Share

Perasaan Aneh

Tiga hari berlalu.

Mazaya sudah kembali masuk kerja, hanya tinggal sedikit bekas luka di jidatnya yang masih membekas, dia menempelnya dengan hansaplas agar tidak menimbulkan pertanyaan.

"Halo, Hexel, akhirnya lo udah sehat. Kenapa lo bisa sakit sih?" Yoga dan Gery langsung menyambut kedatangannya.

"Nggak tau juga, mungkin lagi musim kali, banyak yang demam di kompleks gue. Maaf ya, udah ngerepotin lo berdua." Hexel meletakkan tas punggungnya di sandaran kursi.

"Iya, nih, pekerjaan lo berat banget, gue nggak terlalu memahami bagian itu. Jadi belum kelar deh." Yoga memasang wajah bersalah karena tidak mampu menyelesaikan tugasnya.

"What? gawat! kalo gitu mulai sekarang jangan ganggu gue, oke? gue mau selesaikan hari ini juga. Tapi lo berdua mesti ambilin gue makan siang, minuman capuccino dingin, plus kentang goreng. Oya satu lagi, sama es krim." Hexel menahan tawanya sebisa mungkin agar terlihat serius.

"Lo mau majak kite? bilang aja ambil kesempatan dalam kesempitan." Yoga menunjuk dirinya dan Gery bergantian, lalu berbalik ke hadapan komputernya sambil manyun.

Mazaya mulai serius mengetik berbagai kode. Dalam waktu singkat kode-kode itu sudah memenuhi layar komputernya dan terus berjalan naik seperti semut. Yoga dan Gery terbelalak melihat kecerdasan Hexel, mereka menelan salivanya sambil berdecak kagum.

Tiba-tiba Mazaya merasakan mulas diperutnya hingga ke pinggang. Ia tertunduk lemas, otomatis jemarinya turut berhenti menari di atas keyboard. Ia sudah hafal dengan tanda ini, dengan geram ia mengutuk dirinya sendiri.

"Kenapa harus datang pada saat seperti ini, sih! gue harus izin keluar lagi!" gerutu Hexel dalam hati.

Ia bangkit meninggalkan pekerjaannya dan segera menuju meja Meta.

"Met, gue izin dulu, perut gue sakit, mau beli obat." Tanpa menunggu persetujuan dari Meta, Hexel langsung berlari menuju kearah motornya. Lalu melaju dengan kencang menuju swalayan terdekat.

Ia masuk ke dalam swalayan dan mengambil sebungkus pembalut dan obat anti nyeri. Sesaat ia ragu untuk membayar di kasir dengan penampilannya seperti sekarang ini. Ia melangkah dengan perlahan meletakkan batang belanjaannya di hadapan kasir. Kasir itu mulai men-scan barcode barang-barang belanjaannya lalu memasukkannya ke dalam plastik.

"Totalnya 105.500." Mbak kasir menyebutkan nominal belanjaannya. Ia tertegun sesaat melihat customer di hadapannya, antara percaya dan tidak percaya.

"Ini punya pacar gue." Hexel membaca keraguan Mbak Kasir dan mengungkapkan alasannya agar dia tidak mati berdiri karena penasaran. wakakakak.

"Oh, pacar yang baik. kembaliannya mau disumbangkan atau diuangkan saja, Mas?" senyum Mbak Kasir mengembang.

"Sumbangkan aja." Hexel menyambar plastik belanjaannya, ia langsung menaiki motornya dan melaju kembali ke kantor.

Begitu sampai di kantor, ia langsung berjalan cepat masuk ke dalam kamar mandi yang letaknya bersebalahan dengan dapur. Ia membanting pintu kamar mandi dengan keras mengagetkan rekan-rekan kerjanya.

"Kenapa Hexel?" Hampir bersamaan seisi ruangan bertanya.

"Sakit perut dia, kebanyakan makan sambel kali," seloroh Gery sambil tertawa.

Di dalam kamar mandi, setelah memasang pembalut pad tempatnya, Hexel meminum obat tanpa menggunakan air. Hal itu sudah biasa baginya, bahkan terkadang harus meminum hingga lima butir obat dalam satu waktu ketika kondisi darurat untuk menambah stamina.

Ia keluar dari ruangan sambil memegang pinggangnya yang masih terasa nyeri. Ia tidak menyadari Jonathan sedang membuat kopi di dapur. Hexel bermaksud mengambil air hangat, ia menekan tombol Hot pada dispenser, menunggunya beberapa saat. Jonathan hanya diam melihat tingkah Hexel, ia tidak menegurnya dan terus sibuk dengan kopinya.

Hexel mematikan tombol Hot, lalu menuangkan setengah gelas air panas. Ia mengira air itu hangat sebab hanya sekitar 2 menit ia panaskan. Dengan tergesa ia meneguknya seteguk kecil.

"Aaarrggggh!"

Ia kaget bukan kepalang karena ternyata air itu panas! ia meletakkannya dengan keras di atas meja dan mundur beberapa langkah hingga menubruk Jonathan yang masih berdiri di belakangnya. Secara spontan Jonathan menangkap tubuh Hexel dari belakang untuk menghindari hal buruk lain yang mungkin terjadi.

Jonathan tidak dapat membohongi dirinya bahwa tubuh Hexel memang ramping dan terdapat sesuatu yang berbeda dari tubuh pria. Bagaimana pun ia sering latihan bela diri dan gulat yang membuat kontak fisik tidak dapat dihindari. Rasa nyaman menjalar ke seluruh tubuh Jonathan, ia mendekap tubuh itu semakin erat, nalurinya sebagai pria bekerja dengan normal.

Hexel menyadari apa yang sedang terjadi, ia segera melepaskan diri dari dekapan Jonathan dan meminta maaf padanya atas ketidaknyamanan yang ia timbulkan. Ia sudah pasrah jika Jonathan bakal memarahinya karena kecerobohan ini.

"Ma-maaf, Pak." Hexel langsung pergi meninggalkan Jonathan yang masih mematung di tempatnya.

"Gue kenapa? apa ad yang salah dengan diri gue? apa gue tidak normal?" Jonathan memukul kepalanya berharap semua itu tidak nyata. Ia segera kembali ke ruangannya membawa kopi yang dibuatnya sendiri.

Hexel segera duduk di tempatnya kembali. Ia langsung meletakkan jemarinya kembali di atas keyboard dan mulai lagi menari dengan lincah seiring semut-semut kode berjalan naik. Semua orang dalam ruangan memperhatikannya dengan pandangan yang tidak bisa ia tebak. Ia segera menghentikan pekerjaannya.

"Kenapa? ada apa?" Hexel turut memandang orang-orang di sekitarnya.

"Lo itu yang kenapa, jalan kayak kuda terus bikin kegaduhan di dapur." Gery menepuk pundak Hexel.

"Oh, itu. Sorry tadi perut gue sakit banget jadi buru-buru ke toilet dan minum obat." Hexel menunjukkan ekspresi bersalahnya.

Jonathan masih memikirkan apa yang baru saja dia alami bersama Hexel di dapur. Ia mulai browsing berbagai ciri-ciri penyuka sesama jenis. Ia juga mencoba melihat gambar-gambar wanita yang biasa-biasa hingga yang hot, namun ia tidak merasakan apa-apa. Akhirnya ia mencoba untuk dekat perempuan. Ia memikirkan salah satu wanita yang menurutnya menarik, namun hingga sakit kepalanya ia tidak menemukannya.

Jonathan menghubungi Rafa agar bertemu. Mereka berdua saling sepupu. Meskipun di kantor mereka tampak tidak akrab, tetapi untuk urusan kekeluargaan mereka terkadang masih sering bertemu.

Saat itu juga mereka bertemu di ruangan Rafa. Sepeninggal Jonathan anggota tim langsung bernapas lega dan merenggangkan otot-otot mereka yang menegang akibat terlalu dipantau oleh Jonathan.

Sesampainya di ruangan Rafa, Jonathan memastikan tidak ada orang yang mendengar percakapan mereka. Ia bahkan mengunci pintu ruangan itu membuat Rafa semakin terheran-heran dengan sikapnya.

________________________________

Terima kasih sudah menjadi pembaca setia cerita ini...

Jangan lupa klik tambahkan ke koleksi atau ke rak sebelum meninggalkan bacaan ya kak...

Jangan lupa juga berikan vote setiap berpindah bab untuk mendukung Author terus maju berkarya.

Berikan hadiah lebih bagus lagi hehehe.

Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk semua yang sudah memberikan dukungan untuk karya ini, semoga Tuhan membalas kebaikan Kakak semua.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status