Arsyila menggosok matanya yang merah dan menyeka ingusnya dengan sapu tangan merah yang diberikan nyonya Derin padanya. Berpikir bahwa Reyga akan selalu bermurah hati pada siapa saja ternyata salah besar. Pria itu menolak mentah-mentah permohonan Arsyila untuk tinggal sedikit lebih lama bersama orang tuanya.
“Maafkan aku. Tapi aku benar-benar tak memiliki waktu lagi untuk diberikan. Aku memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.”Begitulah yang diucapkan pria itu dengan wajah yang penuh sesal. Sebenarnya Arsyila kesal saat permintaannya ditolak. Tapi memikirkan posisi Reyga, Arsyila memakluminya. Bagaimana pun juga jarak antara Aston dan dan Oswald lumayan jauh. Perlu perjalanan selama hampir tujuh jam jika menggunakan bus. Reyga pasti akan membuang banyak waktunya jika dia harus menunggu satu hari lagi untuk Arsyila. Apalagi Reyga adalah seorang pengusaha. Bagi mereka sudah pasti waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Arsyila tak memiliki pilihan lain selain m“Ada apa?” tanya Reyga membuat Arsyila tersentak. Gadis itu mengerjapkan matanya sesaat dan menemukan wajah tersenyum Reyga yang menatapnya ramah. Apa yang baru saja Arsyila lihat hanya halusinasinya saja? Dengan kaku Arsyila membalas senyuman Reyga. Tiba-tiba saja Arsyila mengingat percakapannya dengan Syakila. Apa yang sering Syakila katakan padanya.‘ Syila, bukankah aku sudah pernah bilang untuk tidak langsung menilai sesuatu hanya dari luarnya saja?’ Benar, bukankah Syakila sudah berkali-kali memperingatinya? “Apa yang kamu pikirkan?” tanya Reyga kembali membuat Arsyila tersentak. Wajah pria itu tampak cemas dan kebingungan. Mungkinkah Arsyila berpikir terlalu berlebihan?“Itu … Anda tidak makan?” tanya Arsyila menyadari Reyga yang tidak sedikitpun menyentuh piringnya.“Aku baik-baik saja. Aku hanya merasa tidak lapar,” jawab Reyga segera Arsyila respon dengan anggukan. Entah kenapa Arsyila merasa sedikit aneh. Reyga yang mengajaknya makan, justru tidak menyentuh piringnya. P
Suara melengking di belakangnya membuat Arsyila secara reflek mengambil langkah mundur. Tubuhnya berbalik dan mata coklatnya segera bertemu dengan seorang wanita muda yang memakai celemek dan bandana di kepala. Arsyila sungguh terkejut dan kebingungan. “Apa yang ingin Anda lakukan?” tanya wanita itu seolah sedang menghadang seorang penjahat. Tatapan curiga dan waspada jelas-jelas wanita itu tujukan kepada Arsyila. Arsyila menelan ludah. Arsyila tau sebenarnya dia tak bersalah. Tapi tatapan yang mengintimidasi dari wanita itu mau tak mau menyeret Arsyila seperti seorang tersangka. Benar, seharusnya Arsyila tidak berkeliaran seenaknya di rumah orang, meskipun rumah itu adalah tempat tinggalnya sekarang. Baiklah, mungkin perlu dicatatat bahwa meskipun dirinya adalah seorang istri dari pemilik rumah, itu tidak serta merta menjadikan dirinya nyonya rumah.“Maaf, aku mengira ini adalah kamar suamiku.” Itu jawaban yang paling tepat untuk sekarang. Air muka wanita itu
“Kenapa Anda mau menikahi saya? Padahal yang seharusnya menjadi istri Anda sekarang adalah kakak saya. Anda bisa membatalkan pernikahan tepat sebelum kita mengucapkan sumpah. Tapi kenapa? Kenapa Anda memilih melanjutkan pernikahan?!”Akhirnya dengan lantang Arsyila menumpahkan salah satu pertanyaan yang menggangu kepalanya pada Reyga. Benar, itu karena masih banyak pertanyaan yang menumpuk di kepalanya. Masih tak ada reaksi apapun di wajah Reyga. Dengan tenang, pria itu membuka mulutnya.“Itu … karena aku membutuhkan istri.”Itu adalah jawaban yang sangat sederhana. Terlalu sederhana hingga tak bisa dimengerti oleh Arsyila. Untuk sesaat Arsyila terdiam dengan kebingungan. Apa jawaban itu masuk akal?“Apa … Apakah Anda tidak mencintai kakak saya?” Kali ini Arsyila memilih mengajukan pertanyaan lainnya. “Tidak.”Jawaban itu meluncur dengan lancar dari bibir Reyga, seolah tak ada sedikitpun keraguan di dalamnya. Mata coklat Arsyil
Lingkaran hitam menggantung di bawah mata Arsyila di keesokan paginya. Pemandangan yang dia lihat semalam semakin memperparah insomnianya. Bayangan Reyga dan Anes yang bermesraan benar-benar mengganggunya. Itu membuatnya marah sekaligus kesal. Arsyila menghela napasnya dengan berat. Ini masih sangat pagi, tapi perasaannya sudah kacau sekali.Sebenarnya tak ada alasan bagi Arsyila merasa marah mengingat pernikahan mereka hanya sekedar hubungan di atas kertas. Dia juga bukan istri Reyga yang sebenarnya. Arsyila hanya mengisi posisi yang harusnya diisi oleh Syakila. Tak ada yang namanya kecemburuan. Arsyila bahkan tak ingin peduli pada apapun yang dilakukan Reyga. Tapi mengingat jika sebenarnya kakaknyalah yang seharusnya berada di sini sekarang, tentu saja perbuatan Reyga tidak bisa Arsyila maafkan. Fakta bahwa Reyga telah menghianati kakaknya, itu benar-benar membuat Arsyila marah.Hari masih sangat pagi saat Arsyila keluar dari kamarnya. Lalu hal pertama yang ditemukannya adalah Anes
Teriakan Arsyila pecah kala emosinya tak mampu lagi ditahan. Tatapan permusuhan Arsyila tunjukan secara terang-terangan. Rasa panas yang membakar tak hanya terasa di dadanya tapi mulai merambati wajahnya. Membuatnya kulit wajahnya berubah merah padam bahkan hingga ujung telinganya. Anes hanya diam memasang wajah yang kebingungan. Sedangkan Reyga tampak menghela napasnya kasar sambil mengusap wajahnya yang berubah kusut seketika.“Aku tak mengerti apa yang telah kamu pikirkan.” Dengan wajah yang terlihat lelah Reyga mengacak-acak rambutnya. “Sepertinya kamu salah paham,” lanjutnya melanjutkan langkahnya untuk mendekati Arsyila.“Apa maksudnya salah paham?” Arsyila menatap Reyga dengan sengit. Tak ada sedikitpun keramahan yang tersisa di wajahnya. Sebelumnya Arsyila membayangkan reaksi Reyga yang akan berteriak marah atau bahkan bisa saja memukulnya. Itu biasanya terjadi saat seseorang telah terungkap kejahatannya kan? Karena itu Arsyila memasang posisi waspada saat Reyga mendekat. Tapi
Arsyila masuk ke dalam pintu ukiran bunga seusai sarapan. Setelah pertemuan dengan nyonya Sisilia kemarin, Arsyila jadi ingin lebih sering menemui ibu mertuanya. Berbeda dari sebelumnya, sekarang Arsyila bisa keluar masuk dengan mudah. Tak ada lagi pintu terlarang. Itu karena Reyga sudah mengijinkannya. Tidak, lebih tepatnya pria itu sendiri yang memohon pada Arsyila agar mau merawat ibunya, memperlakukannya seperti layaknya ibu kandung. Reyga tak memaksanya. Pria itu hanya mengharapkan sedikit perhatian Arsyila untuk ibunya. Meski itu hanya sekedar melihatnya sesekali, pria itu sudah sangat berterimakasih.Mengingat bagaimana Reyga memohon padanya kemarin membuat Arsyila semakin yakin pada kebaikan pria itu. Wajah Arsyila menghangat kala mengingat pikiran bodohnya, ia sempat bepikir dirinya sedikit istimewa di mata Reyga. Jelas sekali, itu sangat konyol. Segera setelah kesadarannya kembali, Arsyila merasa malu. Arsyila tau tak ada arti lain dari perkataan Reyga.S
“Ada sisa coklat yang menempel di pipimu.”Reyga tertawa saat melepaskan telapak tangannya dari wajah Arsyila. Pria itu menunjukkan coklat yang menempel di ibu jarinya. Mata Arsyila seketika melotot tak percaya. Dengan panik Arsyila menjatuhkan kepalanya di sofa dan menggosok bibirnya. Melihat reaksinya yang lucu, Reyga semakin tertawa keras.“Maaf, apa aku mengejutkanmu?”“Tentu saja!” seru Arsyila cepat-cepat bangkit dan menggeser tubuhnya ke ujung sofa. Arsyila melirik ke arah Reyga sambil menyembunyikan wajahnya yang semerah tomat dengan menarik turun rambutnya. Satu fakta lagi yang ditemukan Arsyila tentang Reyga. Selain baik dan tampan, dia adalah pria yang berbahaya. “Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud membuatmu merasa tidak nyaman.” Kali ini Reyga sudah benar-benar berhenti tertawa. Raut bersalah mulai terlihat di wajahnya. Jika Arsyila mendiamkannya, pasti itu akan membuat suasana mereka jadi tidak nyaman. Jadi meskipun masi
Arsyila bangun dengan wajah yang lelah. Setelah permbicaraannya dengan Reyga semalam, otaknya terus berputar keras. Dia tidak mengantuk meski sudah memejamkan matanya. Semua ingatan menyakitkan tentang kematian Syakila terus bermunculan seperti kaset rusak dalam kepalanya. Arsyila merasa kepalanya mungkin akan pecah. Dia kesulitan tidur, dan sekalinya dia tertidur, mimpi yang mengerikan menyambutnya.Arsyila menghela napasnya keras-keras. Entah berapa kali gadis itu melakukannya. Pagi-pagi buta Arsyila sudah berada di kamar nyonya Sisilia dan membersihkan tubuh ibu mertuanya. Meskipun tidak sepenuhnya, Arsyila merasa bebannya sedikit berkurang saat dia melihat wajah nyonya Sisilia. Itu sedikit aneh, tapi Arsyila menemukan ketenangan di sana.“Ibu, aku tau Reyga adalah pria yang baik. Tapi, sepertinya aku telah membuat kesalahan. Apa dia akan marah padaku?” tanya Arsyila setengah bergumam. Arsyila menggenggam tangan nyonya Sisilia lembut. Kepalanya di taruh di atas