Share

2. Tatapan Hina

“Hei! Kamu mengacaukan toko saya. Ganti rugi!”

“Saya bisa merapikannya tanpa perlu ganti rugi. Kayaknya gak ada yang rusak,” tolak Oceana dengan tegas.

Oceana yakin bahwa tidak ada barang yang perlu untuk diganti. Dirapikan seperti semula tidak akan ada yang rusak. Selain yakin akan hal itu, Oceana tidak memiliki uang yang cukup untuk mengganti barang-barang yang dijatuhkan oleh Bimo.

Satu spidol saja harganya ada yang lima ribu sampai sepuluh ribu. Sementara spidol dan yang lainnya ada sekitar ratusan buah. Jika dikalikan, itu bisa sampai jutaan.

Mana sanggup Oceana mengganti dengan harga segitu. Uang sakunya saja tidak sampai segitu. Dia hanya ibu rumah tangga yang mengantungkan penghasilan dengan suami. Jika suaminya mengetahui masalah ini, bisa tamat riwayatnya. Hal yang paling ditakuti adalah Kalvin bisa menyakiti Bimo.

Oceana masih bersikeras kalau dirinya tidak perlu mengganti rugi. Barang itu masih bagus dan layak untuk diperdagangkan. “Aku akan bertanggung jawab untuk membereskan kekacauan yang dilakukan temanku.”

“Tidak bisa gitu dong! Ibu sudah mengurangi nilai barang-barang toko ini."

“Dari mananya saya mengurangi nilai barang-barang? Barangnya jatuh tetapi tidak sampai pecah ataupun lecet!”

“Kalau ada yang hilang bagaimana?” tanyanya dengan kedua tangan di pinggang.

Oceana sempat terdiam. Ia juga tidak yakin harus bagaimana kalau ada yang hilang. Akan tetapi, ia meyakinkan karyawan toko bahwa tidak akan ada barang yang hilang. Lagian, bagaimana caranya menghitung barang itu sudah hilang atau tidak. Oceana juga bingung harus bagaimana.

“Sudah, gak usah suruh dia ganti rugi. Lagian dia masih mau bertanggung jawab. Kamu bakalan rugi. Wanita ini miskin, meminta tanggung jawab padanya hanya mempersulit keadaan,” ucap seorang ibu bersanggul dengan menggunakan pakaian seperti ibu sosialita. Mewah dan elegan, itulah yang bisa mendeskripsikan pakaiannya.

Nyai Arumi, panggilannya, menatap Oceana dari ujung kaki sampai ujung bawah. Penampilan Oceana yang kacau dengan rambut diikat asal-asalan, baju yang warnanya sudah memudar, membuat Oceana merasa dihina hanya melihat tatapannya yang mendominasi.

“Tapi, Buk? Dia me—“ ucapan karyawan toko itu terpotong saat mendapat sebilah tajam dari sorotan mata Nyai Arumi. Semua orang yang tinggal di daerah sini sudah tahu siapa dia. Dia adalah seorang janda kaya raya yang memiliki pengaruh yang sangat kuat di daerah perumahan.

Membicarakan hartanya saja tiada habis. Auranya yang mendominasi, tatapan yang mengimitasi, dan ucapan seperti panah beracun yang selalu tepat pada sasaran. Oceana tidak yakin, siapa yang bakalan berani melawannya.

“Heh! Bersihkan ini cepat sebelum aku berubah pikiran,” titah karyawan itu yang sebelumnya nada tingginya kini berubah menjadi pelan dengan raut wajah mengancam.

Ia lirik Nyai Arumi untuk memastikan dirinya tidak melakukan sesuatu yang keliru. Baginya, berurusan dengan orang yang berpengaruh itu sangat berisiko.

Setelah karyawan toko itu pergi, para kerumunan yang melihat situasi juga ikutan pergi setelah mendapatkan tatapan dari Nyai Arumi. Sementara Oceana masih diam di tempat sekaligus bingung harus bereaksi seperti apa. Dia sendiri merasa tidak nyaman menghadapi wanita yang sudah berkepala empat tersebut. Menjadi tetangganya saja sudah sangat memberatkan baginya.

“T-terimakasih, Nyai.”

“Sampai kapan kamu menampung anak idiot itu?”

Tidak salah dengarkah? Rasanya lebih sakit hati mendengar Bimo dihina daripada dirinya sendiri dihina. Oceana mengepal kedua tangannya dan mengatup rahangnya. Rasanya keangkuhan wanita ini terlalu sering dibiarkan sehingga ucapannya tidak dapat menyaring kata dengan benar.

“Dia tidak idiot! Dia adalah orang yang cerdas bahkan lebih dari Anda. Saya menghormati Anda sebagai orang yang lebih tua dari saya, akan tetapi bukan berarti saya terima atas hinaan tersebut!"

“Katakan padaku, apa yang kamu pertahankan dari pria itu? Apa dia saudaramu?” tanyanya dengan kedua tangannya dilipat di dada. “Bukan, kan? Tetapi mengapa kamu selalu bersamanya padahal kamu sudah bersuami. Betapa rendahnya dirimu! Hal yang paling menjijikkan bagiku adalah kalian satu atap.”

Sesak di dada terasa lebih padat tiap mendengar ucapannya yang sangat menusuk. “Tau apa Nyai tentang kami? Ada satu hal lain yang membuat saya tidak bisa membiarkan Bimo hidup sendiri. Dia tidak punya siapapun selain saya.”

“Alasan konyol! Kamu hanya memanfaatkannya saja. Membiarkan suamimu melampiaskan emosi kepadanya agar kamu bisa selamat.”

“Apa maksud perkataan, Nyai? Saya tidak pernah memanfaatkan Bimo. Aku murni menolongnya, kami sudah hidup bersama sejak kecil. Ya ... walaupun kami sempat berpisah, tetapi hubungan kami hanya sebatas saudara.”

“Apa kamu yakin soal itu? Bagaimana dengannya? Jangan terlalu percaya pada apa yang kamu lihat dan kamu yakini. Ada banyak hal yang belum kamu ketahui. Jangan terlalu bodoh sebagai wanita, itu hanya akan berubah madu menjadi racun dalam hidupmu.”

Ucapan terakhirnya yang begitu pahit melebihi rasa obat. Entah apa maksud dari perkataannya yang sangat sulit dipahami oleh Oceana.

Setelah meninggalkan ucapan yang menyakitkan, Nyai Arumi langsung meninggalkan Oceana. Jalannya yang anggun dengan dagu yang mendongak membuat semua orang paham betapa angkuhnya wanita tua itu.

Sementara Oceana kembali terdiam membeku. Mencoba mencerna tiap perkata yang diucapkan oleh Nyai Arumi. Apa yang salah pada dirinya yang ingin membantu Bimo. Dia tulus dan sangat menyayangi Bimo. Baginya, sebelum bertemu Kalvin, Bimo adalah bagian keluarga terpenting yang ia miliki.

Sikap Oceana yang suka memberontak di masa lalu, membuatnya tidak memiliki orang yang mau mengasuhnya. Sikap buruknya dulu menjadi berefek buruk padanya sekarang. Akan tetapi, ia tidak merasa menyesal akan semua itu. Sebab, dia memiliki Bimo di sisinya.

“Heh! Cepat beresin barang-barang itu dan rapikan seperti semula. Kalau tidak beresin secepatnya, saya bakal berubah pikiran dan meminta ganti rugi. Cepat!" Teriak karyawan toko yang tadi. Sikap tak berdaya di depan Nyai Arumi kembali berubah seperti semula. Berubah menjadi pria kasar dengan suara nyaringnya.

“Iya, iya. Cerewet kali jadi cowok!”

“Pengen ditampar ni cewek!”

Tangannya yang hendak menampar Oceana, tiba-tiba berhenti di udara karena merasa situasi sedang direkam oleh pembeli yang lain. Hal ini bisa menghancurkan karir karyawan tersebut apabila melanjutkan kekerasan pada Oceana.

Oceana merasa menang. Dunia sudah berubah. Sekarang, semua bisa direkam dan semua orang bisa tahu hanya sekali posting. Dia tersenyum lalu melanjutkan merapikan barang-barang yang berserakan.

Setelah keadaan bersih, karyawan tersebut masih menatap Oceana dengan tatapan yang buruk. Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya saja tatapannya sudah menjelaskan bahwa ada dendam yang kuat terhadap Oceana.

Oceana tidak peduli akan hal itu. Dia pun pergi keluar dari toko tersebut. Untung saja Bimo meninggalkan barang yang hendak dibeli, jadinya Oceana tahu barang mana yang harus dibayar.

Kini, ia tidak tahu Bimo pergi ke mana. Ia berharap bahwa pria itu tidak menimbulkan masalah lain lagi.

Helaan napas yang sangat dalam. Ia pun mencoba cek waktu di ponsel genggam. Saat melihat angka di ponsel, matanya langsung membelalak. Andrenalinnya langsung memacu. Ini gawat!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status