mendengar pertanyaan Pak Riko.

"Apa-apaan ini, Pak? Kenapa pertanyaan Anda seperti itu? Apa ada bukti yang menguatkan pertanyaan Anda? Hati-hati loh ini pencemaran nama baik namanya. Nggak mungkin suami saya mau dengan wanita ini!" tuturku dengan suara lantang. Posisiku juga berdiri karena mengelak dan tidak percaya bahwa Mas Taka ada hubungan lebih dengan Amira. Bukan tidak percaya, lebih tepatnya tidak terima.

"Tenang dulu, Bu. Kami bukan berniat mencemarkan nama baik, tapi kami ingin ini dibicarakan. Sebab, jika itu benar, yang nanggung dosa 40 rumah, Bu," papar Pak Riko. Aku berusaha tenang, agar tidak terlihat panik oleh Mas Taka. Sebab, semenjak aku berdiri dan meracau, tatapan Mas Taka berubah sinis.

"Gini saja, saya tidak hanya nuduh, semua ada saksinya. Sebelum memanggil saksi, saya ingin Bu Diana dan yang lainnya bicara dulu, jika tuduhan itu salah, bisa berikan bukti pada kami," ucap Pak Riko kembali ke pokok pembahasan. "Silakan Pak Taka, jawab duluan pertanyaan saya tadi," sambungnya lagi.

"Baik, saya dan Amira hanya rekan bisnis, kami berdua sedang ada proyek bareng, makanya mungkin jadi timbul fitnah, Amira lagi buka Butik, dan saya adalah investor tetapnya," tutur Mas Taka membuatku emosi. Namun, yang lebih dulu emosi mendengarnya justru Mas Reno. 

"Kenapa kamu nggak bilang bahwa sedang bangun bisnis Butik, aku kan bisa bantu kamu," sungut Mas Reno pada istrinya.

Amira hanya tersenyum tipis, tidak bicara sepatah katapun.

"Apa ada buktinya pertemuan kalian ini hanya sekadar bisnis?" tanya Pak Riko lagi.

"Sebentar, boleh saya tanya dulu, yang nuduh kami ada hubungan lebih itu atas dasar apa?" tanya Amira akhirnya bersuara. Dari gelagatnya ia memang menyimpan suatu rahasia, namun terlihat tenang dan bersahaja.

"Jadi, tetangga yang melihat kalian berdua makan malam berdua, dan kalian terlihat sangat dekat," susul Bu Sonia.

Aku berdiri lalu menghampiri Mas Taka. "Mas, jadi benar yang kamu ucapkan tempo hari? Kamu dinner dengan Amira? Hah!" hardikku sambil memukul bahunya. Ternyata aku salah menilai Mas Taka, suamiku juga mendua, dengan wanita yang sangat dicintai selingkuhanku pula.

"Ya, kami memang dinner, tapi hanya sebatas teken kontrak saja, saya bisa tunjukkan bukti teken kontrak untuk investasi Butik milik Amira. Karena waktu itu tanda tangan, mungkin tetangga melihat kedekatan kami saat Amira menunjukkan di mana letak saya harus menandatangani," terang Mas Taka. Meskipun ia menjelaskannya, aku tidak percaya, pasti mereka ada apa-apanya.

"Baik, saya pikir alasan Pak Taka ada benarnya juga, jadi saksi yang melihat hanya salah paham," tutur Pak Riko sambil manggut-manggut. 

"Perlu bukti nggak, Pak? Saya ambil bukti perjanjian kontrak investasi," tantang Mas Taka.

Kemudian, Mas Reno tampak kesal, ia berdiri dan menarik tangan Amira seraya hendak meninggalkan rumah Pak Riko. 

"Pak Reno mau ke mana?" tanya Pak Riko turut bangkit dari duduknya.

"Saya mau urus rumah tangga saya dengan istri, ini bukan ranah kalian, jujur saja, sebagai suami yang mendengar istrinya berbisnis tanpa sepengetahuan saya, itu adalah masalah besar," sungutnya menolak melanjutkan rapat intern ini.

"Tapi Pak Reno belum menjawab pertanyaan saya tadi, ini bukan masalah sekadar rumah tangga, tapi menjurus ke zina. Bisa tidak Pak Reno duduk kembali? Saya ingin mendengarkan pembelaan Pak Reno jika itu hanyalah fitnah belaka, seperti Pak Taka, ia santai menghadapi tuduhan ini. Begitu juga dengan Pak Reno, jika memang tuduhan warga itu salah, tolong berikan pembelaan sesuai bukti," jelas Pak Riko. Aku harap Mas Reno dapat mengelak tuduhan yang warga layangkan.

"Baiklah, tuduhan warga tadi adalah kami melakukan tukar pasangan, saya jawab itu tidak benar," sungut Mas Reno mencoba mengelak tuduhan.

"Ya, jangan seenaknya nuduh," sambungku.

"Kalau boleh tahu, warga melihat apa hingga bisa berprasangka buruk terhadap istri saya dan Tuan Reno? Saya juga ingin mengetahui itu," susul Mas Taka dengan tenangnya.

Kemudian, gantian Bu Sonia yang bersiap bicara.

"Jadi, di grup ada yang kirim foto, bahwa Pak Reno sedang melompati batako belakang rumah," ucap Bu Sonia sambil menyodorkan ponsel miliknya. Kulihat dengan seksama, ada foto saat Mas Reno melompat, kejadian itu sebelum pintu belakang ditutup oleh Mas Taka.

Mas Reno tertawa lepas, ia memberikan kembali ponsel Bu Sonia. "Bu, itu malam-malam saya ngejar tikus di halaman belakang. Memang sampai lompat ke penghalang batako, tapi Anda salah paham," tutur Mas Reno menjelaskan.

Syukurlah kalau Mas Reno mengelak, aku nggak tahu bagaimana jadinya kalau sampai ia mengakui di hadapan RT. Bisa-bisa kami berdua diarak warga keliling cluster.

"Sejak kapan di halaman belakang banyak tikus, Mas?" tanya Amira pada Mas Reno. Kenapa aku jadi sangat membencinya, melihat wajahnya kini terlihat cantik, rasanya kesal sendiri padanya.

"Memang di belakang banyak tikus, buktinya Mas Taka menutup pintu belakang tadi pagi, tanya saja dengan rekan bisnismu," sungutku padanya. Semenjak tahu bahwa Mas Taka menjadi investor Butik miliknya, saat itu juga aku semakin membencinya.

"Apa betul begitu, Pak Taka? Banyak tikus di belakang hingga Anda menutup akses pintu belakang?" tanya Pak Riko. Mas Taka pun mengangguk.

"Jadi, rapat ini selesai kan? Tidak ada bukti yang menyudutkan kami, itu hanya gosip dari warga yang tidak menyukai keluarga kami, bukan begitu, Pak Riko?" sindirku pada Pak Riko, selaku RT Cluster Gelora.

"Tunggu sebentar, ada satu lagi yang menyudutkan Anda, Pak Reno. Sore tadi, setelah mertua Anda pulang, ada yang melihat wanita keluar dari rumah Anda, bisa dijelaskan itu siapa? Karena menurut saksi, ia adalah Bu Diana." Pak Riko benar-benar sudah curiga terhadapku dan Mas Reno. Apa jangan-jangan ada foto lagi sebagai buktinya? Kalau ada fotoku, rasanya sulit berkelit lagi.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status