Share

Episode 07

"Eh, Zella. Besok-besok aku ke rumah kamu lagi, ya!" Aku mengangguk.

"Dengan senang hati." Jawabku, memeluknya. Dia balas memelukku erat.

"Besok saat hari libur, aku suruh Bunda datang ke sini, bawakan makanan kesukaanmu." Aku tertawa, lalu mengangguk.

"Dan kita juga harus melanjutkan cerita tadi, nanti aku tanyakan lanjutan ceritanya ke Bunda. Soalnya aku juga penasaran, kenapa Miss Della bisa dekat dengan orang tua kita." Bisik Ghina. Aku mengangguk, tanda setuju.

"Tapi kita harus menunggu empat hari lagi, baru hari Sabtu." Dia mengeluh.

"Tidak apa, Ghin." Aku menepuk bahunya pelan, tersenyum.

Aku mendengar suara klakson mobil.

"Eh, sopirnya udah datang tuh, aku pulang dulu ya. Bye!" Ghina melambaikan tangan ke arahku.

"Hati-hati di jalan, Ghina!" Aku balas melambaikan tangan.

Setelah kepulangan Ghina, aku masih menunggu di luar, memikirkan banyak hal.

"Non Zella, kenapa tidak masuk?" Tanya Kak Reva, salah satu pelayan di rumahku.

"Eh, nanti saya masuk." Jawabku sedikit kaget. Satu, karena pelayanku datang tiba-tiba. Dua, karena aku terlalu lama melamun.

"Baik, Non." Balasnya, melangkah kembali masuk ke dalam. Setelah beberapa menit, aku mulai bosan. Dan matahari mulai turun, aku pun kembali masuk ke dalam rumah. Tapi satu hal yang ganjil, di mana Bi Inah? Kenapa bisa tiba-tiba hilang?

"Zella, kenapa makanannya tidak disentuh?" Tanya Mama, membuyarkan lamunanku.

Setelah Papa kembali dari perusahaan, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, waktu kami makan malam.

"Mungkin Zella mikirin seseorang, benar begitu kan, Zella?" Tanya Papa menggodaku. Aku tertawa kecil melihat alis mata Papa yang naik turun. Aku menggeleng, "tidak kok, Pa." Jawabku mulai menyendok makanan ke mulutku.

"Terus, kenapa kamu melamun?" Tanya Papa masih menatapku, dengan tatapan jenakanya.

"Tidak ada." Jawabku masih menyuap makanan ke mulutku.

"Sudah-sudah, kita cari topik yang lain saja." Lerai Mama.

"Hmm, bagus juga tuh, Ma. Papa setuju." Papa mengacungkan jempol ke Mama.

"Tadi Papa di perusahaan, Papa bertemu dengan para pemilik perusahaan terkenal. Mereka mau bekerja sama dengan perusahaan kita, Ma." Papa sudah mengganti topik pembicaraan dengan topik perusahaan.

"Benarkah itu, Pa?" Tanya Mama antusias. Aku yang tadinya tidak semangat, karena mendengar cerita Papa barusan, membuatku tertarik.

"Benar." Jawab Papa santai.

"Papa tidak  sedang bergurau, kan?" Tanyaku menyelidik.

"Tentu saja tidak dong, masa Papa bohong." Ucap Papa, dengan bergaya menyebalkan.

Aku hanya mendengus kesal. Mama tertawa melihat ekspresiku yang kesal.

Aku hanya melanjutkan makan, tidak berkomentar lagi.

Setelah selesai makan, aku langsung beranjak ke kamarku di lantai dua.

Sebelum aku genap menaiki tangga, samar-samar aku mendengar percakapan Mama dan Papa.

"Pa, tadi Della datang ke rumah." Ucap Mama yang sedikit berbisik, walau aku masih mendengarnya.

"Oh ya, ngapain?" Tanya Papa juga berbisik. Aku tidak mendengarnya lagi, karena aku sudah sampai di depan kamarku.

Della? Maksudnya Miss Della?

Apa Mama dan Papa sudah kenal Miss Della sejak lama?

Dan di mana Bi Inah?

Apa yang Mama dan Papa rahasiakan?

Sejak kapan Mama dan Papa mengenal Miss Della?

Apa yang dibicarakan Mama dan Miss Della tadi?

Pertanyaan itu memenuhi kepalaku, dan membuatku stres.

Dan kenapa pula, Mama dan Papa bicara sambil berbisik-bisik?

Aku mengacak rambut panjangku, gusar.

"Hah, sudahlah, jangan terlalu dipikirkan." Aku bicara sendiri, frustasi.

"Lebih baik aku tidur." Aku berjalan menuju tempat tidurku.

Aku merebahkan diriku ke atas tempat tidurku, aku terus memikirkan apa yang Sedang dibicarakan Mama dan Papa tentang Miss Della. Hingga mataku terasa berat, dan terlelap.

                              ***

"Eh, aku ada di mana?" Aku menatap sekeliling. Aku berjalan melihat-lihat isi ruangan itu.

"Ini rumah?"

"Tapi tidak ada rumah seperti ini di kotaku." Aku terus berpikir.

Rumah itu sangat keren, walaupun aku tidak tahu benda cembung itu apa.

"Apa aku masih bermimpi?"

"Kenapa mimpiku seperti ini?"

Mimpi kali ini sangat janggal.

Aku terus berjalan tanpa tujuan.

Saat aku sedang melangkah, langkah kakiku terhenti. Di depanku ada benda aneh berbentuk mangkuk yang mengambang di atas lantai. Di sana terletak benda transparan seperti hologram. Bedanya, di dalam hologram ini hanya ada foto keluarga. Aku menatap foto itu lamat-lamat. Wajah anak perempuan yang ada di dalam foto itu, sangat mirip dengan orang yang kukenal.

Saat aku sedang asyik menatap foto itu, terdengar langkah kaki seseorang. Sepertinya itu pemilik tempat ini.

"Ayah!" Aku mendengar suara anak kecil, dari suaranya terdengar seperti suara laki-laki.

"Ayo, ayah! Ayah sudah janji denganku, ingin bermain di taman!" Anak itu merengek-rengek.

"Derra, Ayahmu baru pulang kerja. Nanti sore baru Ayah akan mengajakmu bermain." Bujuk seorang wanita, sepertinya itu Ibunya.

"Tapi, Bu." Anak itu masih tidak terima.

"Derra, bagaimana kalau kamu bermain dengan Kakak saja?" Tanya anak perempuan cantik, memberi usul. Sepertinya anak itu yang aku lihat tadi.

"Tapi Kakak kan ada les hari ini." Jawab Adiknya.

"Tidak apa, masih ada satu jam lagi Kakak masuk lesnya." Aku mendengarkan percakapan mereka.

"Oke, ayo kita ke kamar kakak!" Aku terdiam. Jangan-jangan mereka mau ke sini?!

"Eh?" Ibunya terdiam menatap bingung. Wajahku pucat.

Apa jangan-jangan mereka melihatku?

Bukankah aku tidak berada di dunia nyata? Bukankah aku sedang bermimpi?

Aku tetap diam, tidak bergerak.

"Eh, Dell. Kamu mengatur ulang kamar kamu lagi, ya?" Aku menghembuskan nafas lega. Ternyata mereka tidak bisa melihatku. Sepertinya mimpiku masuk ke dalam masa lalu seseorang. Tapi, apakah mimpiku ini benar-benar pernah terjadi?

Entahlah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status