Share

BAB 3

Author: Aphrodite
last update Last Updated: 2025-01-08 09:11:41

Dira mengusap wajahnya begitu Ethan pergi. Jantungnya masih berdentam mengerikan bahkan setelah kepergian pria itu. Ia menarik napas dalam berkali-kali untuk menenangkan syarafnya yang tegang.

Ia dan Etahn belum bercerai? Bagaimana bisa? Bukankah pengacaranya waktu itu mengatakan kalau Ethan setuju dan sudah menandatanganinya? Lalu kenapa pria itu bilang mereka masih suami istri?

Selama 5 tahun bersembunyi dari pria itu nyatanya tidak membuat perasaannya terhadap ayah putranya berubah. Dira menyentuh dadanya, tepat di mana jantungnya berada. Bahkan sekarang ia masih menginginkan Ethan dan merindukan pria itu. Ia masih begitu muda ketika memutuskan untuk menikah dengan Ethan. Dulu dunianya berwarna dan penuh tawa, tapi itu sebelum ia menyadari kalau hubungannya dengan Ethan sangat rapuh dan dangkal. Ia menginginkan cinta, tapi pria itu tidak dan yang lebih buruk…

Dira mengusir bayangan mengerikan itu dari benaknya. Tidak ada gunanya mengingat kembali luka yang membuatnya memilih menjauh dan menghilang. Semua sudah berlalu. Dira tidak menemukan ada kebaikan jika mengingat alasan yang membuatnya meninggalkan pria itu.

Dan sekarang ada Noah.

Putra mereka yang cerdas dan menggemaskan.

Ia memang salah karena menyembunyikan kehadiran putra mereka, tapi Dira tidak pernah mengerti kenapa Ethan harus semarah itu? Sejak dulu Ethan tidak pernah menunjukkan ketertarikan pada anak kecil. Malah ia melihat reaksi Ethan terhadap anak kecil cukup kaku dan berjarak. Dira belum pernah melihat Ethan senang dengan kehadiran anak kecil.

Tapi bukan berarti itu bisa dijadikan alasan untuk menyembunyikan Noah.

Dira mengusap sudut matanya. Dan sekarang ia harus bersiap menghadapi kemarahan dan kebencian pria itu.

“Mommy!”

Teriakan bernada protes itu menarik Dira ke dunia nyata. Ia memperbaiki ekspresi wajahnya sebelum menemui putranya yang sekarang menatap televisi dengan wajah bosan.

“’Hai Sayang,” ucapnya lembut, mengecup puncak kepala putranya.

“Aku akan berjaga di depan.” Gen melenggang pergi, meninggalkan Dira dengan putranya.

“Terima kasih Gen, aku akan menyusul setelah menidurkannya.”

Dira menunggu sampai Gen menghilang dari pandangan sebelum kembali memusatkan perhatian pada putra kecilnya, replika dari Ethan.

“Sekarang waktunya tidur siang, Sayang.”

“Bagaimana dengan kartunnya, Mommy?”

Dira menggendong putranya dan membawanya ke kamar. “Kan tadi sudah ditemani sama Mbak Gen, sekarang waktunya istirahat.”

“Apa Mommy akan membacakan Noah dongeng?”

“Tentu saja.”

Dira ikut berbaring di samping putranya. Ia menarik buku yang ada di samping ranjang dan mulai membacakan cerita untuk putranya.

***

Tidak ada tanda-tanda kedatangan Ethan dan Dira mulai gelisah karenanya. Apa pria itu menyerah? Dira sangat meragukannya. Sebagai pebisnis Ethan orang yang ambisius dan penuh tekad dan ia ragu pria itu akan menyerah semudah itu. Lalu kenapa sampai sekarang Ethan tidak menunjukkan diri?

Dira menatap jam dinding di tokonya. Masih jam 10 pagi, mungkin saja Ethan belum bangun? Tidak adanya tindakan pria itu justru membuat tingkat kegelisannya semakin memuncak. Dira membersihkan tokonya hanya kerana ia butuh melakukan sesuatu.

“Dira.”

Seruan itu membuatnya berbalik. “Bu Hani,” serunya, menatap wanita pemilik gedung yang ia sewa dengan keheranan.

“Bagaimana tokomu? Baik-baik saja semua?”

Dira mengangguk. “Sejauh ini sudah lumayan. Apa Ibu datang hanya untuk menanyakan hal itu?” tanyanya memastikan. Dira sudah membayar sewa selama 1 tahun penuh. Rasanya tidak mungkin wanita paruh baya itu datang untuk menagihnya.

“Bisa kita bicara di dalam?”

Meski bingung Dira mengangguk. Ia membawa induk semangnya duduk di salah satu kursi yang ia sediakan bagi para pembeli.

“Apa teradi sesuatu?” tanyanya begitu keduanya duduk nyaman.

Bu Hani yang biasanya selalu ramah dan berkepribadian menyenangkan itu tampak gelisah dan tidak nyaman. Lipatan di kening Dira melebar melihatnya. Ada yang salah, pikirnya.

“Kurasa kalian harus pindah dari sini.”

Dira mengerjap, yakin pendengarannya bermasalah.

“Apa Bu?” tanyanya memastikan.

Bu Hani mendongak, kali ini memberanikan diri menatap wajah Dira.

“Seseorang sudah membeli gedung ini, Dira dan dia ingin penghuni lama yang berarti kalian angkat kaki dari tempat ini secepatnya. Paling lambat besok.”

Dira berdiri, syok mendengarnya. “Saya sudah membayar biaya sewa ini selama setahun,” pekiknya terkejut. “Dan ini belum setahun,” tambahnya.

“Aku tahu, itu sebabnya aku akan mengembalikan semua uangmu, Dira. Semuanya.”

“Kenapa tiba-tiba?” tanyanya bingung. Membayangkan mereka harus pergi dari tempat ini sudah cukup membuatnya panik dan sekarang bukan hanya pergi Dira juga harus segera menemukan tempat jika tidak ingin hidup menggelendang. Dira memijit pelipisnya, mencoba menenangkan diri meski rasanya mustahil.

Ia dan putranya menyukai tempat ini, pikirnya sedih.

Di sini nyaman dan sepi, suasana yang benar-benar ia butuhkan.

“Ada seorang pembeli yang tertarik dengan gedung ini, dia membelinya dengan sangat mahal dan aku langsung menyetujuinya. Bagaimana pun aku membutuhkan uang itu. Kau tahu sendiri, anakku sebentar lagi akan masuk perguruan tinggi. Kami butuh uang untuk biaya sekolah dan lainnya.”

Dira tidak benar-benar mendengarkannya. Membayangkan harus angkat kaki sudah cukup membuatnya kalang kabut. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Sebua ide tiba-tiba terbesit di benaknya. Dira menatap induk semangnya lekat.

“Siapa yang membeli gedung ini?” tanyanya. Mungkin ia bisa minta tolong pada pemilik baru yang sekarang agar memberi mereka sedikit waktu sampai ia menemukan tempat yang cocok.

“Dia…”

Suara mobil yang meraung membuat keduanya menoleh. Dira bahkan tidak perlu mengangkat kepala untuk mencari tahu siapa pemilik mobil tersebut. Hanya satu orang yang memiliki mobil mahal di tempat kumuh ini.

Dira menahan napas saat melihat Ethan keluar mobil dengan penuh gaya. Kekuasaan dan keangkuhan memancar dari tubuhnya seperti lampu jalan. Ethan adalah satu dari sedikit pria yang bisa membuat seseorang merasa terintimidasi hanya dengan menatapnya. Jantungnya yang malang bahkan tidak bisa menyelamatkannya. Tapi kata-kata berikutnya yang ia dengar membuat kemarahannya tersulut.

“Pria itu yang membeli gadung ini Dira. Namanya Ethan.”

Tidak mungkin!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Dibalik Kepergian Istriku   BAB 133

    “Dahulu kala ada seorang pangeran yang tinggal di sebuah kastil mewah.” “Apa dia tampan Daddy?” Ethan menahan senyumnya. “Ya, dia tampan. Sangat tampan. Hari-harinya dipenuhi dengan kegiatan istana yang sangat membosankan. Dia kesepian, tapi tidak seorang pun yang tahu perasaannya.” Leandra mengerjap-ngerjap dengan penuh rasa ingin tahu. “Lalu, apa yang terjadi, Daddy?” “Pria itu memutuskan untuk berpetualang. Dia pergi tanpa memberitahu siapapun. Melakukan perjalanan panjang melewati samudera, menikmati setiap detiknya, tapi pangeran itu tetap saja kesepian.” “Apa dia pulang?” Ethan menggeleng. Ia memperbaiki selimut putrinya. “Tidak, dia tidak pulang, glyko mou. Dia meneruskan perjalanan, tapi pangeran itu memutuskan untuk berhenti. Dia butuh istirahat.” Theo yang sejak tadi hanya menjadi pendengar akhirnya bersuara. “Lagi, Daddy.” Ethan mengelus rambut halus putri kecilnya. “Keajaiban terjadi saat pangeran itu melakukan kesembronoan. Dia membuang sampah sembarangan. Saat it

  • Rahasia Dibalik Kepergian Istriku   BAB 132

    Lima tahun kemudian, Dira menatap putri kecil mereka Leandra sedang bermain pasir bersama ayahnya. Di samping keduanya, seorang bocah kecil berusia 4 tahun tampak diam mengamati. Mata cokelatnya yang tajam dan awas seperti sedang menilai setiap gerakan yang dilakukan oleh Kakak dan Ayahnya. Dira yang melihatnya merasakan dadanya membengkak oleh perasaan bahagia yang tak terungkapkan. Kebahagiannya, kini berada tepat di hadapannya, seperti sebuah potret abadi yang tak ternilai. Dira melilitkan pareo di sekitar pinggangnya sebelum akhirnya menghampiri keluarganya. Ketiganya begitu larut menikmati aktivitas membuat istana pasir hingga keberadaannya sama sekali tidak disadari. Dira ikut berjongkok, mencium puncak kepala Leandra dan Theo bergantian. Leandra yang memiliki warna mata persis seperti yang dimiliki oleh Ethan menatapnya berbinar. “Mommy! Lihat, kami berhasil membuat istana pasir.” “Oh iya! Siapa yang paling banyak berkontribusi?” Leandra menepuk dadanya dengan bangga. The

  • Rahasia Dibalik Kepergian Istriku   BAB 131

    Ethan tertawa sebelum akhirnya menyuapkan saus itu ke mulutnya. Dira mencecap rasa creamy alpukat yang lembut, berpadu sempurna dengan sedikit perasan lemon. “Bagaimana?” tanya Ethan. “Kalau kau membutuhkan pekerjaan katakan saja. Toko rotiku pasti akan menemukan tempat untukmu.” Ethan menyeringai. “Mungkin aku akan mempertimbangkannya.” Lima belas menit kemudian pasta buatan Ethan sudah siap disantap. Dira dengan penuh semangat mulai melahap makanannya. Dira baru saja menyuap satu sendok ketika gelombang rasa panas menyambar tubuhnya. Bukan panas biasa, tetapi sensasi teramat kuat yang membuat sendok di tangannya terjatuh dengan bunyi cling yang nyaring. Gelombang nyeri menjalar dari punggung bawahnya, menusuk hingga ke perut. Ia meringis, tangannya mencengkeram tepi meja. “Ethan…” suaranya mulai goyah. Ethan langsung menghampirinya dengan wajah tegang. “Kenapa? Apa yang sakit, Angel?” Dira mencoba menarik napas dalam. “Mungkin cuma kontraksi palsu…” Namun, belum sempat ia me

  • Rahasia Dibalik Kepergian Istriku   BAB 130

    Dira memejamkan mata, menikmati sapuan angin yang membelai kulit wajahnya. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Ia melakukannya selama beberapa kali dan dalam proses itu senyum sama sekali tidak pernah meninggalkan wajahnya. Ketenangan dengan cepat merasuk dalam dirinya. Sepasang lengan kokoh memeluknya dari belakang, membelai perutnya yang sudah membesar. Dira memiringkan kepalanya sedikit, memberi akses lebih mudah saat Ethan mendaratkan kepala di bahunya. “Apa yang kau lakukan?” tanya Ethan lembut di telinganya. “Menikmati pemandangan. Kita jarang ke tempat ini padahal laut ini tepat di depan rumah,” desahnya lambat. Dira menundukkan pandangan, menatap tangan Ethan yang sekarang sedang mengelus-ngelus perutnya dari balik gaun tipisnya. “Aku tidak sabar menunggu kedatangan Dut-dut.” “Aku juga,” balas Dira, menyandarkan tubuhnya pada Ethan. Memasuki usia kehamilan 36 minggu, dokter mengatakan dalam beberapa minggu ia akan melahirkan. Sejak saat itu

  • Rahasia Dibalik Kepergian Istriku   BAB 129

    Ethan berdiri terpaku di depan toko peralatan bayi seperti orang tersesat, matanya menyapu setiap sudut etalase yang dipenuhi berbagai barang berwarna-warni untuk kebutuhan bayi. Meski sudah membaca buku tentang kebutuhan bayi dan mencaritahu segalanya, ada perasaan aneh yang merayap dalam dirinya. Perasaan yang sulit ia definisikan—campuran antara keterkejutan, antusiasme, dan sedikit kegugupan, merasa seolah memasuki dunia yang benar-benar asing. Sekilas, ia melihat anak kecil yang sedang merengek dan meraung pada orang tuanya sambil menunjuk-nunjuk barang yang ada di etalase. Dulu pemandangan itu pasti membuatnya bergidik dan menjauh. Sekarang… ia tidak sabar untuk menghadapi situasi yang sama. Tanpa sadar sudut mulutnya terangkat. “Ethan?” Suara Dira menyadarkannya. Istrinya menatapnya dengan alis bertaut, mungkin heran melihatnya hanya berdiri di sana tanpa bergerak. Ethan mengangkat bahu, lalu meraih keranjang belanja. “Ayo masuk dan membeli semua yang dibutuhkan Dut-d

  • Rahasia Dibalik Kepergian Istriku   BAB 128

    “Aku mencintaimu.” Kedua kelopak matanya terangkat, sebentuk senyum tipis terukir di wajahnya yang cantik. Ia mengangkat kepala dan bertemu pandang dengan sepasang mata sebiru kristal yang paling ia sukai di dunia ini. “Kau bilang apa?” tanyanya serak, khas orang baru bangun tidur. Dira mengangkat sedikit kepalanya, menggunakan lengan Ethan sebagai bantal saat menunggu pria itu bersuara. Tentu saja ia mendengar apa yang dikatakan Ethan, ia hanya suka mendengar kata-kata itu keluar dari bibir suaminya. Ethan mendekat, menempelkan hidung mereka. “Aku mencintaimu, agape mou.” “Sekarang lebih mudah bagimu mengatakannya, ya ‘kan?” Ethan tertawa rendah. Memang, rasanya jauh lebih mudah mengatakannya sekarang. Setelah apa yang mereka lalui, rasanya penting mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Ketakutan itu masih ada, jauh bersembunyi dalam dirinya, tapi sekarang jauh lebih mudah menghadapinya setelah semua yang terjadi. Setelah menyadari bahwa cinta sungguh bisa memberikan kekuatan ya

  • Rahasia Dibalik Kepergian Istriku   BAB 127

    Dira menyeringai, tanpa sengaja pandangannya tertuju pada foto yang ada di dekat komputer suaminya. Foto pernikahan mereka—atau lebih tepat disebut pembaruan janji pernikahan. Mereka melakukannya di sebuah pulau kecil. Ia mengenakan gaun koktail sederhana sementara Ethan mengenakan celana selutut dan kemeja yang lengannya digulung sampai di atas siku. Benar-benar sederhana, tapi hari itu menjadi salah satu hari paling membahagiakan dalam hidupnya. “Aku suka foto itu,” komentarnya. Ethan mengikuti arah pandang istrinya. “Aku juga, terutama karena setelah itu aku membuatmu tidak mengenakan apa pun selama berhari-hari,” balasnya bangga, menunjukkan seringai nakalnya. Dira tertawa. “Kau membuat bikiniku rusak, sekalian saja tidak usah memakainya.” Ethan menarik lembut lengan istrinya dan membawanya duduk di atas pangkuannya. “Ethan! Menurutku kau tidak bisa melakukannya. Aku pasti sangat berat sekarang.” Ethan mengabaikannya. “Menurutmu, berapa peluang yang kudapatkan untuk membuatm

  • Rahasia Dibalik Kepergian Istriku   BAB 126

    Dira berdiri di tengah ruang utama Flour & Figs sambil tersenyum tipis, matanya mengamati setiap sudut toko dengan seksama. Aroma kayu yang masih baru bercampur dengan wangi lembut vanilla dari lilin aroma terapi yang sengaja dinyalakan untuk memberikan kesan hangat. Dinding kaca besar di sisi kanan toko memberikan pemandangan langsung ke arah laut yang membentang luas, dengan ombak tenang berkilauan di bawah sinar matahari sore. Rak-rak kayu yang dipasang di sepanjang dinding telah tertata rapi dengan toples berisi aneka kue kering dan roti. Meja-meja bundar kecil dan kursi anyaman ditempatkan di dekat jendela, menawarkan tempat duduk yang sempurna bagi pelanggan yang ingin menikmati kue dan minuman sambil menatap hamparan laut. Beberapa tanaman hijau dalam pot keramik tersebar di beberapa sudut, menambah nuansa alami dan menenangkan—konsep yang sejak dulu ia inginkan. Dira berjalan perlahan ke arah dapur, tangannya secara refleks menyentuh perutnya yang mulai membuncit. Kehamilann

  • Rahasia Dibalik Kepergian Istriku   BAB 125

    Dira berjalan mondar-mandir di ruang tamu rumah mereka sambil mengigit jarinya. Sudah dua jam berlalu, tapi sampai sekarang Ethan belum juga menghubunginya. Kenapa Ethan belum menghubunginya? Ia sudah mencoba menghubungi suaminya, tapi hasilnya nihil.Mungkin Ethan terlalu sibuk sampai tidak lupa waktu? Atau mungkin saja sinyal membuat sambungannya tidak terhubung.“Ma’am.”Sapaan itu hampir membuatnya melompat. Ia menghela napas, menatap pengurus rumahnya. “Ada apa, Marta?”“Ma’am ada Riko di depan pintu, katanya ingin menemui Anda. Ini mendesak.”Untuk apa sekretaris Ethan ingin menemuinya? Mengabaikan gemuruh yang berdentam dalam dadanya, Dira bergerak cepat untuk menemui pria itu. Riko berdiri di ujung pintu, tampak seperti orang tersesat. Wajahnya pucat dengan kedua tangan yang terlipat seperti orang yang sedang berdoa.Dira menarik kepalanya, berusaha melihat ke belakang pria itu, dan ia tidak melihat keberadaan Ethan.“Riko.”Pria itu membelalak, terkejut karena kehadirannya ya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status