Minggu pagi datang dengan cahaya matahari yang hangat menembus tirai kamar. Ruby menggeliat malas di atas ranjang, matanya terasa berat dan sedikit sembab karena semalam ia tidur terlalu larut. Ia mengusap wajahnya perlahan, lalu melirik ke sisi ranjang yang kosong.Alisnya sedikit berkerut. “Kemana dia pagi-pagi begini?” gumamnya. Ia turun dari ranjang, mengenakan sweater tipis, lalu berjalan keluar kamar. Aroma harum roti panggang dan telur dadar menyambutnya begitu ia melewati ruang tamu.Di dapur, terlihat Nio yang mengenakan kaos sederhana dan apron abu-abu, sibuk mengaduk sesuatu di wajan sambil sesekali melirik beberapa kotak bekal di meja. Wajahnya santai, namun tangannya cekatan menyiapkan makanan.“Nio?” panggil Ruby pelan, setengah heran.Pria itu menoleh, senyumnya langsung mengembang. “Pagi, Sleeping Beauty. Tidur nyenyak?” sapanya sambil menaruh telur dadar ke piring.Ruby tersipu, mengabaikan julukan itu. “Kamu lagi ngapain? Dan… mau pergi kemana? Bekalnya banyak sekali
Para penghuni panti mulai membuka kotak masing-masing, aroma sedap makanan segera memenuhi ruangan. Ada sup hangat, ayam panggang berbalut bumbu rempah, roti lembut, dan potongan buah segar. Ruby duduk di samping Nenek Lina, membantu memotongkan daging ayam untuknya. Nio duduk di seberang mereka, sesekali melirik ke arah Ruby yang tertawa kecil sambil mengobrol dengan nenek itu."Ini benar-benar enak," ujar salah satu penghuni panti dari meja sebelah. "Terima kasih, Nak!" serunya sambil mengangkat tangannya pada Nio.Nio tersenyum lebar. "Sama-sama. Senang kalau kalian menyukainya."Ruby menatapnya lama. Ada sesuatu di matanya sebuah rasa hangat yang tak bisa ia sembunyikan. "Kamu selalu saja membuatku terkesan," katanya pelan.Nio hanya menanggapinya dengan senyum samar. "Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan."Suasana ruang makan penuh tawa, percakapan, dan aroma masakan yang menggoda. Nenek Lina tampak menikmati setiap suapan, s
Udara di taman terasa sejuk dengan semilir angin yang membawa aroma bunga-bunga yang sedang mekar. Langit mulai berwarna keemasan, memberi nuansa hangat pada suasana. Ruby berjalan perlahan di samping Nio dan Nenek Lina, sambil sesekali memandangi pepohonan yang bergoyang lembut.Tiba-tiba, seekor anak anjing kecil berlari menghampiri mereka. Ruby tertegun sejenak lalu tersenyum lebar."Hei… ini kan anak anjing yang kita temui waktu itu," katanya sambil berjongkok dan mengelus bulu lembutnya. Anak anjing itu menggoyangkan ekor dengan riang, seolah benar-benar mengenali Ruby. Nio hanya tersenyum melihat interaksi itu, sedangkan Nenek Lina tertawa kecil."Dia memang suka sekali kalau ada yang mau mengajaknya bermain," ucap Nenek Lina.Mereka lalu duduk di salah satu bangku taman. Nio membuka tas kecil yang dibawa Ruby, mengeluarkan beberapa buah yang tadi mereka beli. Dengan telaten, ia mengupas jeruk dan memisahkannya menjadi potongan-potongan rapi."Silakan, Nek," kata Nio sambil meny
Begitu jam kerja berakhir, Nio sudah berada di lobi kantor, duduk di salah satu sofa sambil memandangi pintu lift. Ia melirik arlojinya sesekali, tapi wajahnya tetap tenang. Meski menunggu, hatinya justru merasa hangat membayangkan pertemuan dengan Nenek Lina nanti. Tak lama, suara langkah tergesa terdengar dari arah lift. Ruby muncul dengan napas sedikit terengah, rambutnya sedikit berantakan, namun senyumnya tetap manis. “Maaf… sudah membuatmu menunggu terlalu lama,” ucapnya sambil mengatur napas. “Pekerjaan hari ini benar-benar menumpuk.”Nio berdiri, menggeleng pelan. “Tidak masalah. Aku juga tidak lama menunggu. Yang penting sekarang kita bisa pergi,” katanya sambil meraih tangan Ruby. “Ayo, kita langsung saja ke rumah Nenek Lina. Dia pasti senang melihat kita.”Ruby tersenyum lega, merasa sedikit bersalah sudah membuat Nio menunggu, tapi senang karena ia tidak mempersoalkannya. Mereka berjalan keluar lobi berdampingan, langkahnya tenang, namun hati keduanya sama-sama bersemang
Pelayan langsung menyambut mereka dengan senyum, lalu mengantar ke meja di sudut yang cukup tenang. Begitu duduk, Ruby memperhatikan interior restoran yang penuh sentuhan kayu dan pencahayaan lembut.“Aku suka tempat ini,” katanya sambil tersenyum.“Aku juga,” jawab Nio, lalu mengambil menu. “Tapi yang paling penting, aku ingin melihat kamu menikmatinya.”Suasana restoran siang itu terasa hangat dan elegan, dengan cahaya matahari yang menembus jendela besar di sisi kiri ruangan. Aroma rempah dan masakan khas memenuhi udara, membuat Ruby tak henti mengedarkan pandangan, menikmati suasananya.“Apa yang paling enak di sini?” tanya Ruby sambil menatap daftar menu di tangannya.Nio, yang duduk di seberangnya, tersenyum kecil. “Kalau aku sih merekomendasikan grilled salmon mereka. Sausnya khas, nggak ada di tempat lain.”Ruby mengangguk, matanya berbinar. “Kalau begitu aku coba itu. Tempatnya juga nyaman sekali, ya. Rasanya… menen
Setelah selesai dengan email, ia beralih ke tumpukan dokumen fisik di meja. Laporan penjualan, perjanjian kontrak, dan proposal kerja sama baru ia baca dengan teliti. Sesekali, alisnya sedikit berkerut saat menemukan data yang perlu diperiksa lebih lanjut. Suasana ruangannya sunyi, hanya terdengar suara halus dari kipas pendingin komputer dan detak jarum jam di dinding. Nio benar-benar larut dalam pekerjaannya, membiarkan setiap detail menjadi fokus utamanya. Hari ini, ia ingin memastikan semua berjalan sempurna. Jam di dinding menunjukkan pukul 09.55 ketika Nio meliriknya sambil menutup dokumen terakhir di mejanya. Ia menarik napas panjang, memastikan semua berkas dan catatan penting untuk rapat sudah tersimpan rapi di map hitam yang selalu ia bawa. Setelah mematikan layar komputernya, ia bangkit dari kursi, merapikan jas, dan memastikan dasi terpasang sempurna. Suara langkahnya terdengar mantap saat keluar dari ruangan. Di lorong, beber