Share

Episode 09

Penulis: Faya Hayana06
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-07 04:25:59

Tempatnya kembali berganti...

"Kak, aku lapar." Keluh Adiknya.

"Sabar ya, Derra." Kakaknya mencoba menyemangati Adiknya.

"Uhuk! Uhuk!" Kakaknya menoleh ke belakang, menatap Adiknya.

"Derrra, kamu sakit?" Tanya Kakaknya khawatir.

"Tidak." Adiknya menggeleng. Kakaknya Menurunkan Adiknya, dari gendongannya, lalu memeriksa kening Adiknya.

"Tidak apanya?!" Kakaknya mengomel.

"Ayo, kita cari obat!" Seru Kakaknya, kembali menggendong Adiknya.

"Tapi kita tidak punya uang, Kak." Langkah kaki Kakaknya terhenti.

Adiknya benar, dia tidak memiliki uang sedikit pun.

Sudah lima hari mereka berjalan mencari Tabib terdekat. 

"Kak, sudah lima hari Kakak berjalan mencari Tabib. Sudahlah, jangan terlalu Kakak paksakan untuk berjalan."

"Aku tidak apa-apa. Kakak lebih baik istirahat." Adiknya tersenyum, menyentuh bahu Kakaknya, pelan.

Walau, sebenarnya, tubuh adiknya semakin panas.

"Tapi, kamu harus bertahan!" Air mata Kakaknya mengalir, menoleh, menatap Adiknya.

Adiknya mengangguk, tersenyum.

"Kalaupun aku mati, bukan berarti aku tidak lagi bersama dengan Kakak." Kakaknya menggeleng kuat-kuat.

"Kamu tidak boleh bicara seperti itu! Aku yakin, kamu akan sembuh, dan tidak akan mati!" Seru Kakaknya bergetar.

"Kak, kematian itu tidak ada yang tahu." Jawab Adiknya lembut, menyentuh bahu Kakaknya. Kakaknya menangis. Aku yang hanya sebagai penonton, ikut menangis.

Kakaknya tetap terus melangkah, walau sebenarnya dia sudah tidak sanggup untuk berjalan. Tapi saat dia mulai putus asa, dia melihat rumah kecil, dengan bertuliskan rumah pengobatan 'Rissa'.

"Di sana ada rumah Tabib!" Wajah Kakaknya sedikit cerah. Seperti ada harapan, kalau Adiknya bisa sembuh.

"Permisi!" Gadis itu mengetuk pintu rumah Tabib.

"Iya, sebentar." Balas tuan rumah.

Beberapa menit kemudian, pintunya akhirnya dibuka.

"Ada apa, ya?" Tanya wanita tua. Umurnya sekitar enam puluh tahunan.

"Apakah di sini rumah Tabib Rissa?" Perempuan tua itu mengangguk.

"Dengan saya sendiri." Jawabnya, tersenyum ramah.

"Saya ingin meminta tolong, untuk menyembuhkan Adik saya!" Ucapnya memohon.

"Bawa adikmu masuk!" Dia mengangguk senang. Ternyata dia masih memiliki harapan, agar Adiknya bisa sembuh.

Adiknya dibaringkan di atas tikar. Ternyata wajah adiknya sedikit menghijau.

Perempuan itu berkonsentrasi, gadis itu menahan nafas. Aku juga ikut menahan nafas, melihat apa yang akan terjadi.

Sudah hampir setengah jam, tidak ada kemajuan. Perempuan tua itu mengelap keringat yang ada di keningnya. Sepertinya dia sangat kelelahan.

Aku tahu, sepertinya tidak ada harapan lagi. Tapi berbeda dengan gadis itu, dia terus berharap ada keajaiban yang menghampirinya.

Lima belas menit pun berlalu. Tetap tidak ada kemajuan sama sekali. Sepuluh menit lagi pun berlalu, tetap tidak ada kemajuan. Hingga akhirnya Tabib perempuan itu menyerah, menyeka peluh di pelipis matanya. Gadis itu menggeleng, ini tidak seperti dugaannya.

"Saya mohon! Tolong Adik saya!" Dia menggenggam tangan Tabib itu, dan terus menerus memohon.

"Maaf, saya tidak bisa melakukan apa-apa. Saya sudah mencoba untuk menyembuhkannya, tapi kekuatan pengobatan saya tidak terlalu hebat. Adikmu sepertinya keracunan makanan yang berbahaya." Tabib itu menggeleng, memberitahu kenyataan yang menyakitkan.

"Bagaimana mungkin?" Dia termangu beberapa detik, lalu menatap wajah Adiknya yang pucat dan terbujur kaku di lantai.

"Derra!!!" Teriak gadis itu kencang, dia memeluk tubuh adiknya erat.

"Huaaaa!! Derra!!" Dia terus menangis. Aku yang menyaksikannya, ikut menangis.

Aku ingin sekali menenangkannya, tapi ini adalah cerita masa lalu. Aku hanya bisa diam menyaksikan.

Aku mengutuk-ngutuk di dalam hati. Kenapa mimpi ini harus terjadi di dalam mimpiku? Kenapa mimpi ini terasa sangat nyata?

Tempatnya kembali berganti...

"Ibu, Derra. Aku minta maaf. Karena tidak bisa melindungi kalian." Gadis itu menatap foto yang ada di genggamannya. Air matanya mengalir, dia memeluk foto itu.

"Ibu, aku berjanji akan menemukan pemilik benda yang engkau titipkan kepadaku." Tekadnya.

"Aku akan pergi ke tempat itu!" Dia menatap langit biru.

"Aku akan mencari Putri Mars itu!" Dia berjalan mengikuti rombongan yang ingin melewati portal besar, menuju ke suatu tempat. 

Apa maksudnya Putri Mars?

Mimpi ini seperti pesan yang tersirat.

Aku ingin bangun dari tidurku!

                           ***

"Hah!" Aku menatap sekeliling. Akhirnya aku kembali dari mimpi burukku itu.

"Mimpi itu sangat nyata." Aku mengatur nafasku yang menderu kencang.

"Oh tidak! Aku akan telat!" Seruku panik, saat menatap jam yang ada di sebelahku. Aku berlari menuju kamar mandi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rahasia Mars   Episode 11

    Aku mencari bilik pakaian yang tertulis namaku."Huh, Mister James itu sungguh sangat galak, memang cocok dengan Miss Della." Gerutu Ghina, kesal. Aku tertawa mendengarnya.Murid-murid di sini kalau sedang kesal dengan Mister James atau Miss Della, biasanya mengumpat dengan menjodoh-jodohkan mereka berdua."Sudahlah Ghin, ayo ganti pakaian kita." Dia menghela nafas panjang, dan masuk ke dalam biliknya, aku juga ikut masuk ke dalam bilikku."Oke, kita akan belajar di lapangan biasa, karena ruang olahraga kita sedang ada renovasi. Saya tidak akan basa-basi lagi. Baik, sekarang kita akan bermain voli, saya akan membagikan tiga kelompok, saya akan mengumumkan kelompok kalian masing-masing.Kelompok yang pertama, Zella, Vino, Ghina, Rayn, Angela, Vina, Sean, Lian, Nia, dan Reska. Empat orang akan menjadi pemain cadangan, yaitu Angela, Vina, Sean dan Nia.Oke, kelompok selanjutnya..."Aku terdiam. Memang menyenangkan sekelompok dengan Ghina, tapi aku tidak menyangka akan sekelompok dengan m

  • Rahasia Mars   Episode 10

    "Pagi, Ma, Pa." Sapaku kepada Mama dan Papa."Pagi, sayang." Balas Mama, tersenyum lembut."Gimana tidurnya, nyenyak?" Tanya Papa, ikut tersenyum. Aku hanya mengangguk, balas tersenyum.Aku langsung menarik kursi dan duduk bersama Mama dan Papaku."Non Zella mau makan apa?" Tanya Bi Inah."Nasi goreng spesial pakai sosis, Bi." Jawabku."Baiklah, saya buatkan dulu ya, Non." Aku mengangguk.Sambil menunggu nasi gorengku, aku mencoba membuka topik pembicaraan."Ma, Pa." Panggilku. Mama dan Papa langsung menoleh ke arahku."Iya, kenapa sayang?" Tanya Papa."Mama dan Papa kenal Miss Della?" Pertanyaan itu terus memenuhi pikiranku semalaman, membuatku harus bertanya pagi ini. Mama dan Papa terdiam. Bi Inah yang sedang membuat nasi goreng, sedikit terkejut mendengar pertanyaanku."Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Tanya Mama menatapku.Aku menggeleng. "Tidak ada, hanya ingin tahu saja." Jawabku."Hmm, gimana ya ngejelasinnya." Mama terlihat berpikir keras."Hmm, gini..." Ucapan Mama terputu

  • Rahasia Mars   Episode 09

    Tempatnya kembali berganti..."Kak, aku lapar." Keluh Adiknya."Sabar ya, Derra." Kakaknya mencoba menyemangati Adiknya."Uhuk! Uhuk!" Kakaknya menoleh ke belakang, menatap Adiknya."Derrra, kamu sakit?" Tanya Kakaknya khawatir."Tidak." Adiknya menggeleng. Kakaknya Menurunkan Adiknya, dari gendongannya, lalu memeriksa kening Adiknya."Tidak apanya?!" Kakaknya mengomel."Ayo, kita cari obat!" Seru Kakaknya, kembali menggendong Adiknya."Tapi kita tidak punya uang, Kak." Langkah kaki Kakaknya terhenti.Adiknya benar, dia tidak memiliki uang sedikit pun.Sudah lima hari mereka berjalan mencari Tabib terdekat. "Kak, sudah lima hari Kakak berjalan mencari Tabib. Sudahlah, jangan terlalu Kakak paksakan untuk berjalan.""Aku tidak apa-apa. Kakak lebih baik istirahat." Adiknya tersenyum, menyentuh bahu Kakaknya, pelan.Walau, sebenarnya, tubuh adiknya semakin panas."Tapi, kamu harus bertahan!" Air mata Kakaknya mengalir, menoleh, menatap Adiknya.Adiknya mengangguk, tersenyum."Kalaupun ak

  • Rahasia Mars   Episode 08

    Tiba-tiba masa itu berubah..."Anak-anak! Cepat sembunyi!" Seru wanita itu panik."Nyonya Syaffara, bawa putrimu pergi dari sini!" Suruh seorang pria, tubuhnya tidak tinggi dan tidak pula pendek. Tubuhnya pas-pasan.Wanita itu mengangguk, menarik tangan kedua anaknya."Dasar kalian para pengkhianat!" Teriak seorang pria, aku berseru kaget. Yang membuatku kaget adalah, pria yang barusan berteriak tadi itu adalah Ayah mereka yang ada di tempat sebelumnya."Cukup, Barr!" Seru wanita yang lain."Diam kalian!" Dia menyerang siapa saja yang ada di hadapannya, dengan brutal."Kalian semua mengkhianatiku!" Teriaknya, terus menyerang tanpa ampun."Kami tidak pernah mengkhianatimu, Barr." Ucap pria yang lain, menggeleng."Ayah! Bunda!" Teriak seorang remaja perempuan."Syerra!" Balas wanita tadi panik."Anakmu ini akan menjadi korban dari pengkhianatan kalian!" Seru Ayah anak yang tadi kutemui di tempat sebelumnya. Aku bergidik ngeri saat pria itu memenggal kepala gadis itu."Tidaaaak!" Teriak

  • Rahasia Mars   Episode 07

    "Eh, Zella. Besok-besok aku ke rumah kamu lagi, ya!" Aku mengangguk."Dengan senang hati." Jawabku, memeluknya. Dia balas memelukku erat."Besok saat hari libur, aku suruh Bunda datang ke sini, bawakan makanan kesukaanmu." Aku tertawa, lalu mengangguk."Dan kita juga harus melanjutkan cerita tadi, nanti aku tanyakan lanjutan ceritanya ke Bunda. Soalnya aku juga penasaran, kenapa Miss Della bisa dekat dengan orang tua kita." Bisik Ghina. Aku mengangguk, tanda setuju."Tapi kita harus menunggu empat hari lagi, baru hari Sabtu." Dia mengeluh."Tidak apa, Ghin." Aku menepuk bahunya pelan, tersenyum.Aku mendengar suara klakson mobil."Eh, sopirnya udah datang tuh, aku pulang dulu ya. Bye!" Ghina melambaikan tangan ke arahku."Hati-hati di jalan, Ghina!" Aku balas melambaikan tangan.Setelah kepulangan Ghina, aku masih menunggu di luar, memikirkan banyak hal."Non Zella, kenapa tidak masuk?" Tanya Kak Reva, salah satu pelayan di rumahku."Eh, nanti saya masuk." Jawabku sedikit kaget. Satu,

  • Rahasia Mars   Episode 06

    Setelah kepergian Miss Della, ada yang memencet bel, itu bisa kutebak kalau yang datang itu Ghina. Karena Ghina memang datang jam segini (jam lima)." Hai, Ghin." Sapaku, saat sudah di depan pagar rumahku."Hai, mana Mama kamu?" Tanya Ghina saat di halaman rumahku."Ada di dalam." Jawabku, Ghina hanya mengangguk."Eh, rumah kamu tidak ada yang berubah, ya.""Maksud kamu?" Tanyaku bingung, menatapnya tidak mengerti."Iya, tetap besar. Seperti istana Putri." Jawabnya, balas menatapku."Kamu berlebihan Ghin. Mana ada seperti istana." Ucapku kesal, antara malu dan merasa terlalu berlebihan untuk memuji rumahku."Hahaha, maaf-maaf. Aaku hanya bercanda," Ghina hanya tertawa melihat ekspresi wajah kesal ku. Dia mencolek pipiku, yang membuatku semakin kesal."Eh, Nona Ghina, apa kabar?" Sapa Bi Inah, saat kami sudah di dalam rumah. Yang di sapa hanya tersenyum, mengangguk."Mama mana, Bi?" Tanyaku, membiarkan Ghina sibuk sendiri."Di dapur." Jawab Bi Inah. Aku langsung menarik tangan Ghina me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status