Share

Misi Malam

"Emang napa lo?" Rafa keheranan melihat ekspresi tidak biasa sepupunya yang terkenal cool sama dengannya.

"Lo punya cewek, nggak?"

"Hah?" Rafa terkejut mendengar pertanyaan sepupunya yang tiba-tiba dan aneh itu.

"Kenapa lo tanya begitu?" tanya Rafa heran.

"Udah deh jawab apa susah amat," gerutu Jonathan.

"Nggak! napa lo? lo dapet cewek?" gurau Rafa sambil tersenyum.

Jonathan mendekat ke arah Rafa, lalu dipeluknya sepupunya itu. Sontak Rafa berontak.

"Lo napa sih, aneh banget, tau?" Rafa duduk menjauh dari Jonathan.

"Apa lo merasakan sesuatu yang aneh?" Jonathan bertanya dengan wajah polos yang lucu.

"Merasakan apa?" Rafa tergelak. "Jangan-jangan lo nggak normal, ya kan? Oh Tuhan, ada dari keluarga gue yang nggak normal?"

Jonathan meninju lengan Rafa.

"Makanya cariin gue cewek, gue mau ngetes apa gue ini normal ato tidak. Swear, deh! gue nggak merasa sih, cuman mau mastiin aja." Jonathan memainkan jemarinya di atas sofa.

"Ah, lo, absurd banget sih. Nggak mungkin lah keluarga kita kena penyakit aneh itu. Makanya lo cari pacar ato nikah sekalian." Rafa menyarankan seperti orang tua.

"Lo nggak membantu sama sekali. Gue duluan, gue langsung pulang." Jonathan langsung keluar dari ruangan.

Mereka berdua memang sama-sama tampan dan sama-sama jomblo, tidak heran sering menjadi gosip diantara para wanita di kantor itu.

Rafa melihat jam dinding menunjukkan pukul 11.35. Perutnya sudah keroncongan. Ia ingin mengajak Mazaya makan siang bersamanya. Ia menghubungi gadis itu. Aktif, tetapi tidak diangkat. Dia menghubungi lagi, sudah tidak aktif.

"Apaan ini, tadi aktif, sekarang tidak aktif?" gerutu Rafa. Ia meletakkan kembali ponselnya.

Rafa mengirim pesan singkat.

'Sebentar malam gue ke rumah lo ya, see you tonight.'

Pesan itu statusnya masih pending. Rafa menghela napas kesal.

***

Mazaya kembali ke markas Gen-X sepulang kerja. Ia sudah membayangkan pekerjaan lain yang sudah menunggunya jika Zeta tidak sempat menyelesaikan untuknya. Begitu tiba di 'kantor' utamanya itu, ia langsung memasuki ruangannya. Setiap anggota yang diberi jabatan khusus mendapatkan ruangan tersendiri untuk mendukung segala aktifitasnya. Saat ini di gedung itu terdapat dua ratus ruangan khusus, artinya ada dua ratusan lebih orang yang memiliki tugas khusus.

Begitu tiba di ruangannya, Mazaya segera melepas segala atribut penyamarannya. Ia kembali menjadi seorang gadis cantik. Ia membersihkan wajahnya yang terasa lengket, lalu memolesnya dengan makeup yang sudah ia sediakan di ruangan.

Ia mulai duduk di kursi kerjanya, membuka laptopnya, lalu membuka program yang menjadi tugasnya. Sebelum mulai mengetik, sebuah panggilan melalui GenxApp --sebuah aplikasi browser dan mobile khusus milik anggota Gen-X yang menyediakan fitur video call-- masuk di layar laptopnya dari Bigbos. Dengan Mazaya menekan tombol receive pada layar, panggilan langsung terhubung.

"Ya, Bigboss, ada pekerjaan untukku?" Mazaya sudah hafal kebiasaan Bigboss yang selalu menelepon jika ada tugas.

"Yes, you're right. Kamu bersama Zeta aku tugaskan mengantar koper berisi uang dan dokumen penting ke pertemuan penting di Whiz Hotel Cikini. Selengkapnya sudah aku kirimkan pada Zeta petunjuknya, kamu langsung hubungi dia." Bigboss menjelaskan tugas untuk Mazaya dengan gayanya yang khas, mengusap rambut.

"Baik, Bigboss." Panggilan ditutup.

Mazaya kembali bersiap. Ia mengenakan pakaian anti peluru serba hitam dengan mengikat rambut sedapatnya, memakai topi, penutup kepala, sarung tangan, sepatu sport, terakhir menjulurkan mantel hitam ke atas pakaiannya. Lalu keluar menuju ruangan Zeta.

"Udah siap?" Mazaya duduk di kursi sambil membaca petunjuk pelaksanaan tugas.

"Udah. Karena ini acara resmi dan dijaga ketat, satu-satunya cara adalah masuk lewat jendela. Kita harus berhasil sebelum tengah malam."

"Baiklah, ayo kita berangkat."

Mereka keluar bersama-sama, lalu menaiki motor kawasaki ninja berwarna merah hitam yang merupakan motor dinas. Mereka sengaja menggunakan motor agar lebih leluasa menggunakan jalan dan lebih cepat sampai.

Mazaya memeluk koper yang super berat dengan kedua tangannya. Meskipun kakinya sudah kram akibat terlalu lama menahan beban berat, ia tetap menahannya. Dari kejauhan sudah tampak Whiz Hotel dari plang besar di depan jalan yang menyala bertuliskan nama hotel itu.

Mereka memarkir kendaraan agak jauh dari lokasi hotel, lalu berjalan cepat menuju arah belakang hotel yang tertutup pagar setinggi 2 meter. Kamar yang mereka tuju adalah nomor 1350 di lantai tujuh. Karena balkon hanya tersedia per kamar, mereka harus memastikan posisi yang tepat saat naik ke atas.

Zeta melempar tali kernmantel sekuat tenaga ke atas dinding hotel. Dengan keahlian Zeta, ia mampu melempar hingga tali itu mencapai lantai tujuh gedung hotel itu. Lalu mengaitkan pada sabuk yang sudah disiapkan untuk memanjat. Mazaya naik terlebih dahulu, dengan gesit ia berhasil mencapai balkon lantai tujuh dalam waktu kurang dari satu menit.

Setelah Mazaya sudah mengambil posisi yang tepat di balkon, Zeta menyusul naik membawa koper, karena membawa barang berat cukup lama waktu yang diperlukan untuk Zeta.

Setelah jarak antara Mazaya dan Zeta cukup dekat, Mazaya meraih koper itu dan membawanya naik ke balkon. Akhirnya mereka berhasil mencapai Balkon dengan selamat.

Zeta mengetuk kamar yang diprediksi sudah tepat, jika kamar itu salah, maka yang harus mereka lakukan adalah membuat penghuninya pingsan.

Tidak lama kemudian, seseorang membuka pintu. Orang itu terkejut melihat dua orang tak dikenal berada di balkon dan mengenakan pakaian aneh. Mazaya segera meringkus orang itu dan membekap mulutnya samb menodongkan pistol.

"Katakan, ini kamar nomor berapa?" tanya Mazaya dengan suara lirih namun penuh penekanan.

"1350." Suara orang itu gemetar.

"Apa kamu tahu orang bernama Ginanjar di kamar ini?" Mazaya kembali bertanya.

"Ti-tidak ta-tau. Sa-saya di si-ni sejak kemarin hanya sendirian." Orang itu berbicara dengan terbata-bata.

Mazaya memukul tengkuk orang itu hingga pingsan. Lalu mereka berdua saling tatap.

"Apa ini? aku tidak pernah salam menghafal angka. Apa kita di jebak?" Zeta mulai curiga.

Ketika mereka berdua bersiap untuk turun, segerombolan pria menghentikan langkah mereka.

"Berhenti! atau kami tembak kalian berdua!" seru salah seorang dari mereka.

Zeta dan Mazaya seketika berhenti dan mengangkat kedua tangannya.

"Geledah mereka!" seru pria itu lagi.

Para pria berpakaian serba hitam itu maju bersiap menggeledah mereka berdua. Mazaya dan Zeta saling melirik. Ketika semakin dekat, spontan Mazaya dan Zeta memukul orang yang mendekat ke arah mereka, lalu menangkapnya untuk dijadikan pelindung agar tidak terkena tembakan jika pimpinan gerombolan itu menembak.

Pria yang memegang pistol mencari-cari celah agar tembakannya tepat sasaran. Sementara itu, Mazaya semakin merengsek maju dengan tubuh seorang pria ia jadikan tameng. Setelah dekat, dia menendang tangan pria yang memegang pistol itu hingga pistolnya terlepas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status