Share

Episode 09

Tempatnya kembali berganti...

"Kak, aku lapar." Keluh Adiknya.

"Sabar ya, Derra." Kakaknya mencoba menyemangati Adiknya.

"Uhuk! Uhuk!" Kakaknya menoleh ke belakang, menatap Adiknya.

"Derrra, kamu sakit?" Tanya Kakaknya khawatir.

"Tidak." Adiknya menggeleng. Kakaknya Menurunkan Adiknya, dari gendongannya, lalu memeriksa kening Adiknya.

"Tidak apanya?!" Kakaknya mengomel.

"Ayo, kita cari obat!" Seru Kakaknya, kembali menggendong Adiknya.

"Tapi kita tidak punya uang, Kak." Langkah kaki Kakaknya terhenti.

Adiknya benar, dia tidak memiliki uang sedikit pun.

Sudah lima hari mereka berjalan mencari Tabib terdekat. 

"Kak, sudah lima hari Kakak berjalan mencari Tabib. Sudahlah, jangan terlalu Kakak paksakan untuk berjalan."

"Aku tidak apa-apa. Kakak lebih baik istirahat." Adiknya tersenyum, menyentuh bahu Kakaknya, pelan.

Walau, sebenarnya, tubuh adiknya semakin panas.

"Tapi, kamu harus bertahan!" Air mata Kakaknya mengalir, menoleh, menatap Adiknya.

Adiknya mengangguk, tersenyum.

"Kalaupun aku mati, bukan berarti aku tidak lagi bersama dengan Kakak." Kakaknya menggeleng kuat-kuat.

"Kamu tidak boleh bicara seperti itu! Aku yakin, kamu akan sembuh, dan tidak akan mati!" Seru Kakaknya bergetar.

"Kak, kematian itu tidak ada yang tahu." Jawab Adiknya lembut, menyentuh bahu Kakaknya. Kakaknya menangis. Aku yang hanya sebagai penonton, ikut menangis.

Kakaknya tetap terus melangkah, walau sebenarnya dia sudah tidak sanggup untuk berjalan. Tapi saat dia mulai putus asa, dia melihat rumah kecil, dengan bertuliskan rumah pengobatan 'Rissa'.

"Di sana ada rumah Tabib!" Wajah Kakaknya sedikit cerah. Seperti ada harapan, kalau Adiknya bisa sembuh.

"Permisi!" Gadis itu mengetuk pintu rumah Tabib.

"Iya, sebentar." Balas tuan rumah.

Beberapa menit kemudian, pintunya akhirnya dibuka.

"Ada apa, ya?" Tanya wanita tua. Umurnya sekitar enam puluh tahunan.

"Apakah di sini rumah Tabib Rissa?" Perempuan tua itu mengangguk.

"Dengan saya sendiri." Jawabnya, tersenyum ramah.

"Saya ingin meminta tolong, untuk menyembuhkan Adik saya!" Ucapnya memohon.

"Bawa adikmu masuk!" Dia mengangguk senang. Ternyata dia masih memiliki harapan, agar Adiknya bisa sembuh.

Adiknya dibaringkan di atas tikar. Ternyata wajah adiknya sedikit menghijau.

Perempuan itu berkonsentrasi, gadis itu menahan nafas. Aku juga ikut menahan nafas, melihat apa yang akan terjadi.

Sudah hampir setengah jam, tidak ada kemajuan. Perempuan tua itu mengelap keringat yang ada di keningnya. Sepertinya dia sangat kelelahan.

Aku tahu, sepertinya tidak ada harapan lagi. Tapi berbeda dengan gadis itu, dia terus berharap ada keajaiban yang menghampirinya.

Lima belas menit pun berlalu. Tetap tidak ada kemajuan sama sekali. Sepuluh menit lagi pun berlalu, tetap tidak ada kemajuan. Hingga akhirnya Tabib perempuan itu menyerah, menyeka peluh di pelipis matanya. Gadis itu menggeleng, ini tidak seperti dugaannya.

"Saya mohon! Tolong Adik saya!" Dia menggenggam tangan Tabib itu, dan terus menerus memohon.

"Maaf, saya tidak bisa melakukan apa-apa. Saya sudah mencoba untuk menyembuhkannya, tapi kekuatan pengobatan saya tidak terlalu hebat. Adikmu sepertinya keracunan makanan yang berbahaya." Tabib itu menggeleng, memberitahu kenyataan yang menyakitkan.

"Bagaimana mungkin?" Dia termangu beberapa detik, lalu menatap wajah Adiknya yang pucat dan terbujur kaku di lantai.

"Derra!!!" Teriak gadis itu kencang, dia memeluk tubuh adiknya erat.

"Huaaaa!! Derra!!" Dia terus menangis. Aku yang menyaksikannya, ikut menangis.

Aku ingin sekali menenangkannya, tapi ini adalah cerita masa lalu. Aku hanya bisa diam menyaksikan.

Aku mengutuk-ngutuk di dalam hati. Kenapa mimpi ini harus terjadi di dalam mimpiku? Kenapa mimpi ini terasa sangat nyata?

Tempatnya kembali berganti...

"Ibu, Derra. Aku minta maaf. Karena tidak bisa melindungi kalian." Gadis itu menatap foto yang ada di genggamannya. Air matanya mengalir, dia memeluk foto itu.

"Ibu, aku berjanji akan menemukan pemilik benda yang engkau titipkan kepadaku." Tekadnya.

"Aku akan pergi ke tempat itu!" Dia menatap langit biru.

"Aku akan mencari Putri Mars itu!" Dia berjalan mengikuti rombongan yang ingin melewati portal besar, menuju ke suatu tempat. 

Apa maksudnya Putri Mars?

Mimpi ini seperti pesan yang tersirat.

Aku ingin bangun dari tidurku!

                           ***

"Hah!" Aku menatap sekeliling. Akhirnya aku kembali dari mimpi burukku itu.

"Mimpi itu sangat nyata." Aku mengatur nafasku yang menderu kencang.

"Oh tidak! Aku akan telat!" Seruku panik, saat menatap jam yang ada di sebelahku. Aku berlari menuju kamar mandi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status