Share

BAB 3 - Jebakan Spontan

Author: JolaSky
last update Last Updated: 2025-02-07 13:21:04

Aroma fruity menyeruak tiap kali seorang wanita yang kini duduk berhadapan dengan Jessica menyibakkan rambut panjangnya. Pakaian wanita itu, terlihat berkelas dengan setelan formal blazer warna biru langit dan sepatu hak tinggi keluaran merek ternama. Di tangannya, wanita bernama Risa itu membawa sebuah dokumen. Sesuatu yang akan membawa nasib Jessica ke depannya.

Sedangkan Jessica sendiri, duduk manis sejak kedatangannya setengah jam lalu. Di ruangan luas nan estetik di dominasi warna biru dan putih ini, Jessica mencoba membaur diri dengan orang-orang yang tidak cukup ramah atas kehadirannya. Ini kali keduanya datang ke kantor Kkumui Haneul. Setelah tiga hari tanpa kepastian, manajer HRD memanggilnya untuk datang kembali tanpa sebuah alasan. 

Tetapi, semua pertanyaan yang muncul di benak Jessica sejak semalam, kini terjawab.

Sebuah map disodorkan Risa padanya. Senyum tipis itu tidak mengurangi kesan tegas yang mengalir kental di air wajahnya. 

“Ini kontrak kerjamu, Jessica. Kamu bisa mempelajarinya nanti.” 

Dahi Jessica mengernyit bingung. Dadanya membuncah setelah mendengar pernyataan tersirat bahwa ia telah diterima bekerja di perusahaan bergengsi ini. “Jadi, saya diterima bekerja di sini, Bu?”

Risa mengangguk. “Ya, kamu bisa mulai hari ini ‘kan?” 

Jessica mengangguk mantap. Tak akan ia sia-siakan kesempatan di depan mata. “Bisa, Bu. Apa saya perlu tanda tangani kontraknya sekarang?” 

Kontras dengan reaksi Jessica, Risa justru nampak datar-datar saja. Paras cantiknya kalah dengan sisi dominan yang ia miliki. “Tidak perlu buru-buru. Kamu pelajari saja dulu karena pekerjaan ini akan menjadi tantangan baru untuk kamu,” ucap Risa, kemudian berdiri dari duduknya. “Ayo, ikut saya.” 

Jessica belum mencerna sepenuhnya kata-kata Risa barusan, namun, Risa sudah menarik tangannya untuk menjauh dari ruangan itu. Membawa Jessica beralih ke sisi lain gedung, berpisah dengan dua orang lain yang datang bersamanya.

Tanpa memberikan Jessica kesempatan untuk bertanya, gestur Risa justru menunjukkan penolakan untuk menjelaskan. Lift membawa mereka menuju satu lantai. Tempat dimana Jessica menyebutnya sebagai lantai keramat. 

Pikirannya mulai bertanya-tanya, tetapi lidah Jessica kelu untuk berucap. Ia tidak memiliki pilihan lain, selain menurut dan mengikuti semua prosedurnya.

Jadi benar, ini adalah hari pertama Jessica bekerja. Seharusnya saat ini ia tengah sibuk mengetik ribuan kata untuk menciptakan sebuah naskah cerita yang apik. Sesuai dengan pekerjaan yang ia lamar, penulis skenario. 

Tetapi, apa yang ada di hadapannya kini justru berbanding terbalik. Meja kerja yang sudah disiapkan untuknya dipenuhi tumpukan dokumen. Melihat itu semua, mendadak perut Jessica nyeri. Berapa banyak obat asam lambung yang harus ia minum tiap hari setelah mengerjakan sederetan daftar kerja yang diberikan sosok pria yang kini duduk tenang di balik meja di sisi lain ruangan ini.

“Kenapa kamu lihat saya begitu?” Pertanyaan itu bagaikan sebilah pisau yang langsung menancap tepat di iris cantik Jessica. Didukung dengan tatapan tajam dari Marco. “Kamu keberatan dengan posisi ini? Kalau begitu kamu bisa ajukan surat pengun–” 

“Nggak, Pak. Saya nggak keberatan jadi sekretaris Bapak,” sela Jessica. Ya, akibat keteledorannya sendiri yang tidak membaca lengkap balasan surel dari HRD semalam, Jessica berakhir di sini. Satu ruangan dengan sosok pria yang ia maki dalam diam tiga hari lalu. Tentu dengan jabatan yang jauh berbeda dari yang Jessica perkirakan. Alih-alih mengisi posisi sebagai penulis skenario, Jessica malah mengisi posisi kosong sebagai sekretaris pribadi Presdir Kkumui Haneul Agensi.

Pagi tadi, dengan penuh percaya dirinya ia datang ke kantor pusat agensi ini untuk melakukan pelatihan kerja. Ketika dua orang lain masuk ke ruang divisi kreatif, hanya dirinya yang dibawa menuju ruang Presdir. 

“Dengan kamu menginjakkan kaki di ruangan saya sekarang, artinya kamu sudah menyetujui untuk mengisi posisi sebagai sekretaris. Dan saya tidak menerima pembatalan keputusan apapun setelahnya,” ucap Marco tadi pagi. 

“Bagus! Setelah semua dokumen itu selesai kamu periksa. Tolong kamu bereskan lemari buku saya itu.” Pandangan Jessica mengikuti kemana arah jari telunjuk Marco tertuju. Pria berdarah Korea - Amerika itu menunjuk sebuah lemari buku di sudut ruangan. Jessica mengernyitkan dahinya. Tidak yakin dengan apa yang ia lihat dan apa yang dimaksud oleh Marco dengan membereskan lemari itu. 

“A-apa yang harus saya bereskan, Pak?” tanyanya. Pasalnya, tidak ada satu hal pun yang perlu dibereskan dari lemari itu. Semua buku berjejer rapi di tempatnya. 

Marco mendesah kesal. “Kamu tidak lihat posisi buku paling ujung di kanan atas lemari itu, miring?” kata Marco. 

Jessica kembali memicingkan kedua matanya, berusaha fokus dengan objek yang dimaksud bosnya. Namun, seberapa keras pun ia meneliti, di matanya, tidak ada yang salah dengan buku-buku itu. “Saya rasa nggak, Pak,” jawabnya. 

“Itu miring, Jessica. Cepat benarkan posisinya sekarang,” titah Marco. Jessica sungguh penasaran. Apa penglihatannya belakangan ini tidak bekerja dengan baik? Ia mendekati lemari itu, ketika sampai di depannya, buih-buih amarah di dadanya mulai memberontak. Perlahan naik sampai keubun-ubun. 

“Pak, ini cuma sedikit menjorok keluar posisinya. Bukan miring,” protes Jessica sambil menahan kesal di dada. Sungguh, mati-matian ia mencari kesalahan yang dimaksd Marco, sampai matanya sakit, kesalahan itu hanya bisa ia lihat ketika sudah berdiri tepat di depan lemari. 

“Dari sini kelihatannya posisi buku itu tidak sejajar dengan buku lainnya. Kembalikan ke tempatnya semula. Saya tidak suka dengan hal-hal yang tidak presisi,” kata Marco datar kemudian beralih lagi pada pekerjaannya. 

Jessica mendengus kesal, jelas saja bagi Marco posisi buku itu tidak sejajar karena posisi meja kerjanya sejurus dengan posisi lemari. Sial! Pria ini sepertinya memang berniat menguji kesabaran Jessica. Ia kembali ke meja kerjanya, di balik tumpukkan kertas mengelus dada demi memupuk sabar meski sambil menggerutu. 

“Sabar, Jes. Lo butuh duitnya. Perbanyak sabar..” 

Dari pagi sampai menjelang jam makan siang tiba, Marco tidak henti-hentinya meminta Jessica untuk membenahi barang-barang yang tidak sesuai dengan pandangan mata pria itu. Marco benar-benar seorang maniak untuk kebersihan dan keteraturan namun bagi Jessica hal itu adalah sebuah petaka. 

“Pak, semua barang di sini sudah presisi. Bapak mau ngerjain saya, ya?” ucap Jessica sambil mengatur napasnya yang megap-megap. 

“Sepertinya matamu yang harus dicek ke Optometri. Sebagai sekretaris pribadi saya, kamu harus mulai terbiasa dengan hal itu.” 

“Mati lah gue..” gumam Jessica. 

“Apa kamu bilang?” 

Jessica menggeleng cepat, senyum seindah bidadari ia persembahkan untuk Marco. Peduli setan jika pria itu akan menganggapnya sebagai penjilat. “Oh, nggak. Saya nggak ngomong apa-apa, Pak.” 

Di saat Marco hendak membuka mulutnya lagi, suara ketukan sepatu hak tinggi menginterupsi. Pintu ruang kerja Marco terbuka. Seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu dengan senyum lebarnya. Namun, Marco yang melihat kedatangan wanita itu malah pucat pasi. 

“Marco, kamu kenapa masih di sini? Seharusnya kamu udah berangkat dari tadi,” kata wanita itu. Penampilannya elegan, mengenakan dres satin premium warna putih dengan model A-line selutut. Kelas sosialnya ditunjukkan dari seberapa besar liontin berlian dan cincin yang ia kenakan, menyilaukan mata. 

Jessica sadar diri akan posisinya, sehingga ia memberikan ruang khusus untuk kehadiran wanita itu. 

“Berangkat kemana lagi, Ma? Aku sibuk. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan,” blas Marco terlihat jengah. Jessica bisa melihat keengganan yang begitu besar di mata Marco atas tuntutan yang diberikan wanita paruh baya itu padanya. Mendadak ia merasa iba namun, tiap kali mengingat bagaimana perlakuan Marco padanya, Jessica kembali kesal. 

“Mama udah bilang, hari ini kamu ada kencan buta sama anak kolega Mama. Kamu pasti lupa lagi. Kali ini mau cari alasan apalagi?” 

Marco menghela napas berat. Kancing jasnya ia kendurkan untuk membuat dirinya lebih leluasa dalam bereaksi. “Aku tidak mau pergi ke acara konyol seperti itu. Sudah berulang kali aku bilang.”

Wanita yang Marco panggil Mama itu melirik putranya tajam. “Kalau kamu menolak terus, kapan kamu nikahnya? Sudah kepala tiga masih jomblo begini. Anaknya teman-teman Mama udah pada kasih menantu. Kamu memang suka lihat Mama diejek teman-teman arisan Mama, ya?”

“Bukan begitu, Ma.” Marco berusaha meluruskan. Ia bangkit dari kursinya, mendekati sang ibu seraya menggenggam tangannya. “Pernikahan itu bukan mainan atau ajang memenuhi standar orang lain.” 

“Kalau begitu, penuhi saja standar Mama. Mama cuma minta kamu menemukan wanita yang baik kok. Kalau kamu menolak pertemuan kali ini, Mama nggak akan segan buat jodohin kamu sama anaknya Tante Jelita.” 

Melawan ras terkuat di muka bumi ini, perlu mental yang tangguh. Dari balik meja kerjanya Jessica diam-diam menikmati perdebatan ibu dan anak itu. Sesekali mengejek Marco dalam hatinya. 

“Hahaha, jomblo bangkotan ternyata,” batin Jessica. Hatinya sedikit terhibur setelah seharian ini dibuat kesal. Melihat Marco menjadi bulan-bulanan ibunya, Jessica tertawa puas. 

“Tidak, apalagi ide konyol itu. Aku tidak akan datang ke pertemuan apapun, atau jenis perjodohan apapun, titik,” putus Marco. “Lagipula aku sudah punya pacar,” ujar Marco lagi. Ide itu mendadak muncul di kepalanya dan terucap begitu saja. Demi meredam tuntutan dari Joanna, Marco tidak berpikir panjang sebelum bicara. 

Mata Joanna berbinar terang setelah mendengar kalimat terakhir yang diucapkan putranya. “Jadi selama ini kamu punya pacar? Kenapa nggak bilang sama Mama dari awal?” 

Marco tersenyum kikuk. Baru sadar akan kecerobohan yang baru ia lakukan. “Aku.. hanya tidak suka privasiku diumbar.”

Plak! Jawaban Marco sontak dihadiahi dengan pukulan telak dari Joanna. “Kamu anggap Mama apa sampai punya pacar kamu anggap privasi? Sekarang kasih tahu Mama, siapa pacar kamu? Suruh dia datang ke sini dan bilang kalau Mama mau bertemu sama dia.” 

Jeder!

Napas Marco tercekat di tenggorokan hingga membuatnya terbatuk-batuk. “A-apa?” 

“Iya, Mama mau ketemu pacar kamu. Telepon dia sekarang. Mama mau ketemu calon menantu Mama.” 

Dari balik mea Jessica menahan tawa. Dari reaksi Marco barusan tentu terlihat jelas Marco sedang berusaha untuk mengelabui ibunya sendiri. “Dasar bodoh! Kenapa nggak mengaku saja kalau dia jomblo abadi? Itu sama saja menjebloskan diri ke kandang singa.” 

“Kenapa melamun? Cepat telepon dia, Marco! Kamu ini suka sekali menguji kesabaran Mama,” perintah Joanna lagi. Kali ini lebih tegas. Marco yang gelagapan berusaha memaksa kepalanya untuk memproduksi ide. 

Sungguh, pengakuan tentang pacar tadi tidak lebih dari sekedar skenario belaka yang diharapkan mampu meredam kehebohan Joanna saja. Tetapi, kini skenario itu justru berbalik menyerang Marco. Dipaksa bekerja keras, otak Marco tak terima. Ia beralih pada Jessica yang sedang sibuk–pura-pura–mengetik. Tiba-tiba, sesuatu dalam dirinya mendorong kuat untuk mengatakan satu hal. 

“Tidak perlu di telepon. Pacarku ada di sini,” ucap Marco. Pandangan Joana beralih mengikuti arah pandang putranya. “Namanya Jessica.” 

Dua pasang mata kini tengah menatap Jessica dengan sorot yang bertolak belakang. Jessica mengangkat kepalanya dari tumpukan dokumen yang menjadi tempat persembunyiannya selama ini. Tatapan Marco seperti tanda bahaya, sedangkan Joana justru menampakkan sisi antusia. Sedetik kemudian jessica melihat Marco melangkah mendekatinya. Dengan tangan kekarnya yang terjulur, pria itu berkata, “Sayang, kemarilah. Sudah waktunya aku mengenalkanmu pada Mama.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ROMANSA AGENSI : Pernikahan Kontrak Dengan Mr. Lee   Bab 19 - Kolaborasi Dengan Mantan

    Langit sore menua, semburat jingga di ufuk barat mulai meredup, tenggelam perlahan di balik gedung-gedung pencakar langit. Ruangan luas dengan interior modern terasa senyap, meski hawa panas ketegangan menguar di antara dua wanita yang berdiri berhadapan.Jessica menatap lurus ke arah Sisil, wajahnya tetap tenang, meski amarah telah merayapi hatinya. Sudut bibirnya melengkung tipis, tetapi bukan dalam bentuk senyuman ramah."Maaf, Mbak Sisil," katanya, suaranya jernih dan tegas. "Aku datang kemari untuk menjalankan tugas dari Pak Marco, bukan untuk mendengarkan masalah personal Mbak. Aku juga nggak peduli kalau Mbak berniat melamar Pak Marco jadi kekasih. Tapi kalau aku jadi Mbak Sisil, dengan cara murahan seperti itu, aku akan lebih tahu diri untuk menjaga sikap."Ucapannya meluncur tajam, setajam pisau yang mengiris harga diri Sisil.Sisil membeku. Matanya membelalak, bibirnya yang sedari tadi terbuka hendak berucap kini tertutup rapat. Seumur hidupnya, belum pernah ada yang berbica

  • ROMANSA AGENSI : Pernikahan Kontrak Dengan Mr. Lee   Bab 18 - Penghinaan

    Sebelah sudut bibir Sisil berkedut samar. Matanya yang berkilat penuh harap perlahan meredup saat Marco, pria yang sudah lima tahun menjadi incarannya, menolak mentah-mentah permintaannya untuk bicara secara personal.Bukan hanya menolak, Marco bahkan mengalihkan pembicaraan itu pada Jessica, sekretarisnya yang selalu berdiri setia di sisinya.Jessica menatap Sisil dengan sorot mata yang sulit dibaca. Ia tersenyum tipis, ekspresinya tetap tenang, seperti biasa. “Mbak Sisil bisa sampaikan padaku. Aku akan meneruskan pesan Mbak ke Pak Marco.”Suasana di ruangan Sisil terasa hampa. Udara yang tadinya hanya berisi ketegangan kini berubah pekat, seakan menyimpan bara yang bisa menyala kapan saja. Sisil masih duduk di kursinya, jari-jarinya mencengkeram pinggiran meja dengan kuat. Pandangannya beralih sekilas ke sudut ruangan, tempat tumpukan naskah yang hampir setinggi pinggangnya berserakan tanpa arah.Jessica juga melihatnya. Dalam pikirannya, tumpukan itu mirip benteng Takeshi—hanya sa

  • ROMANSA AGENSI : Pernikahan Kontrak Dengan Mr. Lee   Bab 17 - Diantara Dua Wanita

    Maserati milik marco berhenti tepat di depan lobi kantor. Petugas valet yang berjaga sigap menghampiri kedatangan sang bos besar pewaris Haneul Grup. Marco melepaskan sabuk pengaman yang melingkar di tubuhnya secepat kilat. Mengedar pandang ke sekitar, demi memastikan seluruh barang pribadinya tak ada yang tertinggal. Di sebelahnya, Jessica ikut melakukan hal yang sama. Rambut pendek warna almondnya dikibaskan sebelah, menguarkan aroma bunga yang langsung menyapa indera penciuman Marco. Kekesalan Jessica pada sang suami kini berlapis-lapis. Sepanjang perjalanan Jessica membatin, apa yang ada di pikirannya waktu itu sampai berniat untuk menjalin kerja sama dan menyetujui pernikahan kontrak dengan Tuan Lee ini? Setelah pagi harinya dikejutkan dengan kelakuan Marco yang berani menyentuhnya, amarah tertahan di dada Jessica semakin gencar memprotes saat pria itu kembali berulah. Memutuskan untuk langsung terjun ke dalam proyek film yang akan Jessica tulis naskahnya. Padahal, Jessica men

  • ROMANSA AGENSI : Pernikahan Kontrak Dengan Mr. Lee   Bab 16 - Mertua Menaruh Curiga

    Dari jendela besar yang mengelilingi restoran di lantai enam puluh tiga ini, mata pengunjung akan dimanjakan dengan pemandangan kepul awan tipis yang berarak. Jika mereka sedikit menurunkan pandangannya, mereka akan menemukan deretan gedung yang menjulang tak kalah tinggi di sekitar gedung hotel ini. Begitu juga dengan pemandangan hiruk pikuk kota Jakarta yang mulai padat. Mobil-mobil di bawah sana, hanya nampak sebesar ruas jari. Berjajar rapi membentuk garis lurus yang panjang tanpa akhir. Kontras dengan pemandangan kehidupan di kaki gedung ini, keluarga konglomerat bermarga Lee baru saja masuk ke dalam restoran. Langkah mereka dipimpin oleh Joanna yang berjalan paling depan. Di belakangnya, Marco dan Jessica mengekori. Para pelayan sudah berbaris rapi di pintu masuk, kompak membungkuk memberi salam hormat ketika langkah keluarga itu sudah mencapai bibir pintu restoran. Ini pertama kalinya Jessica memasuki area kelas naratama. Dimana sosok yang berasal dari kalangan menengah

  • ROMANSA AGENSI : Pernikahan Kontrak Dengan Mr. Lee   Bab 15 - Adiknya Marco

    “Jessica, bangun.” Seuntai kalimat itu mampir di telinga Jessica, namun kesadarannya belum pulih sempurna ketika dua kata yang keluar dari suara berat seseorang itu, kembali melantun lembut namun tetap terdengar tegas. “Jessica,” panggil suara itu lagi. Kali ini lebih menuntut. Jessica, masih berkelit dengan selimut tebal yang menutupi seluruh tubuhnya. Semakin lama dibiarkan matanya terpejam, semakin sulit lepas dari jeratan ranjang nyaman ini. Jessica baru bisa terlelap subuh tadi. Masih sempat berguling ke sana-kemari menguasai permukaan empuk ranjang itu. Sempat terlintas di pikirannya, jika ia berbaring dengan sosok yang ia cintai di sana, pasti malam itu akan terasa lebih istimewa. Sayangnya, itu hanya ilusi belaka. Nyatanya kini Jessica hidup di bawah kuasa seorang pria keturunan konglomerat. Menghamba pada sosok itu demi sebuah pembalasan dendam. Sedangkan, kesabaran Marco pagi ini hanya setipis tisu. “Jessica, bangunlah!” Suaranya lebih keras. Ia tarik sedikit selimut ya

  • ROMANSA AGENSI : Pernikahan Kontrak Dengan Mr. Lee   Bab 14 - Terlalu Agresif

    Debat panas tadi, cukup menguras emosi Jessica. Tak terasa waktu sudah beranjak pagi dan Jessica baru bisa merebahkan tubuhnya di ranjang. Matanya menatap langit-langit kamar yang kosong. Sekosong hati dan pikirannya saat ini. Kedua kaki Jessica menjuntai di sisi tempat tidur. Berayun pelan mengiringi gumaman merdu dari mulutnya. Ranjang empuk ini, adalah salah satu dari bagian mimpinya di masa depan. Hidup bergelimang harta tanpa perlu mengkhawatirkan hari esok adalah impian Jessica semenjak hidupnya berubah 180 derajat lima belas tahun lalu. Alih-alih sukses lewat jalannya sendiri, siapa sangka takdir menariknya ke dalam lingkar kehidupan yang semrawut. Jessica tumbuh dengan beban berat di pundaknya setelah ibunya, meninggal tepat setelah melahirkan Thania, adiknya. Sedang, sang Ayah, yang digadang-gadang menjadi garda terdepan, justru mengecewakan. Kecanduan main perempuan dan judi daring membuat Jessica kehilangan sosok orang tua satu-satunya. Masa kecil penuh beban menjadikan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status