Aku mencari bilik pakaian yang tertulis namaku.
"Huh, Mister James itu sungguh sangat galak, memang cocok dengan Miss Della." Gerutu Ghina, kesal. Aku tertawa mendengarnya.
Murid-murid di sini kalau sedang kesal dengan Mister James atau Miss Della, biasanya mengumpat dengan menjodoh-jodohkan mereka berdua.
"Sudahlah Ghin, ayo ganti pakaian kita." Dia menghela nafas panjang, dan masuk ke dalam biliknya, aku juga ikut masuk ke dalam bilikku.
"Oke, kita akan belajar di lapangan biasa, karena ruang olahraga kita sedang ada renovasi. Saya tidak akan basa-basi lagi. Baik, sekarang kita akan bermain voli, saya akan membagikan tiga kelompok, saya akan mengumumkan kelompok kalian masing-masing.
Kelompok yang pertama, Zella, Vino, Ghina, Rayn, Angela, Vina, Sean, Lian, Nia, dan Reska. Empat orang akan menjadi pemain cadangan, yaitu Angela, Vina, Sean dan Nia.
Oke, kelompok selanjutnya..."
Aku terdiam. Memang menyenangkan sekelompok dengan Ghina, tapi aku tidak menyangka akan sekelompok dengan mereka.
"Zella, kita sekelompok, Zell." Seru Ghina, senang. Aku hanya tersenyum tipis.
"Kamu kenapa?" Tanya Ghina. Aku menggeleng pelan.
"Kamu tidak suka ya, sekelompok denganku?" Tanya Ghina sedih.
"Eh, tidak kok." Jawabku cepat.
"Terus, kenapa?" Saat aku hendak menjawab, ada yang memanggilku.
"Zella, Ghina!" Kami menoleh.
"Huh, kalian bisa serius tidak sih?!" Ini yang membuatku malas sekelompok dengan mereka, karena ketuanya adalah Vino.
"Iya, sabar dulu kenapa?!" Balas Ghina berseru ketus.
"Hei, santai aja ngomongnya. Jangan nge gas."
"Kamu yang nge gas duluan!" Aku menarik tangan Ghina, untuk pergi menjauh. Aku tidak terlalu peduli dengan kata-kata anak itu.
"Hei, aku sedang bicara. Kalian malah pergi begitu saja? Dasar tidak sopan." Umpatnya. Aku menatap dingin ke arah anak menyebalkan itu.
"Hei, kalian!!" Panggil Mister James.
Kami menoleh.
"Ayo berkumpul, saya akan menjelaskan permainannya. Kelompok pertama akan melawan kelompok kedua, dan saat sudah menemukan pemenang di babak pertama, kelompok yang kalah akan melawan kelompok ketiga. Maka, kelompok yang menang bisa istirahat, dan kelompok tiga atau kelompok yang kalah diantara salah satunya yang menang, akan melawan kelompok yang menang. Faham?" Tanya Mister James tegas.
"Faham!" Jawab kami serentak.
"Baik, kita akan mulai pertandingannya!" Saat kami hendak mengambil posisi, salah satu anggota dari kelompok dua mengangkat tangan.
"Ya, Arga?" Tanya Mister James.
"Apakah kita tidak berdiskusi dulu, Mister?" Tanyanya sedikit ragu.
"Baiklah, saya akan memberikan kalian waktu diskusi selama sepuluh menit dari sekarang!" Kami samua langsung berkumpul sesuai kelompok masing-masing.
"Aku akan membagi siapa saja yang akan di depan, di tengah dan di belakang. Yang di depan itu, aku, dan Ghina, yang di tengah adalah Lian yang paling belakang adalah Zella, Rayn dan Reska."
"Hei, kenapa aku harus dekat kamu?" Tanya Ghina tidak terima.
"Jangan banyak tanya, ikut aja yang aku suruh." Ghina hanya mendengus kesal.
"Oke, aku tidak akan basa-basi lagi, yang akan nge servis pertama kali adalah Rayn. Aku, Ghina, dan Lian akan menjadi setter, kalian juga harus bisa melawan mereka, walaupun tidak menang, itu tidak penting, tapi usahakan kita bisa menang, dan kerjasama tim lah yang akan membuat kita bisa menang." Kami mengangguk.
"Oke, anak-anak, waktu diskusi kalian telah berakhir. Ayo kita mulai pertandingannya!" Kelompokku dan kelompok dua berlari ke lapangan pertandingan.
Sudah setengah jam kami bertanding.
Dan yang memenangkan pertandingan adalah kelompok kami.
"Baik, kita istirahat sejenak." Mister James meniup peluitnya. Kami semua bubar dari lapangan.
Sepuluh menit kemudian, Mister James meniup peluitnya lagi.
"Oke, anak-anak istirahat kalian selesai. Ayo maju kelompok dua dan tiga!" Seru Mister James tegas.
Kelompokku masih boleh istirahat. Walau cuma duduk dan nonton, kami bisa memulihkan kondisi tubuh kami.
Kami terus menonton pertandingannya hingga tidak terasa sudah hampir setengah jam, pertandingan antara kelompok dua dan tiga hampir selesai. Ini penentuan kelompok siapa yang akan menjadi lawan kami.
"Oke, anak-anak pertandingan selesai. Kalian boleh istirahat!" Mister James meniup lagi peluitnya. Dengan skor unggul, kelompok tiga bisa mengalahkan kelompok dua. Aku merasa, mungkin kelompok dua lelah, karena setelah menghadapi kami, mereka harus menghadapi kelompok tiga.
Istirahat kali ini cukup lama, karena ini penentuan siapa pemenangnya.
Lima belas menit kemudian Mister James meniup peluitnya tanda pertandingan penentuan dimulai.
"Ayo, bersiap-siap di tempat kalian. kelompok satu dan tiga!" Kami berlari ke tempat kami masing-masing.
"Heh, akhirnya kita bisa menjadi lawan tanding lagi, Vino." Vino hanya menatap datar ke arah Zidan, selaku ketua kelompok tiga. Yang kudengar dari mulut ke mulut, saat Vino bertanding basket di turnamen basket, Zidan menempati posisi tim lawan. Dan yang kudengar, bahwa tim Vino kalah melawan tim Zidan.
"Seharusnya dari tadi Mister James memberikan lawan setara." Ucap Zidan memanas-manasi kelompok kami.
"Yeah, mungkin waktu itu aku kalah, tapi kupastikan kali ini kelompokku tidak akan kalah." Jawabnya santai, tapi, tetap memakai wajah datar. Zidan mendengus kesal, karena melihat lawan bicaranya tidak sensitif.
"Ayo, kita mulai pertandingannya!"
Kami bertanding dengan sengit, skor kami imbang, dengan skor 1-1.
"Kamu tidak bisa melawanku!" Teriak Zidan marah.
"Kenapa kami tidak bisa melawanmu?" Tanya Vino datar. Kami terus bermain sengit, kelompok dua terus menyemangati kami. Walaupun kami lawan mereka, tapi kami tetap teman mereka.
Aku mencari bilik pakaian yang tertulis namaku."Huh, Mister James itu sungguh sangat galak, memang cocok dengan Miss Della." Gerutu Ghina, kesal. Aku tertawa mendengarnya.Murid-murid di sini kalau sedang kesal dengan Mister James atau Miss Della, biasanya mengumpat dengan menjodoh-jodohkan mereka berdua."Sudahlah Ghin, ayo ganti pakaian kita." Dia menghela nafas panjang, dan masuk ke dalam biliknya, aku juga ikut masuk ke dalam bilikku."Oke, kita akan belajar di lapangan biasa, karena ruang olahraga kita sedang ada renovasi. Saya tidak akan basa-basi lagi. Baik, sekarang kita akan bermain voli, saya akan membagikan tiga kelompok, saya akan mengumumkan kelompok kalian masing-masing.Kelompok yang pertama, Zella, Vino, Ghina, Rayn, Angela, Vina, Sean, Lian, Nia, dan Reska. Empat orang akan menjadi pemain cadangan, yaitu Angela, Vina, Sean dan Nia.Oke, kelompok selanjutnya..."Aku terdiam. Memang menyenangkan sekelompok dengan Ghina, tapi aku tidak menyangka akan sekelompok dengan m
"Pagi, Ma, Pa." Sapaku kepada Mama dan Papa."Pagi, sayang." Balas Mama, tersenyum lembut."Gimana tidurnya, nyenyak?" Tanya Papa, ikut tersenyum. Aku hanya mengangguk, balas tersenyum.Aku langsung menarik kursi dan duduk bersama Mama dan Papaku."Non Zella mau makan apa?" Tanya Bi Inah."Nasi goreng spesial pakai sosis, Bi." Jawabku."Baiklah, saya buatkan dulu ya, Non." Aku mengangguk.Sambil menunggu nasi gorengku, aku mencoba membuka topik pembicaraan."Ma, Pa." Panggilku. Mama dan Papa langsung menoleh ke arahku."Iya, kenapa sayang?" Tanya Papa."Mama dan Papa kenal Miss Della?" Pertanyaan itu terus memenuhi pikiranku semalaman, membuatku harus bertanya pagi ini. Mama dan Papa terdiam. Bi Inah yang sedang membuat nasi goreng, sedikit terkejut mendengar pertanyaanku."Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Tanya Mama menatapku.Aku menggeleng. "Tidak ada, hanya ingin tahu saja." Jawabku."Hmm, gimana ya ngejelasinnya." Mama terlihat berpikir keras."Hmm, gini..." Ucapan Mama terputu
Tempatnya kembali berganti..."Kak, aku lapar." Keluh Adiknya."Sabar ya, Derra." Kakaknya mencoba menyemangati Adiknya."Uhuk! Uhuk!" Kakaknya menoleh ke belakang, menatap Adiknya."Derrra, kamu sakit?" Tanya Kakaknya khawatir."Tidak." Adiknya menggeleng. Kakaknya Menurunkan Adiknya, dari gendongannya, lalu memeriksa kening Adiknya."Tidak apanya?!" Kakaknya mengomel."Ayo, kita cari obat!" Seru Kakaknya, kembali menggendong Adiknya."Tapi kita tidak punya uang, Kak." Langkah kaki Kakaknya terhenti.Adiknya benar, dia tidak memiliki uang sedikit pun.Sudah lima hari mereka berjalan mencari Tabib terdekat. "Kak, sudah lima hari Kakak berjalan mencari Tabib. Sudahlah, jangan terlalu Kakak paksakan untuk berjalan.""Aku tidak apa-apa. Kakak lebih baik istirahat." Adiknya tersenyum, menyentuh bahu Kakaknya, pelan.Walau, sebenarnya, tubuh adiknya semakin panas."Tapi, kamu harus bertahan!" Air mata Kakaknya mengalir, menoleh, menatap Adiknya.Adiknya mengangguk, tersenyum."Kalaupun ak
Tiba-tiba masa itu berubah..."Anak-anak! Cepat sembunyi!" Seru wanita itu panik."Nyonya Syaffara, bawa putrimu pergi dari sini!" Suruh seorang pria, tubuhnya tidak tinggi dan tidak pula pendek. Tubuhnya pas-pasan.Wanita itu mengangguk, menarik tangan kedua anaknya."Dasar kalian para pengkhianat!" Teriak seorang pria, aku berseru kaget. Yang membuatku kaget adalah, pria yang barusan berteriak tadi itu adalah Ayah mereka yang ada di tempat sebelumnya."Cukup, Barr!" Seru wanita yang lain."Diam kalian!" Dia menyerang siapa saja yang ada di hadapannya, dengan brutal."Kalian semua mengkhianatiku!" Teriaknya, terus menyerang tanpa ampun."Kami tidak pernah mengkhianatimu, Barr." Ucap pria yang lain, menggeleng."Ayah! Bunda!" Teriak seorang remaja perempuan."Syerra!" Balas wanita tadi panik."Anakmu ini akan menjadi korban dari pengkhianatan kalian!" Seru Ayah anak yang tadi kutemui di tempat sebelumnya. Aku bergidik ngeri saat pria itu memenggal kepala gadis itu."Tidaaaak!" Teriak
"Eh, Zella. Besok-besok aku ke rumah kamu lagi, ya!" Aku mengangguk."Dengan senang hati." Jawabku, memeluknya. Dia balas memelukku erat."Besok saat hari libur, aku suruh Bunda datang ke sini, bawakan makanan kesukaanmu." Aku tertawa, lalu mengangguk."Dan kita juga harus melanjutkan cerita tadi, nanti aku tanyakan lanjutan ceritanya ke Bunda. Soalnya aku juga penasaran, kenapa Miss Della bisa dekat dengan orang tua kita." Bisik Ghina. Aku mengangguk, tanda setuju."Tapi kita harus menunggu empat hari lagi, baru hari Sabtu." Dia mengeluh."Tidak apa, Ghin." Aku menepuk bahunya pelan, tersenyum.Aku mendengar suara klakson mobil."Eh, sopirnya udah datang tuh, aku pulang dulu ya. Bye!" Ghina melambaikan tangan ke arahku."Hati-hati di jalan, Ghina!" Aku balas melambaikan tangan.Setelah kepulangan Ghina, aku masih menunggu di luar, memikirkan banyak hal."Non Zella, kenapa tidak masuk?" Tanya Kak Reva, salah satu pelayan di rumahku."Eh, nanti saya masuk." Jawabku sedikit kaget. Satu,
Setelah kepergian Miss Della, ada yang memencet bel, itu bisa kutebak kalau yang datang itu Ghina. Karena Ghina memang datang jam segini (jam lima)." Hai, Ghin." Sapaku, saat sudah di depan pagar rumahku."Hai, mana Mama kamu?" Tanya Ghina saat di halaman rumahku."Ada di dalam." Jawabku, Ghina hanya mengangguk."Eh, rumah kamu tidak ada yang berubah, ya.""Maksud kamu?" Tanyaku bingung, menatapnya tidak mengerti."Iya, tetap besar. Seperti istana Putri." Jawabnya, balas menatapku."Kamu berlebihan Ghin. Mana ada seperti istana." Ucapku kesal, antara malu dan merasa terlalu berlebihan untuk memuji rumahku."Hahaha, maaf-maaf. Aaku hanya bercanda," Ghina hanya tertawa melihat ekspresi wajah kesal ku. Dia mencolek pipiku, yang membuatku semakin kesal."Eh, Nona Ghina, apa kabar?" Sapa Bi Inah, saat kami sudah di dalam rumah. Yang di sapa hanya tersenyum, mengangguk."Mama mana, Bi?" Tanyaku, membiarkan Ghina sibuk sendiri."Di dapur." Jawab Bi Inah. Aku langsung menarik tangan Ghina me