Share

Bab 7

Penulis: UmiPutri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-30 12:24:17

"Apa yang sedang kamu pikirkan?"

Tubuh Zahra berjengit ketika mendengar suara baritone itu tepat di telinganya.

Dia langsung menoleh dan menemukan Nazar telah berada di belakangnya, dengan tubuh yang sudah lebih segar dan harum sabun, juga pakaian santai yang berbeda.

"Oh, ini ...." Zahra menunjuk sebuah foto di mana keheranan kembali menghantuinya. "Katanya Mas hanya karyawan, kenapa bisa foto sama mereka?"

"Waktu itu disuruh ikut." Nazar menjawab dengan singkat. "Perutku sudah lapar, ayo kita makan." Setelahnya, dia langsung menarik tangan Zahra menuju tempat makan.

"Silakan tuan," pelayan itu kembali membungkuk badannya hormat.

"Silakan nyonya Al Ghazali." salah seorang pelayan menarik kursi yang ada di samping Nazar. 

Zahra yang belum terbiasa diperlakukan bak ratu masih melongo mendapati perlakuan istimewa seperti ini.

Satu orang pelayan membalikkan piring, tapi ketika tangan pelayan hendak mengambil makanan. Nazar langsung menahan tangan pelayan itu.

"Biarkan istri saya yang melayani," ucap Nazar sambil melihat ke arah Zahra.

Kemudian, dengan tangan gemetar dan jantung yang berdetak lebih cepat ... Zahra melayani sang suami. Dia mengambilkan lauk-pauk yang ada di meja makan untuk ditaruh di piring sang suami.

Lalu, ketika Zahra baru akan menyendok untuk dirinya sendiri, Nazar lebih dulu melakukan hal yang sama seperti yang tadi istrinya lakukan.

"Makan yang banyak. Sedari tadi aku lihat, belum ada makanan yang masuk ke perutmu." Lelaki itu berkata dengan penuh perhatian, membuat wajah Zahra memerah seperti tomat.

Perlakuan Nazar yang begitu perhatian nyatanya tak berhenti sampai sana. Usai makan, Nazar kembali mengajaknya ke kamar.

Lelaki itu berjalan menuju walk in closet, dan kembali ke arah Zahra dengan membawa sebuah kotak yang tampak seperti kotak perhiasan.

"Apa itu, Mas?" tanya Zahra.

"Buka saja. Ini buatmu." Nazar menyerahkan kotak beludru merah itu ke arah Zahra.

Dengan ragu-ragu, Zahra membukanya dan memelotot begitu menemukan isi kotak tersebut benar-benar sebuah perhiasan.

Tidak hanya satu, tetapi satu set lengkap dengan kilauan yang begitu menyilaukan mata.

"I-ini ... Perhiasan ini--" Saking terkejutnya Zahra, dia bahkan kesulitan untuk bertanya, dari mana sang suami yang katanya hanya pemulung, juga merangkap penjaga rumah ini bisa memiliki perhiasan seperti ini?

Sebab, meski bukan penggemar perhiasan, Zahra tahu jika perhiasan ini bukanlah perhiasan murah. 

"Pakailah." Nazar kemudian mengambil sebuah gelang, dan memakaikannya dengan lembut di pergelangan tangan sang istri.

Perlakuan lembut Nazar padanya benar-benar membuat Zahra begitu terhanyut. Tubuhnya bahkan seakan tidak punya tulang, beruntung dia sedikit bersandar pada ujung ranjangnya yang cukup tinggi.

"Semua yang ada di kamar ini adalah milikmu," tambah Nazar, menunjuk ke segala penjuru kamar. "Coba kamu buka semua lemari itu ... Semua barang-barang itu sudah disiapkan untukmu."

Saking terkejutnya Zahra, dia sampai tidak bisa berkata-kata selain menganggukkan kepalanya.

Nazar tersenyum, kemudian lelaki itu membelai lembut kepala Zahra. Wajah Zahra terlihat memerah bak kepiting rebus, jarak wajah keduanya hanya hanya beberapa inci saja, sampai napas hangat Nazar terasa di pipi Zahra menimbulkan gelayar aneh di sekujur tubuhnya.

Dengan lembut, gadis itu kemudian dipimpin Nazar untuk berbaring di ranjang king size mereka. 

‘Apakah, dia akan meminta haknya malam ini?’ Zahra menahan napas sejenak.

"Tidurlah dulu. Aku ada sedikit pekerjaan."

Hanya itu, yah, hanya itu saja yang Nazar ucapkan setelah membuat khayalan Zahra terbang setinggi langit dan berakhir kecewa. ‘Malunya aku, apa yang aku harapkan?’ batin Zahra langsung menarik selimut dan menyembunyikan tubuhnya.

Dan, tentu saja ... Selepas Nazar pergi, mata Zahra tidak kunjung bisa terpejam. Semakin banyak kejanggalan yang dia temukan di diri sang suami, tetapi dia bingung bagaimana bertanya hal tersebut pada sang suami yang terus mengelak belum lagi sikap malu-malu bak abg yang baru saja dia lakukan. Sungguh ingin Zahra menggali lubang sedalam-dalamnya dan mengubur diri.

“Argh, sial, aku tidak bisa tidur!” Zahra menendang selimut lalu gegas bangkit berdiri.

Dia keluar kamar lalu menyusuri lorong yang remang. “Nazar.” Zahra memanggil, tapi tidak ada sambutan. “Pekerjaan apa yang sedang dia lakukan sebenarnya?” Wanita itu menuruni anak tangga, terus mencari keberadaan sang suami … hingga samar mendengar suara bariton di luar rumah.

“Kamu yakin tentang itu?”

Suara Nazar tertangkap pendengaran Zahra, wanita itu mempercepat langkah untuk bisa sampai ke pintu.

“Saya yakin, Tuan.” Entah suara siapa kali ini yang terdengar. 

“Ayo pergi untuk melihat!”

Namun, baru saja Zahra sampai di pintu depan, derum mobil berbunyi dan terlihat meninggalkan pekarangan rumah mewah itu.

“Mas Nazar!” teriak Zahra untuk kesekian kali memanggil sang suami. “Argh! Apa yang sebenarnya terjadi dengan semua keanehan ini. Apa yang mereka bicarakan?” Zahra berbicara sendiri tanpa ada yang menjawab. Kepalanya berdenyut nyeri, terlalu lelah untuk memikirkan hal lain, hingga akhirnya menyerah dan memutuskan kembali ke kamar.

Saat bangun pagi, Zahra melebarkan mata terkejut melihat tangan suaminya, berada di pinggang. Zahra menoleh ke arah wajah sang suami. Wajah tampan itu terlihat begitu nyenyak tertidur. “Pukul berapa dia pulang semalam?” tanya Zahra.

Niatnya, Zahra akan menginterogasi suaminya saat di pagi hari, perihal kepergiannya semalam. Sayang, kini melihat sang suami kelelahan…dia jadi tidak tega membangunkan semuanya. Kemudian Zahra bergegas ke dapur, sambil menunggu sang suami, dia berencana membuat sarapan. Meskipun kemampuannya memasak tidak terlalu memuaskan. Zahra ingin sedikit membuat kejutan.

Tiba di dapur, para pelayan terlihat sedang sibuk. Salah seorang pelayan menoleh ke arah Zahra.

“Selamat pagi Nyonya Al,” pelayan itu langsung membukukan badannya diikuti oleh pelayan lain.

“Apa yang kalian lakukan? Mengapa kalian hormat seperti itu?”

Para pelayan itu hanya terdiam saling pandang kemudian berpencar kembali mengerjakan tugas masing-masing. Tanpa berkomentar, sungguh Zahra diabaikan begitu saja.

Zahra memijat kening lalu menghela napas. “Saya mau membuat sarapan pagi buat—” ucap Zahra sambil berjalan.

“Tidak usah Nyonya, nanti saya ditegur Tuan—” sambar salah seorang karyawan sambil menundukkan kepalanya.

Zahra kembali terkejut. ‘Kenapa mereka melarang aku?’ Zahra berdecak, dia menyilangkan tangan bersedekap menatap tajam pelayan yang melarang dia memasak. 

“Aku sudah memikirkan banyak kejadian janggal. Jangan membodohiku lagi. Katakan siapa sebenarnya suamiku, aku diberi kamar paling mewah, dan apa rumah ini benar milik suamiku?” 

“Iya, Nyonya, itu—”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rahasia Besar Suami Pemulung    Bab 167

    setelah kejadian itu, Nazar kondisinya semakin membaik. Zia tidak berani lagi menampakan wajahnya di rumah Zahra, barang-barang Zia diantar ke rumah Ahmad sama Pak Karni. "besok ikut sama mas," ucap Nazar setelah makan malam. Zahra mengganggukan kepalanya, karena mulutnya sedang penuh dengan makanan. keesokan harinya Zahra terlihat sangat cantik sekali, Dia memakai gaun dengan perhiasan yang sederhana tapi terlihat Elegan. Nazar berkali-kali mencium pipi istrinya. "ayah sama ibu langsung datang ya mas," ucap Zahra saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan. Ahmad dan Hanum diundang ke acara ulang tahun perusahaan di mana tempat Zahra dulu bekerja. ternyata perusahaan itu milik Nazar. Nazar sengaja mengundang kedua orang tua Zahra ke acara ulang tahun perusahaan itu. "ayah, bukannya perusahaan ini tempat dulu Zahra bekerja ya?" tanya Hanum sedikit heran. "iya, kenapa Kita diundang ke perusahaan ini ya?" Ahmad malah balik bertanya. "aduh Ibu juga kurang paha

  • Rahasia Besar Suami Pemulung    Bab 166

    Zia benar-benar kesal sekali, karena selalu gagal menjebak Nazar kakak iparnya. Zia ingin memiliki Nazar dan menyingkirkan kakak sendiri. dirinya sudah bercerai dengan Dilan, karena Dilan saat ini benar-benar bangkrut, dan hidup bersama kedua orang tuanya. malah Nazar semakin terlihat lengket sama Zahra. Nazar sering memamerkan kemesraan dengan Zahra, di depan semua penghuni rumah termasuk Zia.bibir Zia selalu tersenyum sinis, melihat kemesraan antara Nazar dan Zahra. Zia semakin iri hati sama kakaknya sendiri. "mas, bolehkan aku bertemu dengan teman-teman?" tanya Zahra meminta izin sama suaminya untuk bertemu dengan Sinta dan Nita. Nazar mengganggukan kepalanya, jari-jari tangannya masih terlihat lincah dia mengetik huruf yang ada di laptop. cup.... Zahra mengecup pipi Nazar dengan mesra.jam 04.00 sore, Zahra sudah nangkring di depan kantor tempat Shinta dan Nita bekerja. rupanya Zahra sengaja menjemput temannya itu ke kantor. rencananya mereka akan pergi ke sebuah restoran sa

  • Rahasia Besar Suami Pemulung    Bab 165

    Zia langsung berlari naik ke lantai atas, dia masih terisak menangis, Zia benar-benar seorang artis drama Korea. Zahra menghembuskan nafasnya secara kasar, adiknya sudah keterlaluan. sampai-sampai masuk ke dalam kamar pribadinya. "Maafkan Aku," ucap Zahra lalu berjalan dan masuk ke dalam kamar, diikuti Nazar dari belakang. Zahra duduk di atas tempat tidur, air matanya mengalir di pipi, matanya terpejam. hati dia sebenarnya tidak tega memarahi adiknya. tapi harus bagaimana lagi Zia benar-benar keterlaluan. mata Zahra menangkap laci meja riasnya terbuka. Nazar yang baru masuk ke dalam kamar menautkan kedua alisnya melihat Zahra berjalan ke arah meja rias. "yang, ada apa?" tanya Nazar. Zahra tidak menjawab, lalu memeriksa lagi yang sudah terbuka. mata Zahra langsung memeriksa isi laci meja rias itu. tangannya sedang memeriksa barang yang ada di laci meja itu. terdengar suara ketukan pintu kamar. "siapa?" tanya Nazar. "saya tuan," rupanya Mbok Minah yang ada di luar kamar.

  • Rahasia Besar Suami Pemulung    Bab 164

    "saudara Fatih, Anda dinyatakan bersalah, Anda dihukum seumur hidup," hakim langsung mengetuk palu, setelah memberikan keputusan buat Fatih. Fatih terdiam saja sambil menundukkan kepalanya, dia tidak mau naik banding atau apapun. dia akan menjalani hukuman ini dengan ikhlas. percuma saja ada pengacara juga, kalau toh akhirnya dia masih tetap dihukum. Nazar dan Zahra bernapas dengan lega, karena Fatih dihukum sesuai keinginan Nazar. Fatih langsung digiring ke mobil tahanan, tidak berniat sedikitpun untuk mendekati Nazar atau Mirna yang datang bersama Pakde Seno. Lukman datang seorang seorang diri, duduk di samping Nazar, matanya terpejam saat mendengar keputusan dari hakim tadi. rasa perih dan lupa di bisa digambarkan dari ekspresi wajahnya. "ya Allah, tolong kuatkan Fatih jaga selalu anakku ya Allah, hanya itulah yang hamba bisa doakan," gumam Lukman dalam hati. Mirna langsung memeluk k Pakde Seno, hatinya merasa sakit, anak kesayangannya divonis seumur hidup di balik jeruji

  • Rahasia Besar Suami Pemulung    Bab 163

    "dasar pelayan tidak tahu diri! kenapa harus ikut makan bersama di meja makan ini" Zia terus saja ngomel-ngomel di dalam hatinya. Nazar serta yang lainnya terlihat santai menikmati makan malam. bahkan Zahra sesekali bercanda dengan adik iparnya. selesai makan, Naima langsung masuk ke kamarnya. begitu pula dengan Nazar dan Zahra.sedangkan Zia sejak tadi sudah terlebih dahulu naik ke lantai atas, mungkin karena hatinya kesal."besok Mas mau ke kantor polisi, Mas mau lihat keadaan Fatih. katanya persidangan Fatih baru minggu depan digelar," ucap Nazar."baiklah Mas," tapi jawaban Zahra terlihat dingin. Nazar merasa ada yang sedang dipikirkan sama Zahra."Kamu kenapa sih sayang?" tanya Nazar. "mas, aku kan keluar kerja, terus bagaimana dengan hidupku?" tanya Zahra seperti orang kebingungan. Nazar kaget mendengar jawaban istrinya, karena merasa aneh di telinga Nazar. "maksud kamu apa sih sayang? ya tidak apa-apa keluar kerja juga, toh, aku masih bisa menafkahi kamu.""tapi....." waj

  • Rahasia Besar Suami Pemulung    Bab 162

    "kenapa kak? kok malah membentak aku. Aku kan tanya dia itu siapa," tanya Zia sama Zahra. Zahra rasanya tidak punya muka lagi di depan keluarga suaminya, itu semua karena tingkah Zia yang sangat memalukan itu. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Zia sama Naima dengan tatapan mata menyelidiki.Sari datang sambil membawakan pesanan Naima, siomay yang sudah dikasih bumbu. "non Naima, ini siomaynya," ucap Sari sambil meletakkan piring siomay di depan Naima."terima kasih Bik Sari," ucap Naima."Kak Zahra mau?" tanya Naima, yang tidak menghiraukan pertanyaan Zia."terima kasih," jawab Zahra singkat, Karena hati Zahra masih kesal dengan tingkah Zia.Naima langsung memasukkan potongan siomay ikut dalam mulutnya. Zia menatap Naima dengan tatapan tak suka. "hei! kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku!" Zia membentak Naima, karena merasa jengkel, Naima tidak menjawab pertanyaannya. "Zia! jaga sikap kamu! kamu ingin tahu siapa dia!" malah Zahra yang terlihat emosi. "dia adik mas Nazar, pa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status