Share

Bab 11

Sekali lagi, Bayu memandang lukisan yang baru saja selesai dibuatnya. Terlukis cahaya kemerahan yang diakibatkan oleh tenggelamnya sang mentari di ufuk barat. Setelah merasa puas memandangi hasil karyanya, Bayu bergegas merapikan alat lukisnya. Hari ini hanya Bayu yang ada di galeri. Shinta sudah pulang sejak tadi siang karena harus menemani ibunya yang sedang tidak enak badan.

Setelah mengunci pintu galeri, dengan perlahan Bayu melangkah menuju sepeda motornya yang terparkir di pojokan galeri tersebut. Bayu tidak langsung mengendarai motornya menuju rumah. Ia bermaksud mampir ke rumah Shinta untuk membesuk ibu Shinta yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri.

Bayu menyusuri jalanan di depannya dengan ditemani oleh suara jangkrik. Jalan di depannya tampak gelap. Tidak ada lampu penerang jalan. Lampu penerang jalan hanya ada di sekitar jalan utama. Bagi Bayu, itu bukan masalah. Ia sudah cukup mampu melihat jalan di depannya dengan lampu kendaraannya sendiri. Lagi pula, jalan ini sudah sering dilewatinya. Setelah matahari terbenam, sudah dapat dipastikan bahwa tidak akan ada orang yang melintasi jalan ini. Apalagi dengan berjalan kaki. Tidak mungkin!

Bayu berulang kali mengedipkan kedua matanya ketika dilihatnya ada sosok berambut acak-acakan yang berjalan dari arah berlawanan. Mendekat ke arahnya. Samar-samar, Bayu bahkan mendengar suara tangis dari sosok tersebut. Bulu kuduknya langsung berdiri.

Bayu mempercepat laju motornya. Sosok itu semakin dekat dengannya. Bayu berusaha mempertajam penglihatan. Sadar bahwa jarak mereka kini semakin dekat, Bayu segera mengerem motornya. Kini, sosok itu hanya berjarak satu langkah di depan motornya.

Bayu memerhatikan sosok itu dari atas hingga ke bawah. Rambutnya yang panjang tampak acak-acakan. Kemejanya yang berwarna putih dipenuhi dengan noda lumpur. Sosok itu memakai celana panjang yang robek di bagian lututnya. Sepatunya berwarna merah di bagian kiri dan cokelat di bagian kanan. Daripada menakutkan, sosok di hadapannya lebih terlihat menyedihkan. Sangat menyedihkan.

Bayu merasakan ada sesuatu yang menggelitik hidungnya. Ia mengernyitkan kening.

Dari mana sumber dari bau ini?” batinnya.

“Ekhem,” Bayu berdeham. Bingung dengan situasi yang sedang dihadapinya.

Bayu hendak membuka mulutnya ketika tiba-tiba sosok di depannya itu mengeluarkan suara nyaring.

“HHUUUUUUAAAAAAAAA…..”

Bayu terkesiap. Ia semakin bingung. Sosok gadis remaja di depannya itu tiba-tiba menangis dengan keras.

“Te..tenang…lah…” kata Bayu. “Aku bukan orang jahat,” lanjutnya.

Sosok itu pun berusaha untuk meredam tangisnya.

“Apa kamu tersesat?” tanya Bayu lagi.

Sosok itu diam sesaat, namun tiba-tiba mulai terisak kembali.

***

Matahari telah terbenam. Kegelapan menyelimuti Natasya. Tidak ada penerangan di sekitarnya. Ponselnya sudah lama mati karena kehabisan daya. Ia pun tidak dapat melihat jalan di depannya dengan jelas. Hal itulah yang menyebabkannya tadi terjatuh di tanah berlumpur. Rasa pegal menjalari seluruh badannya. Bagaimana tidak? Sejak tadi ia harus berjalan jauh sambil menggendong ransel serta menyeret kopernya. Lama-kelamaan, rasa pegal itu pun berganti dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Natasya sudah tidak kuat lagi untuk berjalan. Lututnya terluka. Sakit. Ia tidak dapat menghentikan air mata yang mengalir di pipinya. Ia pun mulai terisak.

Matanya tiba-tiba disilaukan oleh sesuatu yang bergerak dengan cepat dari arah depan. Akhirnya, ia bertemu dengan seseorang!

Natasya tidak dapat menyembunyikan rasa harunya. “HHUUUUUUAAAAAAAAA…..” tangis Natasya.

“Te..tenang…lah…” kata orang di hadapannya. “Aku bukan orang jahat.”

Natasya berusaha untuk menghentikan tangisnya. Ia tidak ingin calon penyelamatnya itu salah paham dan meninggalkannya sendirian. Natasya hanya merasa terharu karena pada akhirnya ia bertemu dengan seseorang yang dapat menyelamatkannya dari tempat yang sangat asing ini.

 “Apa kamu tersesat?” tanya orang itu lagi.

Natasya terdiam. Ia teringat bahwa ia telah berjalan tanpa arah selama berjam-jam. Ia pun mulai terisak lagi.

Orang di hadapannya semakin salah tingkah. Natasya mendekatinya. “Tolong…”

Semenit kemudian, Natasya sudah ada di atas motor orang tersebut. Dengan sedikit kerepotan, ia memegang kopernya. Ranselnya ia percayakan pada orang tersebut. Mereka pun menyusuri jalan gelap itu menuju sebuah rumah yang letaknya tidak jauh.

“Masuklah…” kata orang itu.

Natasya bergegas masuk sambil membawa barang-barangnya.

Natasya mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru rumah tersebut. Rumah sederhana itu terlihat cukup rapi.

“Ini rumahmu?” tanya Natasya.

“Iya.”

“Kamu tinggal… sendiri?” tanya Natasya lagi.

“Iya.”

“Apa?” kening Natasya mulai berkerut.

“Berhentilah bertanya,” kata orang itu tampak mulai jengkel. “Kamar mandinya ada di sebelah sana. Kamu bisa mandi duluan.”

“Apa maksudmu?” tanya Natasya penuh selidik. Meskipun merasa sangat tertolong, ia tidak ingin langsung sepenuhnya percaya dengan orang yang baru ditemuinya tersebut. “Aku bisa membaca isi pikiranmu. Jangan katakan bahwa otakmu dipenuhi dengan pikiran kotor.”

Orang di hadapannya diam sejenak. “Kamu ingin jawaban jujur?”

Natasya melipat kedua tangannya ke depan. Baru ia menyadari kehadiran sejumlah lalat yang beterbangan di sekitarnya. Hidungnya pun mulai terasa gatal.

“Bau apa ini?” Natasya memerhatikan tubuhnya. Ia terkejut. “Aku gadis kotor,” katanya kemudian.

***

“Lagi ngapain?”

Tidak ada jawaban.

“Ada yang bisa aku bantu?”

“Tidak.”

“Yakin?”

“Siapa namamu?” tanya Bayu.

“Natasya.”

“Kamu sudah selesai membersihkan diri?” tanya Bayu.

“Tentu saja sudah. Kenapa? Apa masih bau?” tanya Natasya seraya mengendus-enduskan hidung ke sekujur tubuhnya. Takut jika masih ada bau aneh yang menempel.

“Bisa tolong rapikan meja di sebelah sana?”

“Baiklah,” ucap Natasya. Ia pun merapikan meja yang dimaksud.

Bayu kemudian menghidangkan makanan yang telah selesai dibuatnya di atas meja makan.

“Wah… Nasi goreng ayam! Kelihatannya enak,” ujar Natasya.

“Makanlah.”

“Selamat makan…” kata Natasya penuh semangat.

Bayu memerhatikan gadis di hadapannya. Natasya. Gadis itu makan dengan sangat lahap. Nasi di piring Natasya hanya tinggal dua sendok, padahal belum ada semenit yang lalu ia memasukkan suapan pertama ke mulutnya.

Kapan terakhir kali dia makan?” batin Bayu.

“Kamu nggak makan?” tanya Natasya. Sadar dirinya diperhatikan.

Bayu pun kemudian mulai melahap makanan di depannya.

“Enaknya…” ucap Natasya setelah melahap habis makanannya.

Bayu hanya bisa tersenyum ketika melihat sebutir nasi yang menempel di dekat mulut Natasya.

“Oh, ya. Kita belum kenalan secara resmi. Namaku Natasya.” Natasya mengulurkan tangan kanannya ke arah Bayu.

“Aku Bayu,” kata Bayu seraya membalas uluran tangan Natasya. Mereka pun berjabat tangan.

“Terima kasih karena sudah menolong dan ngizinin aku untuk tinggal di sini,” kata Natasya dengan wajah serius.

Bayu mengernyitkan keningnya. “Kapan aku ngasi izin ke kamu untuk tinggal di sini?”

“Apa?” Natasya tidak dapat percaya dengan hal yang baru saja didengarnya. “Apa kamu tega ngebiarin seorang gadis cantik sepertiku berkeliaran seorang diri di tengah malam yang gelap ini?” tanya Natasya lagi.

“Justru aku yang seharusnya nanya. Apa kamu nggak takut tinggal berdua di tempat ini bersama dengan pria asing?”

“Kamu bukan pria asing. Kita kan tadi udah kenalan.”

Bayu hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar jawaban Natasya. Bayu meraih sebuah gelas yang ada di dekatnya. Tenggorokannya mulai kering karena berdebat dengan gadis itu.

“Sebagai ucapan terima kasih, aku yang akan nyuci piring. Kak Bayu bisa beristirahat…”

Bayu hampir tersedak mendengar ucapan Natasya.

“Apa kamu bilang?”

“Aku akan mencuci piring.”

“Bukan, bukan itu…”

Natasya memiringkan kepalanya. Ia tampak tidak mengerti dengan maksud ucapan Bayu. “Kak Bayu bisa istirahat karena aku yang akan membereskan piring-piring ini.”

“Kenapa kamu memanggilku dengan sebutan itu?”

“Sebutan apa? Kak Bayu? Kamu kelihatannya lebih tua dariku. Apa aku salah?”

Natasya menatap Bayu dari atas ke bawah. Ia tampak berpikir sejenak.

“Dilihat dari sisi mana pun, kamu emang kelihatan lebih tua dariku. Apa nggak boleh aku memanggilmu dengan sebutan kakak?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status