Share

1. Permintaan Ketiga

Mereka bukanlah sepasang kekasih dan juga bukan sedarah yang membuat mereka saling terikat. Mereka hanya pria dan perempuan yang saling bergantung satu sama lain. Dunia pun sulit untuk memahami hubungan mereka. Bagi wanita itu, dia adalah segalanya.

“Kamu mau beli apa, sih? Ini sudah dua jam kita berada di sini tapi mengapa tidak ada satu pun yang kamu pilih? Cuman pegang-lihat, pegang-liat doang sedari tadi,” ujarnya sambil mengekor  Bimo.

“Oceana tidak akan mengerti kalau aku jelaskan,” respon Bimo yang pandangannya masih sibuk mencari produk yang ia suka.

“Wah, kamu meremehkanku!”

“Oceana bodoh.”

“Kamu benar-benar menyebalkan!”

Oceana pun memutar bola matanya, ia akui dirinya tidak begitu mengerti soal seni lukis. Dalam bentuk seni lainnya, ia juga tidak mengerti. Jika tangannya disuruh untuk menari di atas kanvas atau kertas, percayalah, langit akan menyuruhnya berhenti untuk mencoba. Gambar yang buruk. Bimo selalu memarahinya soal itu.

“Sampai kapan kita di sini? Aku harus cepat berada di rumah sebelum Kalvin pulang!” keluh Oceana dengan wajahnya yang merengut. Akan tetapi, ia tetap saja diabaikan oleh Bimo yang masih sibuk dengan dunianya sendiri. “Kamu mau dia membunuh kita?!"

"Bunuh? Aah! Bimo tidak mau dibunuh, Bimo tidak mau dibunuh," ujarnya berulang kali sambil menutup telinga dan memutar badannya.

Oh My God, Oceana selalu saja mengucapkan kata-kata yang tidak harus diucapkan. Bimo tidak bisa mendengar kata-kata negatif, karena dia akan panik dan menimbulkan kegaduhan.

Kini, orang-orang memperhatikan mereka berdua. Ucapan Bimo akan mengundang kesalahpahaman.

"Oke, oke, tidak ada yang membunuh ataupun dibunuh. Itu hanya kiasan. Jangan panik Bimo. Tenang, plis!"

Oceana berusaha menenangkan Bimo. Dia memegang kuat bahu pria itu dengan kuat. Meskipun tubuhnya sedikit kurus, tetapi tenaga Bimo cukup kuat untuk bisa dikendalikan oleh Oceana.

"Bimo, aku mohon!"

"Tidak ada yang membunuh? Kalvin tidak membunuh kita?"

"Tidak! Makanya sekarang cepat kita pulang sebelum dia kembali."

Bimo yang kembali tenang itu, tidak merespon lagi ucapan Oceana. Ia malah pergi ke tempat rak lain untuk mencari apa yang diinginkannya.

"Ayolah! Sebanyak ini alat dan cat lukis, kenapa tidak satupun yang kamu sukai?”

Lagi dan lagi, pria ini masih mengabaikannya. Rasanya kedongkolan Oceana ingin meledak. Terkadang, kesabarannya sudah habis untuk menghadapi pria ini. Namun, ia juga tidak tega menyalahkan sikap Bimo sepenuhnya. Sebab, Bimo bukanlah pria biasa seperti pria pada umumnya.

Butuh kesabaran yang ekstra untuk menghadapinya.

Bimo memiliki kekurangan, tidak, dia orang spesial yang menjalani hidup dengan lingkungan yang selalu merendahkan dirinya. Padahal dia memiliki kelebihan yang luar biasa yang tentunya tidak dimiliki oleh orang lain kebanyakan.

Hanya saja, mereka tidak pernah melihat hal itu dari Bimo karena mereka hanya melihat Bimo sebagai seseorang yang memiliki kekurangan yang menderita asperger syndrome atau lebih dikenal gangguan sprektrum autisme. Yang mana gangguan ini merupakan gangguan sistem saraf yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berkomunikasi, bereskpresi, merespon dan berinteraksi dengan orang lain.

Meskipun begitu, Oceana tidak pernah melihat adanya kekurangan di dalam diri Bimo. Di luar, ia memang terlihat bodoh tetapi nyatanya ia sangat pintar.

 “Oceana, Bimo boleh mengambil yang ini?” tanya Bimo yang akhirnya membuyarkan lamunan Oceana yang sedari tadi menatap lelaki manis itu.

“Tentu saja, kamu boleh mengambil ini.”

Bibir berkata boleh dengan mudahnya, tetapi hati terasa berat saat melihat harga yang lumayan mahal. Oceana berharap Bimo tidak terlalu banyak membeli barang yang diinginkannya. Uang yang sengaja ia tabung untuk hadiah Bimo, hanya cukup untuk membeli tiga barang dengan harga yang murah. Ingin mengatakan menyesal, tapi terlanjur tidak bisa.

Hari ini, ulang tahunnya Bimo, Oceana harus ikhlas membelikan barang-barang yang diinginkan temannya sedari dulu. Hanya saja, wanita itu tidak pernah menyangka kalau harga peralatan menggambar ini sangat mahal.

“Bimo, jangan banyak-banyak, ya! Uangku tidak banyak. Kalvin belum beri aku uang saku dua bulan ini," mohon Oceana sambil mengikuti Bimo dari belakang yang sudah berpindah tempat. Ia pergi ke arah rak yang dipenuhi spidol, pensil warna dan pensil berbagai ukuran. “Bimo! Kamu dengar aku nggak, sih?”

“Satu lagi?” minta Bimo lagi sambil mengancungkan jari telunjuknya.

“Kamu sudah membeli satu set pewarna cat dan juga kanvas, itu harganya nggak murah.”

“J-jadi, Oceana tidak mau?”

Oceana menghela napasnya. Hatinya tidak tega tiap melihat wajah Bimo dengan matanya yang bulat cantik seperti mata kucing yang sedang memelas. Namun, ia juga tidak bisa menuruti  keinginan Bimo. Uang yang ia tabung untuk membeli kado Bimo sudah kurang, seharusnya ia tidak memilih cara seperti ini—membebaskan Bimo membeli apa saja. Akan tetapi, ia juga tidak mengerti mengenai hal ini jika ia beli sendiri. Serba salah.

“Lain kali, kalau aku punya uang lebih, kita beli lagi. Oke?”

“B-baiklah.” .

“Aku minta maaf. Untuk sekarang, ini saja yang kita beli, ya?”

Bimo mengangguk lalu pergi meninggalkan Oceana begitu saja. Dia berjalan sambil membawa dua barang belanjaan yang ia pilih selama dua jam lebih.

Oceana memutar bola matanya, lalu hendak menyusul Bimo. Akan tetapi, pria itu memutar badannya dan kembali berjalan ke arah Oceana. Terlihat ingin mengatakan sesuatu, tetapi ragu untuk mengatakannya. Ia melihat ke arah lantai, bersikap tidak tenang.

“Bimo, aku tidak mengizinkan kamu mengambil satu hadiah lagi!” peringat Oceana dengan mempertegaskan kata ‘tidak mengizinkan’ agar Bimo dapat mengerti maksudnya.

“B-bukan begitu. Seperti di film aladdin, dia diberi tiga permintaan oleh Jin.”

“Kamu masih bersikeras meminta tiga hadiah?! Lagipula, aku ini bukan Jin!”

“Tetap saja, aku ingin satu permintaan lagi,” ucap Bimo yang semakin tidak tenang. Dia berputar mengelilingi satu rak dan ke arah kiri dan kanan.

“Uang untuk hadiah kamu tidak cukup. Sisa uang yang aku punya ini untuk makan kita sehari-hari, kalau Kalvin tahu uangnya tidak ada, ia akan marah.”

Bimo yang berdiri di balik rak, ia kembali memutari rak tersebut dan berdiri tepat di hadapan Oceana. “O-oceana tidak perlu takut dimarahi Kalvin lagi.” Jelas Bimo sambil menggaruk keningnya, lalu ia melanjutkan, “karena permintaan ketiga Bimo cuman minta Oceana pergi dari rumah itu.”

“Jangan lagi meminta permintaan aneh itu!”

“B-bimo tidak mau pulang! Kita kabur saja. Ayo kabur!”

“Hentikan Bimo!”

“Bimo mau kabur, Bimo mau kabur, Bimo mau kabur!"

Oceana tidak tahan lagi dengan sikap Bimo. Padahal sudah puluhan kali Oceana menekan Bimo untuk tidak pernah berpikiran seperti itu lagi. Ia yakin bahwa situasi dapat berubah seperti dulu lagi. 

“Hentikan, Bimo! Jika kamu ingin kabur, kabur saja sendiri. Aku tidak akan pernah meninggalkan suamiku!”

Ucapan Oceana membuat hati Bimo terluka. Ia menjadi semakin tidak tenang dan mengamuk. “B-bimo hanya ingin menyelamatkan Oceana. Bimo tidak bisa jauh dari Oceana. Tidak bisa!”

“Seharusnya aku tidak pernah menampung kamu di rumahku!”

Oceana yang masih kalut dengan emosinya, tidak sadar dirinya telah mengatakan kata-kata yang membuat Bimo semakin marah hingga sulit untuk dikontrol. Pria yang umurnya dua tahun lebih muda dari Oceana, mulai berteriak kencang dan menyebut Oceana 'jahat' berulang kali. Ia memutari Oceana sambil memukul kepalanya.

Oceana menjadi panik karena telah membuat Bimo kehilangan kontrolnya. Rasanya ia ingin menangis dan menghilang saja dari tempat itu. “Aku mohon berhenti! Jangan membuatku semakin kesulitan, Bimo!”

Bimo berteriak karena mendengar suara berisik yang ia timbulkan sendiri, lalu pergi berlari ke luar toko meninggalkan Oceana begitu saja. Melewati berbagai manusia yang sedang mengerumuni dan saling berbisik mempertanyakan situasi yang terjadi.

Hati Oceana semakin kesal melihat Bimo pergi meninggalkannya begitu saja tanpa bertanggung jawab setelah mengacaukan toko buku.

“Hei, kau!”

Oceana terkejut mendengar suara teriakan salah satu karyawan toko. Ia melihat ke arah pria itu menunjuk jari telunjuknya ke arah dirinya. Hal itu semakin menyita perhatian banyak orang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status