Share

Tragedi Whiz Hotel

Mazaya dan Zeta terlibat perkelahian sengit dengan para pria itu. Mereka adalah para penjaga elit di acara pertemuan tersebut. Entah mereka berada di pihak yang mana. Mereka memiliki keahlian beladiri khusus, cukup sulit menyingkirkan mereka.

Mazaya terdesak ke sisi balkon yang mengarah ke bawah, dengan sekali gerakan ia menaiki pagar balkon itu dan melompat sekaligus melakukan tendangan telak kepada tiga orang musuh yang mengepungnya. Sementara Zeta berupaya menyingkirkan empat orang lainnya di dalam kamar hotel.

Mazaya kembali melompat dengan bersalto dan berdiri di atas pundak dua orang musuh, lalu membenturkan kepala keduanya hingga mengucurkan darah. Dua orang itu ambruk dan tak bisa bergerak lagi. Satu orang lainnya tertegun sejenak melihat nasib dua orang temannya, ia mengeluarkan sebilah pisau belati kecil yang berkilat di bawah sinar lampu balkon. Ia maju penuh percaya diri dengan belati di tangannya, mengayunkan belati ke arah perut Mazaya. Mazaya menghindar, ia membelakangi pria itu.

Sebuah kesempatan datang sepersekian detik ia gunakan untuk menendang pria itu hingga hampir jatuh terjungkal dari balkon, belati di tangannya terlempar jatuh. Mazaya menangkap kerah jas pria itu, lalu menariknya dan mengunci lehernya agar tidak bergerak lagi.

"Kenapa kalian menyerang kami?!" bentak Mazaya, dilihatnya belati tidak jauh dari jangkauannya, dihentakakkannya telapak kaki pada gagang belati sehingga terlempar ke arahnya, dengan cekatan ia menangkap belati itu dan menempatkannya di leher pria itu.

"Cepat katakan!" Mazaya menekan pisau di tangannya hingga menembus kulit ari pria itu dan mengalirlah setetes darah segar. Pria itu menahan napas sejenak.

"Tuan Zhou membatalkan kerjasama, dia ingin kami menghilangkan jejak kalian." Terasa mendidih darah Mazaya mendengar ucapan pria itu. Ia menancapkan pisau belati ke lantai hingga membentuk lubang dan retakan di sekitar.

"Katakan padanya, kami tidak akan mundur sebelum dia menerima pelajaran atas keputusan sepihak itu!" Mazaya gusar, ia menendang pria itu hingga meluncur dan menabrak pintu kamar. Pria itu berlari diikuti empat orang yang sedang berkelahi dengan Zeta.

Mazaya masih berdiri di balkon dengan pandangan penuh amarah, Zeta mendekatinya.

"Apa yang dia katakan?"

"Zhou mengkhianati perjanjian, dia mengirim orang-orangnya untuk menghilangkan jejak kita. Ini tidak bisa dibiarkan, gue harus menghajarnya hingga remuk tulang rahangnya!" Jemari Mazaya terkepal, dia hendak menyusul para pria tadi pergi, namun Zeta menahannya.

"Jangan! biarkan Bigboss yang menyelesaikan ini, tugas kita sudah selesai, ayo kita pulang."

"Tidak! Mereka jelas-jelas menginjak-injak kita, apa lo nggak ngerti?! Kalo lo nggak mau ikut biar gue pergi sendiri." Mazaya bergegas berjalan cepat ke arah pintu, Zeta dengan sigap kembali menangkap tangan gadis itu. Ia sangat paham jika Mazaya dikhianati dalam tugas, ia akan menuntutnya hingga nyawa melayang.

Merasa kesal dihalangi, Mazaya memukul dengan keras dada Zeta hingga terjatuh dan menabrak dinding balkon. Zeta terbatuk-batuk, dadanya terasa sesak. Mazaya secepat kilat sudah menghilang dari hadapannya. Zeta dengan bersungut menyusul Mazaya.

Mazaya dengan langkah cepat sambil menyeret koper berisi dokumen dan uang terus berjalan menuju ruang rapat yang sedang berlangsung. Di sepanjang koridor yang penuh penjaga mereka menghalangi langkah gadis itu yang terus maju tanpa ragu. Mazaya dengan mudah menyingkirkan mereka hanya dengan sekali pukulan atau tendangan ke daerah-daerah sensitif seperti leher, hidung, dagu, sehingga para penjaga seketika terkapar di lantai dengan darah bercucuran membasahi lantai.

Kini pintu yang tertutup itu ada di depan matanya. Ia menoleh ke arah penjaga yang sedari tadi memegang handy talky entah berbicara dengan siapa. Orang itu langsung gemetar karena ketakutan. Mazaya mencengkeram kerah baju pria itu dan mengarahkannya ke pintu.

"Cepat buka pintunya, atau lo mau bernasib sama dengan teman-teman lo?"

Pria itu dengan tangan gemetar mengeluarkan sebuah ID Card dari kantong jasnya, lalu menggeseknya di slot pintu, seketika pintu itu terbuka.

Mata semua orang yang hadir langsung tertuju ke arah Mazaya yang berjalan tanpa ragu ke tengah rapat yang sementara berlangsung. Ia melompat dan mendekati meja Zhou. Pria bermata sipit itu terhenyak ketakutan, ia memberi isyarat kepada anggotanya agar segera bertindak.

Di seberang mejanya, seorang pria dengan kursi roda yang di dorong oleh anak buahnya segera berpindah menjauh.

"Lo memang biadab! apa lo tidak tau siapa kami? lo seenaknya membatalkan kerjasama dan berniat membunuh kami? Katakan! siapa diantara kita yang akan duluan mati?!" Mazaya berseru dengan geram.

"Ap-apa mak-maksudmu? pergi dari sini!" Zhou membalas teriakan Mazaya meski terbata-bata.

"Tuan Rahardja Kusuma! pergilah! Saya harus menyelesaikan ini! maafkan atas semuanya!" seru Zhou pada rekan bisnisnya. Dengan segera pria yang memegang kursi roda itu mendorong sekuat tenaga kursi roda tuannya agar segera meninggalkan ruangan yang mengerikan itu.

"Jangan emosi dulu, biar saya jelaskan...." Suara Zhou tercekat karena Mazaya mencengkeram kerah bajunya dengan erat.

"Tidak ada jalan lain bagiku, saya terpaksa melakukan ini. Kalian juga tahu monopoli Garuda Mediatama dalam pasar nasional, kalau saya menolak permintaan mereka...." Ia berhenti berkata-kata lagi, ia tampak berpikir keras mencari alasan.

Dor!

Terdengar suara tembakan dari luar, diiringi teriakan Zeta dari arah pintu.

"Sister! awas!" Zeta melompat menyambar tubuh Mazaya hingga tersungkur di lantai bersamaan.

Tembakan itu salah sasaran dan mengenai lengan Zhou, ia mengerang sesaat lalu pingsan.

"Jangan bergerak!" suara polisi tiba-tiba saja sudah tiba dan mengepung ruangan.

Zeta menarik Mazaya ke arah jendela. Tidak ada pilihan lain selain melompat, apa pun yang ada di bawah sana mereka tidak peduli lagi.

Mereka mengambil sebuah kursi dan menghantam jendela kaca, seketika kaca pecah berkeping-keping, lalu mereka bergantian melompat, suara tembakan di belakang mereka masih terus terdengar.

Mazaya dan Zeta terus melompat dari balkon aula ke balkon ruangan di bawahnya hingga akhirnya sampai di tanah dengan selamat. Lalu mereka lari sekencang-kencangnya menuju motor yang terparkir agak jauh dari lokasi hotel. Setelah sampai di motor, Zeta memacu kendaraan itu dengan kecepatan tinggi. Masih terdengar di telinga mereka suara sirine mobil polisi yang melaju menyusul mereka.

Zeta berbelok ke gang-gang sempit yang berkelok-kelok, setiap keluar dari gang dan masuk ke jalan raya, mereka mencari gang lain. Hingga di sebuah gang yang sempit dan cukup panjang, Zeta menghentikan motornya, lalu turun dan duduk bersandar ke dinding, tangannya berlumuran darah.

"Lo berdarah, Zet!" Suara Mazaya tertahan, sepertinya ketika mereka melarikan diri Zeta terluka oleh pecahan kaca atau besi-besi tajam.

Zeta mengatur napas tanpa mempedulikan luka di tangannya. Mazaya dengan sigap membalut luka pria itu dengan penutup wajahnya.

"Maafin gue, Zet, ini semua salah gue tidak dengerin ucapan lo," sesal Mazaya.

"Udah, nggak apa-apa, yang penting kita selamat. Lo masih kuat bawa motor?" Zeta mengacungkan kunci motor ke hadapan Mazaya. Dengan cepat Mazaya mengangguk dan mengambil kunci motor.

Mereka berdua kembali meluncur di jalan raya yang masih ramai dengan para pengendara. Tidak ada seorang pun yang menyadari ada dua orang agen yang sedang melarikan diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status