Namun, tiba-tiba tanpa sengaja Saryn mendapatkan petunjuk dan kenyataan itu kini membuat hati Saryn semakin cemas. Dia melihat sebuah baliho besar bergambar piramida, dari situlah Saryn sadar bahwa dirinya sedang berada di Mesir. Pantas saja ia tidak memahami semua tulisan di sana karena semuanya ditulis dalam bahasa Arab.
“Bodoh sekali, kenapa Aku baru sadar sekarang!” Saryn berkata pada dirinya sendiri.
Saryn menoleh ke kiri dan menemukan Arga yang sedang mengetik sesuatu di ponselnya. Dia mencoba mengintip karena ingin tahu apa yang Arga ketik, tapi benda berwarna emas mengkilap yang menyembul di samping pinggang Arga membuat Saryn duduk kembali di kursinya.
“Kenapa Dia selalu membawa senjata bodoh itu?” Gumam Saryn sambil menutup kelopak matanya, menggosok wajahnya menggunakan telapak tan
Saat menuju ke pintu tadi Saryn masih sempat terbesit pikiran tentang siapa Arga, dan kenapa Arga melakukan semuanya kepadanya, ingin Saryn berontak dan berteriak namun Saryn sadar jika dia tidak mungkin bisa. Dengan terisak dan menangis Saryn mencoba untuk menata hatinya, gadis itu kini mengumpulkan semua serpihan kekuatan hatinya yang tadi sempat muncul saat dia menggoda Arga di dalam jet pribadi yang dinaiki. Setelah puas menangis dan berangsur tenang, Saryn mencoba untuk bangkit, dia berhasil berdiri namun kakinya goyah karena energi yang sudah hampir terkuras saat dia menggedor pintu dengan menangis dan berteriak-teriak seperti orang gila. “Aku benci dengan apa yang sudah kamu lakukan kepadaku ini Arga!” Saryn berteriak dengan airmata masih menggenangi kelopak matanya yang indah.
“Nona? Nona?” sebuah panggilan membangunkan Saryn dari tidurnya, seketika Saryn tersentak dan berusaha bangkit dari tempat tidur karena merasa terkejut dan tentu saja dia merasa khawatir. Saryn berusaha mengusir rasa kantuknya dengan menggosok-gosokan jarinya di kedua kelopak matanya yang terpejam. Setelah itu Saryn mencoba untuk mencari asal suara yang tadi membangunkan dirinya. Saryn kembali melihat sosok pelayan yang membawanya ke tempat itu di saat mereka tiba di sana, Wanita yang dipanggil Whitney oleh Arga itu kini sedang berdiri di dekat tiang ranjang Saryn dengan memegang nampan dan menatap Saryn tanpa ekspresi. Dari fisiknya Saryn memperkirakan usia wanita itu pasti sekitar setengah abad, sungguh menegangkan melihat wanita seperti Whitney karena seolah tidak menunjukkan emosi apapun, berbeda dengan miss Ririn yang sangat penyayang dan lembut kepada S
“Tolong buka pintunya!” Saryn kembali berteriak, “Apa ada orang yang bisa mendengarku?! Tolong keluarkan aku dari sini!” Saryn masih berteriak meracau seakan dirinya benar-benar akan mati jika terus berada disana. Saryn masih saja terus menggedor-gedor pintu ruangan itu dengan begitu keras, kadang dia sampai merasakan sakit di tangannya karena terlalu keras dia memukul pintu dengan pinggiran genggamannya. “Hei! Adakah seseorang disana?! Cepat keluarkan aku dari sini!!” Saryn masih saja berteriak sekeras-kerasnya. Dengan sengaja Saryn menggedor pintu di ruangan itu dengan harapan setidaknya jika ada orang diluar dia akan merasa terganggu dengan perilaku Saryn. Saryn berpikir jika saja ada orang diluar pasti dia akan kesal dan segera
“Jangan lupa! Adikmu masih ada ditanganku! dengan satu kali telepon kepada Mady, Adikmu akan menyusul kedua orang tuamu!”Arga mencoba untuk mengancam Saryn yang dirasa sudah mencoba untuk berontak, dengan sedikit mendorong tubuh Sary kebelakang Arga mencoba untuk membuat Saryn menurut kepadanya dan berada di genggamannya.Ini bukanlah Arga, Dia bukanlah orang yang mau mengancam seorang wanita, namun Arga terpaksa seperti ini karena suatu alasan, Jika di ingat semuanya berjalan lancar sampai saat Arga mengenalkan Saryn kepada seluruh karyawan di kantornya, namun begitu mereka pulang dan Saryn berada di ayunan bersama dengan Miss Ririn, entah apa yang dilakukan Arga di dalam Mansionnya sampai saat Saryn masuk dan mencoba untuk berontak kepada Arga pertama kali.
“Ingat, kamu berada disini karena diriku,” Arga berkata dengan mengucapkan setiap katanya secara terpisah seolah Arga ingin Agar Saryn meresapi setiap kata yang dia ucapkan dan berharap Saryn tidak protes kembali kepadanya.“Satu lagi, jangan lupa aku bisa melakukan apapun di luar perkiraanmu. Kamu seharusnya cukup senang dengan masih hidup dan dapat menghirup udara dengan bebas. Kecuali kau ingin aku memerintahkan anak buahku agar kau dikurung di bawah tanah dengan tanpa diberi makan agar kau mati kelaparan.”Kata-kata yang dilontarkan oleh Arga cukup untuk membuat Saryn bergetar karena merasa ketakutan.“Me– Memang kau pikir siapa Dirimu?!” saryn dengan terbatah-batah mencoba untuk protes kepada Arga yang masih membelakangi Saryn seolah Arga menganggap Saryn tidak pa
***Saryn terbaring di tempat tidurnya, kini dia begitu lelap, seolah begitu lelah. Sampai pada saat, ada suara gebrakan dari arah luar.“Ada apa sih?” ucap Saryn yang kini sedang mencoba untuk tetap terduduk di tempat tidurnya, dengan menggosok-gosok matanya yang seolah masih lengket menyatu karena rasa kantuk.Suara Teriakan dari Luar terdengar, membuat Saryn bertanya-tanya. “Ada apa? Apa yang sudah terjadi, kenapa mereka terdengar begitu ….”Belum selesai Saryn berbicara kepada dirinya sendiri, suara gebrakan kembali terdengar dari luar bahkan teriakan juga semakin kencang terdengar mengikuti, “Diam!”Saryn mencoba untuk menarik knop pintu, beg
Kini dalam kamar, Saryn bersandar di pintu dengan menahan dag dig dug di hatinya.Dengan satu tangan menyentuh dadanya, Saryn berkata dalam hatinya, “Kenapa lagi ini?”Saryn juga kini berpikir, bukankah ini jauh dari rumah Arga, namun kenapa semua orang masih saja takut kepadanya.Bahkan jika di lihat lagi, orang yang tadi menahannya itu memiliki badan lebih besar dari Arga, lebih berotot, bukanlah sesuatu yang sulit untuk menjatuhkan Arga dengan sekali banting.Lantas kenapa laki-laki itu takut sekali kepada Arga, bahkan seolah-olah akan kencing dicelana saat dirinya melihat Arga marah kepadanya.
“Halo dimana kamu?” sebuah pertanyaan dilayangkan oleh lawan bicara Arga disaat Arga menjawab telepon yang masuk ke ponselnya tadi.“Ada apa kau menelponku?” Arga bertanya, seolah kini dia sedikit berbeda dengan cara tuturnya kepada beberapa yang yang sempat ditemui Arga belum lama ini.“Apa itu cara bicara yang benar kepada Ibumu?” Ibu Arga begitu terdengar emosi saat dari awal dirinya menelepon Arga.“Sudah, aku tidak punya banyak waktu. Bilang saja apa mau Ibu.” Arga begitu tegas menanggapi ibunya karena seolah-olah Arga sudah punya firasat bahwa Ibunya akan menanyakan sesuatu.Seketika suasana hening untuk beberapa saat, setelah itu ibu Arga kembali bertanya kepada Arga.