Ia hidup dengan limpahan kasih sayang, harta, serta kepercayaan penuh dari keluarganya. Namun satu malam yang buruk menimpanya saat ia diam-diam ikut berpesta dengan teman-temannya. Dan sejak hari itu, ia pun berubah. Dari sosok yang berisik, bertindak sesuka hati dan arogan, menjadi orang yang penyabar, penurut dan selalu tersenyum apapun yang terjadi, meski itu melukai hatinya. Ia tak pernah menunjunkkan kesedihan kepada siapapun. Karena ia ingin memendam semuanya sendiri. "Karena bagiku, dengan tersenyum, aku dapat melupakan segala rasa sakit ku." Alezha.
View More"Hai, Ra. Long time no see."
Tara terkejut saat lelaki itu berbalik dan menyapa. Wanita itu mengernyitkan dahi dan mencoba mengingat apakah mereka pernah bertemu sebelumnya. Lalu, wajahnya memucat saat menyadari siapa sosok di depannya sekarang.
"Kamu lupa ya?" tanya lelaki itu.
"Kamu--"
"Si gentong yang pernah ditolak mentah-mentah waktu upacara bendera."
Tara tercengang lalu membuang pandangan. Wanita itu menggosok kedua telapak tangan untuk menghilangkan gugup. Kini posisinya menjadi serba salah. Ingin meninggalkan ruangan itu tetapi tak bisa.
"Pak Juan," sapa Tara canggung.
"Gak usah formal. Panggil Juan aja. Gentong juga boleh."
Juan menyeringai saat menatap sosok di didepannya. Tara masih sama seperti dulu, cantik dan anggun. Gadis itu terlahir ningrat sehingga auranya berbeda. Sekalipun saat ini kondisi ekonominya sedang sulit.
"Itu kurang sopan. Bapak atasan saya," ucap Tara gelisah.
Juan mengulum senyum, lalu berjalan menuju sofa. Lelaki itu sengaja membiarkan Tara tetap berdiri untuk melihat ekspresinya.
"Kamu udah siap bekerja sama dengan saya?" tanya Juan santai.
"Siap, Pak," jawab Tara yakin. Sekalipun ini di luar dugaan, tetapi gadis itu harus menerimanya.
Juan berdiri sembari menyelipkan kedua tangannya di saku celana. Lelaki itu berjalan mengelilingi Tara yang sejak tadi masih mematung. Gadis itu sendiri sekarang menjadi serba salah harus berbuat apa.
Rasanya Tara ingin segera meninggalkan ruangan ini dan mengajukan surat resign. Namun, tentu saja itu tidak akan terjadi. Masa depannya masih bergantung dari gaji di perusahaan ini.
"Jadi sekretaris pribadi itu berat, loh. Tugasnya banyak," pancing Juan.
"Saya sudah terbiasa dengan Pak Andre dulu," jawab wanita itu yakin.
Tara sudah berada cukup lama di perusahaan ini. Posisinya adalah sekretaris Andreas, kepala cabang yang menjadi atasannya langsung. Selama bekerja dengan sama dengan lelaki itu, semua berjalan dengan lancar tanpa hambatan yang berarti.
Sayangnya, Andreas mendapat mutasi menjadi kepala cabang di daerah lain. Sehingga lelaki di hadapannya ini yang menggantikan.
Juandar Rahadjo, putra bungsu Salim Rahardjo yang baru pulang dari luar negeri untuk menempuh pendidikan jenjang S2. Lelaki yang dulunya kuper karena memakai kacamata tebal, kini malah berubah menjadi sesosok pria tampan dan juga matang.
Tara baru tahu jika Juan adalah salah satu pemegang saham di perusahaan milik ayahnya. Sialnya, gadis itu pernah menolaknya saat mereka masih duduk di bangku SMA dulu.
Tara adalah primadona sekolah karena memiliki paras yang cantik. Sementara itu, Juan adalah anak penyumbang utama yayasan milik sekolah mereka.
Hanya saja, dulu Juan mengalami obesitas. Sehingga banyak gadis yang menjauhinya. Meskipun lelaki itu berasal dari keluarga kaya.
"Maksud kamu?" tanya Juan tak mengerti.
"Saya sudah tahu tugas seorang sekretaris di kantor ini. Saya bekerja selama empat tahun di bawah Pak Andre," jawab Tara tegas.
Juan mengernyitkan dahi, lalu tersenyum karena merasa lucu dengan jawaban gadis itu.
"Kalau sama saya beda. Kamu gak cuma ngerjain laporan. Tapi juga yang lain," bisik Juan sembari menyibak rambut panjang wanita itu.
Tara berbalik dan menatap Juan dengan geram. Bisikan lelaki itu seperti sengaja untuk menggodanya.
Apalagi sorot mata Juanbegitu kurang ajar. Lelaki menatapnya dari atas hingga ke bawah.
"Yang lain itu contohnya apa, Pak?"
Tara mencoba menahan emosi. Apalagi kini tangan Juan mulai mengusap punggungnya.
"Hemmm, apa ya? Jalan-jalan atau makan. Bisa juga tidur--"
Tara menangkap tangan Juan yang mulai berani merengkuh pinggangnya. Dia menatap lelaki itu dengan geram.
"Jangan tegang gitu, Ra."
"Saya di sini buat bekerja, Pak. Bukan yang lain!" ucap Tara tegas.
Juan tergelak, lalu melepaskan tangannya yang sedari tadi mencoba berkeliaran. Sejak dulu, pikirannya memang berkelana jika menyangkut wanita ini.
Sayang, impian Juan untuk menyentuh Tara baru terwujud sekarang. Saat mereka sudah berpisah selama sepuluh tahun dan kini dipertemukan kembali.
Tara selalu menjadi objek fantasy Juan. Sekalipun dulu lelaki itu bertubuh tambun, dia tetaplah seorang remaja pubertas yang kerap memimpikan sesuatu yang indah bersama sang gadis idaman.
"Oke, mulai besok ruangan kamu pindah ke depan sana," tunjuk Juan pada pintu kaca di depannya.
Tara terbelalak tanda tak terima jika Juan bersikap seenaknya. Sejak awal datang, lelaki itu meminta ruangannya dipindahkan ke lantai atas. Padahal selama ini ruangan kepala cabang menyatu dengan karyawan yang lain.
Juan juga membuat sebuah ruangan baru, yang ternyata disiapkan untuk sekretaris pribadinya. Dan ruangan itulah yang dia tunjuk tadi untuk Tara tempati.
"Tapi, ruangan saya selama ini di lantai bawah sama yang lain, Pak," tolak Tara halus.
"Karena sekarang kamu bekerja untuk saya, maka ruangan kamu pindah di sana. Itu untuk memudahkan kita berkomunikasi."
Juan mengucapkannya dengan tegas. Nada suaranya cukup mengintimidasi. Itu menandakan bahwa titahnya tak boleh dibantah.
Tara terdiam dan akhirnya mengangguk. Dalam situasi begini, dia terpaksa harus menuruti karena Juan adalah atasannya sekarang.
Daripada Tara dipecat lalu kehilangan pekerjaan. Itu berarti kiamat untuk keluarga mereka.
"Baik, Pak."
"Sekarang kamu boleh keluar. Persiapkan diri untuk menempati ruangan yang baru, ya."
"Siap, Pak."
Tara segera berdiri dan hendak meninggalkan tempat itu, ketika tiba-tiba saja tangannya dicekal.
"Ada apa, Pak?" tanya gadis itu tak suka.
"Kamu masih sama kayak dulu. Cantik dan juga seksi," bisik Juan.
Tara mengempaskan tangan lelaki itu dengan kasar dan bergegas keluar. Wanita itu mengumpat berulang kali ketika pintu kembali tertutup.
Sementara itu Juan malah tergelak sembari membuka kacamatanya. Benda yang selalu bertengger di wajahnya itu kini sudah tak setebal dulu. Dia sudah melakukan operasi lasik sehingga matanya kembali normal.
Hanya saja Juan memang lebih suka memakai kacamata karena sudah terbiasa sejak kecil. Lagipula dengan memakainya, lelaki itu terlihat lebih berwibawa sebagai atasan.
"Liat aja ntar. Lo bakalan ikut permainan gue atau gak," ucap Juan sembari mengusap bibir dan tersenyum licik.
***
Tara mengumpat berulang kali saat tiba di ruangannya. Wanita itu bahkan tersandung ketika hendak membuka pintu. Sehingga dia terjatuh dan menjadi bahan tertawaan rekan kerja yang lain.
"Kamu kenapa?" tanya salah seorang rekan yang lain ketika menghampirinya.
Tara memang memiliki ruangan sendiri. Namun, mereka berada di kawasan yang sama dengan bagian administrasi yang lain. Sehingga segala aktivitasnya bisa terlihat jelas.
"Gak apa-apa."
"Udah ketemu Pak Juan?"
Tara mengangguk. Wanita itu mengusap kakinya yang terasa nyeri karena jatuh tadi.
"Gak nyangka, ya. Ternyata anaknya owner mau turun tangan langsung pegang cabang sini."
"Aku juga gak nyangka kalau itu dia." ucap Tara kesal.
"Loh, memangnya kamu udah kenal Pak Juan?" tanya rekannya curiga.
Tara gelagapan, lalu membuka sepatu yang haknya kini patah. Wanita itu kembali mengumpat karena sepatu kesayangannya kini rusak.
"Eh, enggak."
"Kamu beruntung bisa jadi sekretaris dia. Pak Juan itu udah ganteng, tajir lagi. Mana tau kegebet."
"Ini bukan kisah Cinderella, Neng," ucap Tara pedas.
"Eh tapi aku dengar, dia udah punya tunangan. Itu pacarnya model blasteran."
Tara mengangkat bahu sebagai tanda tak tahu. Dia tak tertarik sama sekali dengan informasi apa pun mengenai Juan. Jika memang lelaki itu sudah mempunyai pacar, itu berarti bagus untuknya.
Melihat sikap Juan tadi membuat Tara ngeri. Lelaki itu tentu saja mengikuti trend pergaulan bebas di luar sana, sehingga berani lancang menyentuhnya.
"Kalau memang dia udah tunangan berarti bagus, dong. Jadi dia gak perlu gangguin aku lagi."
Tara masuk ke ruangan tanpa menggunakan sepatu. Meninggalkan rekan kerjanya yang kebingungan akan ucapannya barusan.
Tara masih merasakan nyeri di kaki sehingga menjadi pincang. Sepertinya hari ini dia akan memesan taksi online untuk mengantar pulang.
"Bagaimana, para saksi, sah?" tanya pak penghulu pada para saksi dan tamu yang hadir."SAH!!""Alhamdulillah."Mereka semua mengucap syukur."Selamat, ya, Leon, Sofi, akhirnya kalian menikah lagi," ucap Alezha sambil memeluk Sofi."Terima kasih, ini semua berkat dirimu. Dan terima kasih juga untuk baju pengantin kami," sahut Sofi sambil melihat gaun pengantin yang ia kenakan.Ternyata, saat Alezha meminta dijahitkan baju dengan ukurannya, adalah karena gaun itu untuknya dan Leon."Iya, sama-sama. Mulai sekarang, hiduplah bahagia bersama cinta sejati mu.""Leon, jangan pernah menyakiti istrimu lagi. Jaga dia sampai akhir hayat mu." Kaysan menepuk bahu Leon."Iya, aku berjanji, aku akan selalu menjaga dan mencintai Sofi sampai akhir hayat ku." Leon memegang erat tangan Sofi.Mereka pun saling bertatapan hingga Leon akan mendaratkan sebuah ciuman di bibirnya."Heh, j
Sofi terlihat mondar mandir di dalam ruang kerjanya. Sejak semalam ia memang masih bingung dengan pergolakan hatinya.Hingga akhirnya, ia pun memberanikan diri membuka blokiran semua akun sosmed Leon. Di salah satu akun sosmednya, Sofi melihat banyak postingan Leon yang semua komentar ia kunci. Di salah satu postingan Leon, Sofi melihat sebuah jam tangan yang Leon unggah dengan caption 'setidaknya dia pernah mencintai ku meski saat ini aku tidak akan bisa memilikinya lagi'. Jika dilihat tanggalnya, postingan itu sudah berusia setahun.Selain itu, Leon juga mengunggah sebuah foto yang hanya menampakkan tangan yang ia genggam. Sofi tahu bahwa itu adalah tangannya. Leon menulis dengan caption 'andai waktu diputar ulang, aku tidak akan pernah melepaskan tangan ini'.Tanpa terasa air mata Sofi mengalir. Ia tidak menyangka bahwa Leon masih menyimpan foto dan hadiah pemberiannya saat mereka masih bertunangan.
Beberapa hari telah berlalu."Alezha, aku ingin bicara!" ucap Kaysan saat Alezha sedang merias wajahnya di depan cermin."Bicaralah, untuk apa berbasa-basi?" ucap Alezha tanpa menoleh."Bila berbicara dengan suami mu, lihatlah wajahnya."Alezha berbalik dan berdiri menghadap Kaysan. "Sekarang bicaralah!""Kenapa akhir-akhir ini kau berubah? Apa kau sudah tidak mencintai ku lagi?" Kaysan langsung mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini mengganjal di hatinya."Berubah?" Alezha berbalik dan memerhatikan penampilannya di depan cermin. "Ya, aku memang sedikit lebih kurus, tapi apa itu masalah?""Bukan itu! Meski berat badanmu bertambah belasan kilo pun aku tidak akan mempermasalahkannya.""Apa? Jadi kau berharap aku menjadi gendut? Kau suka aku seperti itu? Apa kau baru saja menyumpahiku?""Apa? Tidak bukan itu. Jangan mengalihkan pembicaraan! Aku sedang membicarakan sikapmu belakangan ini.
Pagi itu, Alezha baru saja bangun dari ditidurnya. Setelah melaksanakan salat subu berjamaah dengan Kaysan, ia memang tidur lagi karena tadi malam Keizha agak rewel."Sayang, baru bangun?" tanya Kaysan yang sedang merapikan kemeja bajunya."Hmmm," sahut Alezha sambil berjalan gontai ke kamar mandi.Setelah selesai mandi dan berganti baju, ia pun kembali ke dalam kamar."Masih di sini?" tanya Alezha sambil merapikan ranjang."Aku ingin agar kau memakaikan dari untukku," ucap Kaysan dengan senyuman lembut."Memangnya kau tidak bisa pakai sendiri?""Bisa, tapi aku ingin kau yang memakaikannya untuk ku." Menyerahkan dasinya pada Alezha.Alezha mengambil dasi itu, namun tidak memakaikannya. Ia malah meletakkan dasi itu ka atas ranjang lalu pergi ke luar kamar.Kaysan kecewa melihat sikap Alezha yang te
Beberapa tahun telah berlalu. Kini, ketiga anak kembar Alezha sudah berumur dua tahun. Bisa dibayangkan, bagaimana repotnya menjaga anak kembar tiga yang sedang aktif-aktifnya."Kaizo, Kiano, sini, Sayang, jangan lari ke sana, di situ ada,,,,,"Brukkk. "Huaaaaaaaa." Tangisan Kaizo pun terdengar saat ia baru saja menabrak Alezha yang baru akan keluar dari ruangan tempat Kaizo akan masuk."Astaghfirullahalazim, Sayang." Alezha langsung menggendong Kaizo dan mengusap bagian wajahnya yang tadi menghantam kaki bagian atas Alezha."Sayang, maaf, aku tidak bisa mencegah mereka ke sini." Kaysan menghampiri Alezha."Memangnya kemana tiga baby sitter kita?""Mereka sudah mengundurkan diri pagi ini. Apa kau lupa?""Oh iya, aku baru ingat. Lalu, apakah sudah dapat gantinya?""Aku sudah berbicara pada temanku yang mempunyai jasa b
Beberapa bulan telah berlalu.Sofi telah sehat kembali. Kini ia bekerja di sebuah butik yang di jalankan nenek Alezha. Ia tinggal di salah satu unit di apartemen milik Kaysan.Leon sudah kehilangan semua perusahaannya karena hutang yang harus ia lunasi, namun Kaysan menepati janjinya, ia menjadikan Leon sebagai salah satu pekerja jarak jauh di perusahaannya. Kini Leon tinggal di apartemen milik keluarga Armadja tanpa diketahui publik. Ia tidak mungkin tinggal satu apartemen dengan Sofi. Pernah sekali Leon meminta maaf padanya, Sofi hanya mengangguk, namun ia mengajukan syarat agar itu menjadi pertemuan pertama dan terakhir mereka.Orang tua angkat Sofi masuk ke dalam penjara karena mereka masih menjalani bisni gelap prostitusi online dengan menjual para gadis di dekat rumah mereka.Orang tua Calya sudah meminta maaf pada Kaysan dan Alezha atas kesalahan Calya semasa hidup. Tentu saja, Alezha yang berhati emas lang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments