Share

Celine Si Bunglon

Ponsel Celine berdering, dia menerima panggilan, tetapi sedetik kemudian wajahnya berubah panik.

"Iya, nanti gue kumpulin, makasih ya udah ngabarin."

Celine menutup panggilan, gadis itu segera membuka laptop di tas, wajahnya nampak gundah.

"Ada masalah, Non?" tanyaku heran.

"Berhenti di cafe depan, gue mau ngerjain tugas yang udah kelewat deadline," pintanya.

Tanpa basa-basi akupun memarkirkan mobil ke cafe yang dimaksud. Majikanku itu langsung keluar dan mencari kursi, kemudian kembali disibukkan dengan laptopnya. Akan tetapi, dari raut wajahnya dia nampak kesulitan, aku pun memutuskan menghampirinya.

"Ada yang bisa dibantu, Non?" tanyaku.

"Ngga, lo nggak akan ngerti," jawabnya dengan tatapan fokus ke layar.

Sekilas aku melirik ke arah laptop dan melihat tugas mata kuliah yang dikerjakan terbilang mudah, tanpa basa-basi aku pun membantunya hingga gadis itu keheranan.

"Lo bisa ngerjain tugas gue?" tanya Celine, seakan-akan tak percaya jika sopir sepertiku mengerti tentang tugas mata kuliah dari jurusan manajemen bisnis.

"Dulu aku kuliah jurusan ini juga," jawabku santai.

"Lo pernah kuliah?" tanyanya lagi dengan tatapan tak percaya.

"Iya," anggukku.

Tanpa menunggu waktu lama, tugas Celine pun selesai dikerjakan. Gadis itu menatapku takjub, tetapi rasa gengsi terlihat jelas menutupi ketakjutan itu.

"Oke deh, makasih ya, sebagai gantinya gue traktir lo makan, gimana?" tanyanya.

"Nggak Non makasih, saya cuma mau Non Celine besok kuliah dengan baik dan nggak usah bolos lagi," pintaku.

Gadis itu nampak terdiam sejenak, kemudian mengangguk. "Oke, asalkan lo nggak ngadu tentang hari ini ke papa," pintanya.

"Siap!"

"Ya sudah, yuk balik!"

Setelah tugasnya selesai, kami kembali ke mobil dan meneruskan perjalanan. Namun, saat sebentar lagi sampai rumah, Celine memintaku untuk tetap lurus

"Lurus aja, jangan langsung ke rumah, kita ke pemakaman lestari dulu," ajak Celine.

Aku pun hanya bisa mengangguk dan menuruti perintah majikan.

"Kalau boleh tahu, siapa yang dimakamkan di sana, Non?" tanyaku, berusaha mencairkan suasana.

"Nggak usah kepo, jalan aja!"

Mendengar jawabannya akupun memilih diam. Di sepanjang jalan kami saling membisu, ingin rasanya berbicara, tetapi gadis itu sungguh seperti bunglon, sebentar baik dan sebentar judes. Padahal, meskipun seorang sopir aku ingin lebih mengetahui tentangnya. Bukan karena apa-apa, melainkan hanya sekadar untuk memudahkan pekerjaan saja.

Sesampainya di pemakaman, Celine keluar dari mobil lebih dulu, sementara aku memutuskan untuk menunggunya di parkiran.

"Katanya mau jagain gue, kok nggak ikut? Kalau gue kenapa-kenapa gimana?"

Tersentak dengan pernyataannya, aku pikir dia enggan untuk ditemani sebab sepertinya dia sangat kesal, tetapi prasangkaku nyatanya salah.

"I-iya Non, maaf, ayok saya temani, silakan!"

Aku mempersilakan Celine jalan di depan dan mengekornya di belakang. Pemakaman ini adalah salah satu tempat peristirahatan terakhir yang mewah, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memakamkan keluarganya di sini lantaran tanah dan biaya perawatannya sangat mahal.

Langkah kami berhenti tepat di pusara bernama Jessica Casmi Hermawan, majikanku pun membungkuk dan mengelus nisan. Dilihat dari tanggal lahir, sepertinya itu adalah makam ibunya.

"Ma, Mama apa kabar? Maaf Celine baru sempat mampir ya," ucap gadis itu sembari menyeka air mata yang keluar.

Melihat butiran bening yang mengalir di pipinya, membuatku ikut merasakan sakit sebab tahu betul bagaimana perihnya kehilangan orang tersayang.

"Ma, papa sekarang semakin nggak peduli sama aku. Papa udah berubah, apalagi sejak wanita itu datang ke kehidupannya. Aku yakin dia bukan orang baik, aku nggak rela orang seperti dia harus menggantikan Mama. Pokoknya Mama tenang aja ya, aku akan jaga Papa dari orang seperti dia," ujar Celine.

Mendengar percakapan searah itu, otakku langsung memikirkan Bu Diana. Ya, aku yakin wanita yang dimaksud adalah calon istri Pak Dirgantara. Entah, aku tak tahu bagaimana sifatnya sehingga Celine nampak tak suka, tetapi mengingat cara dia menatapku di lift siang tadi, aku pun merasa wanita itu tidak tulus pada majikanku.

Melihat air matanya tak berhenti, aku lantas merogoh saku, kemudian memberikan saputangan bersih pada Celine.

"Maaf, ini, Non!"

"Makasih."

Celine menerima pemberian tanpa menoleh ke arahku, sedetik kemudian gadis berwajah imut itu menyeka dan bahkan mengeluarkan ingusnya di saputangan milikku. Tak sekali, dia mengeluarkannya berkali-kali hingga lendir di hidungnya tak ada yang menyumbat saluran napas.

"Haissh, jorok juga ternyata."

Aku membatin seraya menelan ludah. Baru kali ini menemukan wanita yang benar-benar apa adanya seperti Celine.

"Lo bisa doa nggak?" tanya gadis itu tanpa basa-basi.

"Doa?" Aku mengulangi.

"Iya, doa buat orang yang udah meninggal," balasnya.

"Oh, bisa sedikit, Non," jawabku.

"Tolong pandu doa buat Mama, ya, gue nggak bisa, biasanya gue cuma do'ain pake bahasa sehari-hari aja," pinta Celine.

"Nggak apa-apa kok Non meski doa pakai bahasa sehari-hari juga, InsyaAllah tetap nyampe," balas ku.

"Tapi kalau lo bisa, gue mau Mama didoain dengan layak," pintanya lagi.

Tanpa berlama-lama, aku pun membaca doa khusus ziarah kubur, sementara Celine terus mengaminkan dengan penuh kekhusyukan.

***

"Makasih ya lo udah antar dan janji nggak akan aduin ke bokap tentang bolos hari ini," ujar Celine saat kami sudah di perjalanan pulang.

"Iya sama-sama Non, lagian bapak juga pasti sudah nggak aneh sama tingkah Non Celine," jawabku apa adanya.

"Sebenarnya gue sengaja kayak gini, gue pengen papa lebih merhatiin gue daripada cewek itu, tapi ternyata dia malah terus menerus cari sopir buat ngendaliin gue," kata Celine dengan raut sedih bercampur kesal.

"Non, bukannya membela bapak, tapi menurut saya apa yang dilakukan bapak itu niatnya baik. Terkait wanita, mungkin bapak memang sudah ingin membangun pernikahan lagi," sahutku dengan nada hati-hati, khawatir dia akan tersinggung dengan pernyataanku. Namun, rupanya wajah gadis itu tetap santai, sepertinya dia pun memahami maksud ucapanku.

Dilihat dari tanggal kematiannya, ibu Celine telah meninggal hampir sepuluh tahun lalu, rasanya sangat wajar bila Pak Dirgantara ingin menikah lagi, terlebih beliau adalah seorang pria yang sukses, sehat dan memiliki kebutuhan.

"Gue nggak pernah larang papa buat nikah lagi kok, cuma masalahnya cewek yang deket sama dia itu rata-rata nggak ada yang tulus, gue takut dia bakal ngerasain sakit yang kedua kalinya. Gue masih inget banget gimana dulu papa hampir gila waktu mama meninggal."

Deg.

Jantungnya seketika bergetar. Hampir gila, ya aku pun memang hampir gila saat tahu anak, istri dan ibuku telah lebih dulu pergi.

"Saya ngerti Non, sejujurnya saya juga sedang ada di fase hampir gila karena ditinggal istri."

"What? Memang lo udah nikah?" tanyanya dengan raut terkejut.

"Iya, meskipun masih awet muda dan tampan, sebenarnya saya seorang duda, Non," jawabku sambil terkikik lantaran memuji diri sendiri di depan majikan.

"Dih, narsis banget loh," gerutunya. Namun, matanya sesekali melirik ke arahku, seakan-akan dia ingin memastikan bahwa aku benar-benar seorang duda.

"Jangan lirik-lirik terus Non, nanti kesemsem," godaku, entah keberanian dari mana, seharian bersamanya membuatku merasa akrab.

"Dih, gue cuma penasaran aja sih, lo beneran duda apa bukan," jawabnya dengan wajah sombong yang khas.

"Iya aku duda, istri dan anakku meninggal karena kebakaran waktu aku dipenjara."

"Hah? Lo pernah dipenjara juga?" tanyanya dengan mata membulat dan suara meninggi.

"Iya," anggukku.

"Dih serem banget, Jangan-jangan lo pelaku kriminal lagi," tuduhnya.

"Nggak Non, saya bersumpah bukan pelaku kejahatan, pokoknya ceritanya panjang," jawabku.

"Oh, lagian gue nggak pengen denger ceritanya juga sih," celetuknya kemudian.

Melihat ekspresi wajahnya, aku hanya tersenyum kecil. Gadis itu sungguh aneh, kadang penuh empati, terkadang sama sekali tak peduli. Namun sejujurnya, sifat seperti itu membuatku merasa gemas.

Bersambung.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sherley T
di tunggu lanjutan nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status