Share

Pertemuan kedua

"Maaf, apakah kalian akan bercerai?" tanya Calya ragu-ragu.

Alezha dan Kaysa tampak saling bertatapan. Ada keraguan di wajah Alezha karena orang tua mereka berteman baik. Lain halnya jika hanya rekan kerja, mungkin mereka lebih mudah bercerai.

"Kami akan memikirkan bagaimana caranya. Kau tenang saja, aku juga tidak ingin lama-lama berada di dalam hubungan ini." Alezha memberi pengertian kepada Calya meski ia pun ragu apakah bisa melakukannya.

Sedangkan Kaysan masih menatap Alezha dengan heran. 'Ada apa dengan wanita ini? Dia seperti sedang menyembunyikan masalah namun tetap tersenyum. Aku bisa membaca pergerakannya saat ini. Terdapat banyak keraguan dalam dirinya. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?' batin Kaysan.

"Terima kasih, Alezha, aku menghargai usahamu. Sepertinya benar, kau wanita yang baik, sama seperti ibumu. Siapa yang tidak kenal dengan Nyonya Alea? Sudah cantik, baik pula," puji Calya.

Alezha menatap arloji di tangannya. "Maaf, sepertinya aku harus pergi, aku sudah menggunakan waktu kantor lebih dari sepuluh menit." Tersenyum ramah.

Calya dan Kaysan pun mengangguk.

"Dia cantik sekali, baik pula," puji Calya yang masih menatap kepergian Alezha yang sudah sampai tak tampak lagi.

"Katakan, kenapa kau mengulur waktu untuk menikah? Aku pasti akan membiayai semua pendidikan mu." Kaysan menatap Calya dengan heran.

"Aku hanya ingin mengabulkan permintaan Papa untuk menyelesaikan pendidikan ku. Lagipula, beliau tidak tahu kalau aku akan jadi istri kedua. Bagaimana menjelaskannya? Dia akan melihat berita pernikahan mu di televisi." Calya tampak memijit pelipisnya.

"Maafkan aku, aku tidak bisa menolak permintaan Mama dan Papa. Tetapi aku berjanji akan bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan padamu malam itu. Aku akan menikahi dan membahagiakan mu." Kaysan menatap Calya dengan penuh serius.

"Aku percaya, Kaysan. Kau adalah pria yang bertanggung jawab. Toh, malam itu kau juga dalam posisi dijebak oleh teman wanitamu dengan obat perangsang dan aku juga dalam keadaan mabuk karena dipaksa minum oleh teman-temanku, jelas saja kita melakukan kesalahan satu malam itu." Calya menunduk sedih. "Andai saja aku tidak kehilangan kesucianku malam itu, aku pasti tidak akan merepotkan dirimu sampai meminta kau menikahiku."

"Calya, jangan menangis. Maafkan aku, sudah membuat mu mengingat malam kelam itu." Kaysan mengusap tangan Calya dengan lembut.

"Iya, tidak apa-apa. Sekarang aku harus pergi sebelum ada yang melihat kita di sini. Berjanjilah untuk tetap setia padaku meski kau telah menikah dengannya."

"Aku berjanji akan tetap setia padamu." Kaysan tersenyum sembari menatap kepergian Calya, wanita yang ia renggut kesuciannya hingga membuatnya berada dalam lingkaran janji seumur hidup.

Kaysan menghela nafas panjang. "Perasaan apa ini? Sampai sekarang pun aku tidak tahu apakah aku mencintai Calya atau tidak. Aku selalu melakukan apapun yang ia mau demi menebus dosaku. Semoga saja aku tidak terjebak cinta dengan Alezha. Dan dia? Apa-apaan dia itu? Bukankah dia menikah karena menuruti kedua orang tuanya? Lalu kalau bercerai? Apa itu tidak menyakiti hati kedua orang tuanya?" gumam Kaysan. Ia pun segera melangkahkan kakinya menuju keluar apartemen untuk kembali ke kantornya. Posisi CEO yang dipegangnya mengharuskan ia bertanggung jawab penuh dengan perusahaan yang sama besarnya seperti perusahaan yang dipimpin Reyza, papa Alezha.

Sedangkan Alezha yang sudah sampai kantor, langsung mendapat tatapan penuh selidik dari Rayden, saudara kembarnya.

"Darimana saja kau?"

"Aku habis bertemu dengan Kaysan."

"Apa kau sudah gila? Jadi kau benar-benar menyetujui perjodohan bodoh itu?" Rayden terlihat kesal.

"Jika kau mau protes, jangan kepada ku. Aku hanya menuruti permintaan mama dan papa."

"Aku tahu, tapi,,,,tidak bisakah kau menolak?"

"Tidak, kalau tidak keberatan, aku harus pergi." Alezha pun melangkah menuju ruang kerjanya. Ia merebahkan diri ke atas sofa dan mulai menangis dan berbicara sendiri. "Kau tahu Rayden, kenapa aku menuruti semua ucapan orang tua kita? Karena aku pernah sekali melanggar apa yang mereka katakan, dan untuk pertama kalinya juga aku mengalami hal yang buruk hingga menorehkan luka yang membekas seumur hidupku."

*****

Hari ini, Alezha dan Kaysan kembali bertemu di sebuah restoran sembari makan siang. Mereka makan di sebuah ruangan khusus tanpa ada pengunjung lain.

"Bagaimana? Apa kau sudah mempersiapkannya?" tanya Kaysan.

"Sudah, ini adalah hal yang tidak boleh kau lakukan setelah menikah." Alezha menyerahkan sebuah amplop berisi kertas yang bertuliskan apa-apa saja yang tidak boleh Kaysan lakukan.

Kaysan pun membaca isi surat itu. Hanya terdapat dua poin saja. Yang pertama tidak boleh berhubungan suami istri, dan yang kedua tidak boleh mencampuri urusan pribadi Alezha.

"Kau yakin hanya ini saja?" tanya Kaysan ingin meyakinkan.

"Ya, bagiku itu sudah cukup." Alezha mengangguk lalu tersenyum.

"Baiklah, aku tanda tangani." Kaysan membubuhi stempel yang terdapat tanda tangannya di kertas itu. "Dan ini apa-apa saja yang tidak boleh kau lakukan." Menyerahkan selembar kertas kepada Alezha.

Mata Alezha membulat saat melihat ada dua puluh poin yang terdapat di dalamnya. Bahkan hal kecil seperti tidak boleh kentut di depannya pun ia tulis.

"Kau tidak perlu menuliskan hal seperti ini. Mana mungkin aku mempermalukan diriku sendiri dengan kentut sembarangan."

"Aku hanya mengingatkan saja."

"Dan apa ini? Aku tidak boleh memegang celana dalammu? Memangnya siapa yang mau melakukan itu." Alezha terlihat sedikit kesal.

"Aku hanya mengingatkan."

"Tidak boleh mengintip saat mandi. Astaga, kenapa aku harus mengintipmu?" Alezha menatap Kaysan tidak percaya.

"Aku hanya mengingatkan. Mungkin saja suatu hari nanti kau khilaf."

"Kau bukan mengingatkan, tetapi menganggap ku seperti maniak, astaga." Alezha memijat pelipis matanya.

"Dan juga ini! Tidak boleh mengorok saat tidur, tidak boleh ada air liur di bantal, tidak boleh mengupil sembarangan, tidak boleh bersendawa, tidak boleh makan dengan sendok yang berdenting, memangnya kau akan menikah dengan orang jorok?"

"Aku hanya mengingatkan."

Alezha menarik nafasnya lalu mengeluarkannya perlahan. Ia berusaha menahan rasa kesalnya. Untuk pertama kalinya dalam dua tahun ini, ia menumpahkan kekesalan secara langsung. Mungkin karena semua poin yang dibuat oleh Kaysan ada jelmaan dirinya dulu. Semua yang tertulis di dalam kertas itu memang benar sering ia lakukan, terlebih di depan Rayden dan Erlangga, dua adik laki-lakinya.

"Baiklah, aku mengerti." Alezha tersenyum lalu membubuhkan tanda tangan dengan stempel yang sama seperti Kaysan.

"Apa kau tidak berniat menambah poin?" tawar Kaysan.

"Tidak, aku rasa kau tidak akan melakukan hal-hal bodoh seperti itu."

"Ya sudah, kalau begitu, ayo kita makan," ujar Kaysan saat semua menu yang mereka pesan sudah datang.

Selama makan, terdengar dentingan sendok milik Kaysan. Alezha yang tidak nyaman mendengarkan pun langsung melirik tanpa berkata apapun.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status