Rinai tersenyum ketika melihat bayi cantik berkulit putih itu menggeliat. Walau sudah dipakaikan bedung dengan kuat, tetap saja dia bisa melepaskan tangannya. Wanita itu mengusap pipi sang bayi dengan lembut saat bibir bayi tersebut bergerak hendak mencari sesuatu. Rinai sengaja membiarkan makhluk mungil itu merengek. Dia suka mendengar tangisan bayi, rasanya suara itu mampu mencairkan hatinya yang membeku. Rengekan bayi tersebut berhenti saat Rinai menyodor dot berisi susu formula. Dengan penuh kasih sayang dia menggendong sang bayi, lalu meninabobokannya. Sepertinya bayi tersebut memang sangat kehausan, hanya beberapa menit susu itu tandas dari botolnya. Tak lama bayi itu pun kembali tertidur pulas.Semua gerakan Rinai tak lepas dari mata Irene. Harus dia akui jika mantan menantunya itu sangat telaten dan lembut. Anindya--putri Reinart dan Amanda--tidak lagi rewel seperti beberapa hari yang lalu. Dia sampai kebingungan bagaimana menenangkan tangis sang cucu. Kemudian, nama Rinai te
Rinai tersenyum membayangkan raut Irene saat mengajukan syarat agar pernikahan dengan Reinart kembali disambung. Dia wanita yang sama, tetapi dengan pribadi lebih kuat. Jika selama ini dia hanya diam dengan perlakuan yang tak adil, bukan berarti dia lemah. Hanya saja Rinai tak ingin berkonfrontasi lebih dalam dengan orang-orang yang tidak menghargai dirinya. Hanya orang bodoh yang berdebat dengan orang bodoh lainnya. Meski berbicara hingga mulut berbusa, tetap saja kebenaran akan kalah."Rin, apa benar yang dikatakan Mama?"Rinai baru saja selesai melipat pakaian serta selimut Anandya, menoleh saat Reinart datang menemui di kamar bayi. "Emang Mama Irene bilang apa?" jawabnya acuh tak acuh."Kamu meminta syarat agar mau menikah denganku.""Memangnya itu salah?" Rinai balik bertanya menantang sorot Reinart yang sepertinya tidak senang dengan tindakannya."Ada apa denganmu? Setahuku kamu bukan wanita gila harta. Saat kita berpisah pun kamu menolak kompensasi yang kuberi. Lalu kenapa seka
Kenshi tak tahu berapa lama dia menghabiskan waktu duduk di balkon kamar. Bayangan Reinart menyentuh bahu Rinai membuat dadanya terasa panas. Seolah-olah api sedang berkobar di sana. Dia tak mengerti mengapa harus seperti itu. Bukankah Rinai bukan siapa-siapa baginya? Lalu mengapa ada ngilu yang menikam dada kala bayangan itu melintas di benaknya. Semakin dia ingin mengenyahkan, semakin lekat di ingatan.Banyak tanya berbondong-bondong bertamu ke kepalanya. Ada hubungan apa keduanya? Apa mereka memutuskan untuk rujuk? Tapi, bukankah Reinart telah menikah. Dan wanita yang dinikahinya bukan wanita sembarangan. Keluarganya memiliki kekuasaan yang cukup besar. Apa pria itu rela melepas sang istri atau malah menjadikan Rinai sebagai istri kedua?Segala prasangka silih berganti bermain di benak Kenshi. Dia tak rela jika Rinai jatuh kembali ke pelukan pria itu. Dia tak mengerti jalan pikiran sang wanita. Mengapa mengambil resiko kembali pada pria yang pernah mengkhianati? Begitu besarkah cin
Kenshi hampir tak ingat waktu memperhatikan bangunan di hadapan. Rumah bercat putih yang dikelilingi pagar besi tersebut masih terlihat gelap. Hanya lampu teras yang mungkin sengaja dinyalakan saat sang pemilik pergi, agar rumah tak terlalu menakutkan. Dua buah pohon jambu klutuk yang mulai berbunga dan berdaun rimbun, membuat orang-orang mengira rumah itu tempat makhluk astral bermukim.Memang, Rinai yang memilih tinggal di sana berkali-kali diingatkan bahwa rumah itu memiliki kisah mistis. Namun, wanita itu mengabaikannya karena hanya rumah tersebut yang disewakan dengan harga sangat murah. Sebuah kisah kelam dan berdarah membuat orang-orang mengira ruh-ruh yang penasaran masih bergentayangan di sana.Kenshi juga mendengar hal tersebut saat membayar seseorang menyelidiki keberadaan Rinai. Harusnya dia melakukan ini sejak tiga bulan yang lalu. Harusnya kala Rinai pergi dari rumahnya dia segera bertindak, tapi bimbang membuat keraguan menyelimuti hatinya. Dia benci pada sikapnya sendi
Kenshi benar-benar kehilangan suaranya kala melihat reaksi Rinai yang begitu dingin. Wanita itu bahkan meletakkan buket bunga mawar yang dia beli di atas meja begitu saja. Tadinya pria itu berharap sang wanita akan tersenyum sambil menatap bunga itu takjub, lalu menciumi bunga itu dengan penuh perasaan, kemudian menghambur ke pelukannya. Kenshi tersenyum geli dengan ekspetasi liarnya. Mana mungkin seorang Rinai akan melakukan hal seperti itu. Saat masih serumah saja wanita itu selalu menjaga jarak. Jika bukan dirinya yang menyentuh, Rinai tak akan memulai, kecuali berkenaan dengan tugasnya.Rinai pun bersikap sama. Walau terlihat acuh tak acuh, sebenarnya jantungnya tengah berdegup kencang. Kedatangan Kenshi tanpa rencana berhasil menggetarkan hatinya. Apalagi setelah hampir beberapa bulan tak bertemu, membuat sang pria terlihat lebih ganteng. Rinai memukul kepalanya pelan, bagaimana di saat seperti ini dia memperhatikan wajah Kenshi. 'Sungguh tak berkelas kamu, Rin!' Suara di kepal
Desau angin terdengar berisik mengusik dahan-dahan pohon jambu di depan rumah Rinai. Wanita itu merapatkan resleting jaket berbahan kaos yang melekat di tubuhnya karena udara dingin yang masuk melalui kisi-kisi jendela mulai menusuk kulit. Sejak semalam Rinai tak mendapat lena dalam tidurnya. Sepanjang malam pikirannya berkelana, mengggali kenangan masa silam. Kala dia masih bersama Reinart. Rumah tangga yang disangka akan abadi hingga menua, runtuh hanya dalam hitungan tahun saja, tapi luka cukup dalam tertoreh. Kemudian sosok Kenshi hadir. Rinai tak pernah mengira jika pria itu diam-diam mampu menembus benteng yang dia bangun tinggi. Rasa tak percaya pada cinta membuatnya mematikan rasa. Namun, sang pria menjungkir-balikan keyakinannya hingga tanpa sadar dia membuka hati dan membiarkan pria tersebut melenggang masuk.Dan sekarang Rinai kembali goyah. Setelah dia memutuskan menjauh, mengapa kini Kenshi datang lagi? Apa pria itu tak tahu betapa sulitnya dia bangkit dari patah hati. Ri
Cinta bisa membuat orang-orang yang mengalaminya melakukan hal-hal di luar kebiasaannya. Yang awalnya datar menjadi lebih perhatian. Yang tadinya tak peduli penampilan menjadi pesolek. Begitupun Kenshi. Meski Rinai mengatakan untuk menjauh, dia tak mengindahkan perkataan wanita tersebut. Dia tak ingin lagi melakukan kesalahan yang sama. Cukup dia bersikap pengecut. Menebar benih cinta lalu saat bertunas dibiarkan begitu saja. Tadi malam dia bisa melihat Rinai tak sungguh-sungguh dengan ucapannya. Meski bibir wanita itu menolak, tapi sorot matanya jelas menyiratkan hal berbeda. Ada kerinduan di sana. Rindu yang juga dimiliki Kenshi untuk Rinai. Ada cinta yang belum pupus di sana. Pria itu yakin tak semudah itu rasa beranjak dari hati sang wanita."Jangan senyum-senyum! Cepat habiskan lalu pulang." Suara ketus Rinai menyadarkan Kenshi jika di hadapannya ada wanita yang baru saja pingsan karena belum makan sejak semalam. Oleh karena itu dia berinsiatif memasakkan nasi goreng sederhana d
Setelan jas dan celana bahan berwarna hitam sangat pas membalut tubuh tegap Kenshi. Memakai kemeja putih slimfit sebagai dalaman membuat penampilan pria itu terlihat gagah dan menawan. Hari ini pertemuan pertamanya dengan Reinart Darwangsa sebagi relasi bisnis. Pria itu mengadakan sebuah acara yang dilaksanakan di salah satu hotel berbintang. Kenshi yang awalnya enggan untuk datang, berhasil dibujuk oleh Kusuma. Wanita itu mengatakan itu bukan hanya acara biasa, tetapi bisa dijadikan tempat untuk melobi beberapa pengusaha besar yang lain karena hampir semua pengusaha terkenal dan sukses diundang."Ken, sudah siap?" Kusuma muncul di ambang pintu kamar putranya. Wanita itu terlihat sangat menawan mengenakan gaun terusan sepanjang mata kaki dengan model sabrina di bagian bahu. Penampilannya semakin anggun dengan rambut disasak serta disanggul. Sebuah tusuk konde dari emas juga tertancap di rambutnya."Sudah, Ma. Apa aku harus beneran pergi?" tanya Kenshi lagi. Bukan tak menyukai acara te