Sementara di ambang pintu, terlihat Amar dengan sorot mata marah dan kecewa melihat Adrian dan Aruna sedang bercumbu mesra di atas sofa.Ciuman Adrian yang turun pada payudara Aruna, serta mata Aruna yang terpejam dan desahan yang keluar dari mulut Aruna, yang menikmati setiap sentuhan Adrian pada tubuhnya.Membuat Amar menggertakan giginya, tanganya mengepal kuat hingga urat-uratnya keluar, matanya menyala menahan marah."Tak menyangka Aruna akan melakukan ini terhadap ku, padahal aku hanya pergi beberapa hari! pantas sebelum aku pergi, aku sangat ragu meninggalkan Aruna sendirian, ternyata ini jawaban atas keraguan ku kemarin," batin Amar."Aruna," teriak Amar sambil berjalan ke arah mereka berdua dan memisahkan mereka secara paksa.Pupil mata Aruna melebar saat melihat Amar kini berdiri di hadapanya dengan wajah yang memerah, ia menggigit bibir bawahnya dan langsung berdiri sambil mengancingi pakainya yang sudah terbuka karena ulah Adrian."A Amar aku bisa jelasin," ucapku gelagapa
Aku termenung, pandangaku kosong ke depan, setelah menangis beberapa jam yang lalu posisiku masih belum berubah, masih duduk di lantai dengan kening yang masih terluka dan darahnya yang mengering.Padahal hari sudah malam, keadaan sekitarku gelap karena lampu yang belum ku nyalakan, hanya cahaya bulan dan televisi yang menerangi, rasanya tak ada gairah untuk hidup, bahkan untuk bangun pun rasanya malas.Mata ku sembab, hidupku memerah di ujungnya, rambutku acak-acakan, keadaan ku saat ini benar-benar sangat kacau,Aku berdiri dengan tertatih-tatih, menutup pintu dan menyalakan lampu luar dan ruang tamu, sementara ruangan lain tak ku nyalakan, aku berjalan mendekat ke arah televisi mencari buku yang tadi Adrian lempar.Tapi buku itu tak ada di tempatnya seperti terakhir kali aku lihat, aku mengehela nafas lelah, " pasti di ambil oleh Adrian," pikirku.Entah apa isi dari buku itu sehingga Mbok Ayu dan Adrian mengambilnya dariku, apa yang tengah mereka sembunyikan sebenarnya.Tubuhku lem
Aku tengah memperhatikan Amar yang sedang membereskan piring dan gelas bekas makan kita berdua, senyum ku terus mengembang meskipun pusing pada kepalaku dan tubuhku yang masih menggigil sama sekalin tak ku hiraukan.Lihatlah Amar sekarang yang sedang mencuci piring, membuatnya berkali lipat lebih tampan, terlihat seperti cowok yang penuh tanggung jawab dan perhatian.Aku melihatnya tanpa berkedip, sangat bersyukur Amar kembali lagi, ketika kemarin aku berpikir dia akan pergi meninggalkan ku dan tak akan pernah kembali tapi semua pikiran ku salah nyatanya sekarang dia ada di sini."Kenapa sih ngeliatin aku kaya gitu?" tanya Amar yang telah selesai mencuci piring."A Amar ganteng banget sih" ucapku keceplosan."Yah emang aku ganteng," ucapnya narsis sambil merapihkan rambutnya ke belakang."Gimana kalau kaya gini makin ganteng gak?" tanya Amar sambil memperagakan kaya model papan atas.Aku mendengus melihat Amar yang kini sedang berpose, "Sok kegantengan banget sih," dumel ku."Gak! A A
Sudah setengah jam Amar pergi entah kemana, aku masih berada di taman belakang sambil mengingat masa lalu ku dengan ayah.Dulu di taman belakang ini, ketika aku masih kecil dulu, aku sering mengajak ayah untuk bermain gelembung tiup sampai-sampai taman ini di penuhi oleh gelembung, dan aku sering main hujan-hujanan dengan ayah sampai berjam-jam hingga ke esok harinya kita berdua jatuh demam.Tanpa terasa air mataku menetes, mengingat masa lalu dengan ayah membuatku merindukannya, aku sangat merindukan pelukan pria yang sudah lama meninggalkan ku, entah dia ayah kandung atau ayah tiriku tak akan merubah apapun, aku masih menyayanginya!Andai Ayah masih ada di sini, mungkin aku tak akan serapuh saat ini, pelukan ayah, senyumnya yang hangat, tawanya yang riang, membuatku selalu bersemangat menjalani hari-hari.Aku menatap langit biru yang cerah pagi ini, dengan air mata yang berlinang, "Ayah apa di atas sana kau melihatku, putri kecil mu ini masih serapuh dulu, maafin Aruna yang tak bisa
Kini Aruna dan Amar tengah berada di dalam ruang persidangan dengan Adrian dan juga keluarganya termasuk Zia yang ikut Hadir."Hadirin, sidangn hari ini tanggal 11 januari dibuka," ucap hakim sambil mengetuk palu membuka persidangan."Kepada penggugat, apakah benar anda ingin bercerai?" tanya hakim pada Aruna."Benar pak hakim," jawab Aruna tegas."Apakah saudari yakin dengan semua keputusan yang di ambil?" tanya hakim lagi."Saya bener-benar yakin," ucap Aruna serius."Apakah anda tidak ada niat rujuk kembalidengam pasangan anda?""Sama sekali tidak pak hakim," ucap Aruna mantap"Kepada pihak tergugat apakah anda setuju dengan pihak tergugat?" tanya hakim pada Adrian."Tidak, saya tidak setuju dengan keputusan tersebut," tolak Adrian."Apa alasan anda untuk tidak setuju?""Alasanya karena saya tidak pernah selingkuh seperti yang di tuduhkan," bela Adrian."Maaf ketua hakim, sudah ada bukti yang sangat jelas mengenai hal tersebut, bukti tersebut telah menyatakan bahwa tergugat telah
Aruna mengedarkan pandanganya ke sekitar kolidor rumah sakit mencari Cika yang katanya sedang menunggunya di kursi kolidor.Dia terus mencari hampir beberapa menit dan akhirnya menemukan Cika yang tengah melambaikan tangan ke arahnya dengan senyum tipisnya, terlihat lingkaran hitam di bawah mata Cika akibat begadang dan juga badannya yang agak kurusan tak seperti terakhir kali kita bertemu.Aku menghampiri Cika sambil menenteng plastik yang berisi buah-buahan untuk Mbok Ayu."Cika," sapa ku setelah sampai di depan Cika."Maaf yah kak, tadi aku ke kamar mandi dulu, pasti kakak nyariin sampai muter-muter," ucapnya sedikit bersalah."Iya gak papa," jawabku."Yuk kak kita masuk," ajak Cika sambil berjalan masuk ke kamar rawat Mbok Ayu.Terlihat Mbok Ayu tengah berbaring di ranjang rumah sakit memakai baju pasein, dengan selang infus yang menancab pada lengannya."Gimana keadannya?" tanyaku."Belum baikan kak, padahal kata dokter cuman demam biasa aja tapi panasnya gak turun-turun," lirih
Setelah acara pemakaman Mbok Ayu selesai, aku mendengar kabar bahwa Cika di bawa ke rumah, dan setelah Cika baikan kedua kakanya akan membawa Cika ke Jakarta ikut merantau bersama mereka dan Cika juga akan di sekolahan di sana.Aku bersyukur meskipun Cika telah kehilangam sosok ibu tapi dia masih punya sodara yang selalu ada bersamanya.Dengan kepergian Mbok Ayu harapan ku untuk mengetahui segera tentang isi buku ibu ikut pupus tapi tak apa ada banyak cara untuk aku mengetahuinya.Aku membawa secangkir teh ke kamar dan tak melihat Amar, terdengar bunyi bergemiricik di kamar mandi, "mungkin Amar sedang mandi'" pikirku.Aku duduk di depan jendela kamar sambil melihat ke arah luar jendela, dan menyesap pelan teh yang tadi ku buat.Tiba-tiba ponsel Amar berdering tepat di meja di depanku, aku melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup dan mengambil segera ponselnya Amar.Adrian.Gak usah
Pagi telah tiba setelah semalam mabuk karena naik ombak banyu yang membuat Aruna muntah-muntah sampai pulang di gendong oleh Amar.Kini mereka tengah sibuk pacing untuk persiapan kembali ke palabuhan ratu yang rencananya akan kembali nanti siang.Aruna membereskan semua bajunya dan baju Amar ke dalam koper.Ia melihat ke sekeliling kamar, yang akan ia tinggalkan entah kapan Aruna akan kembali ke sini rasanya Aruna ingin menetap di Palabuhan Ratu tanpa harus menginjakan kaki kembali ke Surabaya."Run aku pergi dulu sebentar yah," pamit Amar pada ku."Kemana?" tanya Aruna heran."Aku mau ketemu teman," jawabnya.Aku langsung teringat pesan yang di kirim Adrian kemarin, "Apa Amar akan menemui Adrian? Batin ku."Iya," ucapku.Amar pergi menggunakan mobil, aku langsung bergegas mengambil tasku, mengunci pintu dan berlari ke arah tukang ojeg di sekitar rumah untuk mengikuti Amar.Untung saja mobil Am