Share

3. X-Ray

Author: nsr.andini
last update Last Updated: 2025-07-02 07:12:58

Satu tangan yang sudah memegang sebungkus kapas dan botol kecil pembersih wajah, satu tangannya lagi yang terbebas mengambil sebuah cermin berukuran sedang berwarna pink bergambar strawberry. Berdiri kembali di hadapan Reina. Menyodorkan apa yang ia pegang pada Reina yang semakin dibuat tak percaya bahwa Arga akan mempersiapkan semuanya. Hati perempuan mana yang tidak tersentuh? Tentu Reina terharu dengan apa yang Arga lakukan.

Diterimanya barang-barang itu yang Reina taruh di kasur, sampingnya. "Sekitar 15 menit lagi Dokter akan datang," kata Arga.

"Sebelum Dokter datang saya akan menyelesaikannya."

Ditinggalkannya lagi Reina yang siap membersihkan wajah. Ketika Arga tengah menurunkan anak tangga, terdengar dering handphone. Arga merogoh salah satu saku celana bahannya di mana Arga sudah berganti pakaian menjadi pakaian santai saat menunggu Reina berganti pakaian.

Lagi-lagi terdapat panggilan masuk dari Revan yang kali ini tidak Arga abaikan. Diangkatnya telepon itu dengan berhati-hati, takut Reina mendengarnya. "Ada apa?" tanya Arga sembari berjalan.

"Bagaimana rasanya menikah?" tanya Revan di seberang sana dengan nada santai.

"Kalau hanya itu yang ingin kamu katakan, Kakak tutup teleponnya," ancam Arga yang tidak main-main.

"Santai Kak santai. Kak Arga tahu? Aku gak menyesal sama sekali kabur sebelum pernikahan. Kalau nggak, mungkin aku gak akan memiliki kesempatan menjadi Dokter di sini dan sekali lagi, terima kasih atas bantuan dan fasilitas yang sudah Kakak berikan untuk masyarakat dan aku selama di sini."

"Gak masalah."

"Ya sudah, Kak. Aku tutup teleponnya, selamat menikmati malam pertama!" Sebelum Arga mengatakan sesuatu Revan sudah lebih dahulu mengakhiri panggilan setelah menggoda Arga yang hanya memasang wajah datar.

.

.

Pada akhirnya Reina perlu ke Rumah Sakit. Setelah melakukan x-ray, Reina dibawa ke ruang IGD untuk menunggu tindakan selanjutnya. Arga bantu Reina duduk di atas brankar, dan seorang perawat sebelumnya yang mengikuti mereka, melangkah pergi dari sana dengan memberi saran untuk Reina jangan jalan dahulu.

Arga menarik tirai pemisah di ruang IGD agar mereka memiliki waktu pribadi berdua, karena di sana lumayan banyak orang. Arga mendudukkan diri di kursi yang tersedia depan nakas. Menatap Reina yang memilih menatap ke arah tirai karena tidak kuat menatap Arga dalam mode suami.

"Masih sesakit itu?" tanya Arga.

"Iya." Sembari menatap Arga, lalu menoleh ke arah tirai lagi.

"Kalau Ayah kamu tahu, beliau pasti langsung berlari ke sini."

"Maka dari itu jangan kasih tahu Ayah, Pak."

"Saya juga gak mau setelah kebahagiaan yang ada melihat putri satu satunya menikah, beliau harus merasa khawatir."

Apa Pak Arga memang lelaki yang seperhatian ini? Aku baru tahu. Mungkin kalau aku gak menikah dengannya, aku gak akan melihat sisi lainnya yang bisa membuat hati aku meleleh seketika, terlepas dari wajahnya yang selalu datar.

"Kamu mau minum? Atau yang lain? Saya bisa membelikannya."

Reina menggelengkan kepala. "Ada hal yang ingin sekali saya tahu."

"Kamu bisa menanyakannya." Arga melipat kedua tangan di depan dada.

"Kenapa Bapak yang menjadi pengantin prianya? Di mana Pak Revan?"

"Mengingat kamu memiliki sahabat seorang reporter, saya rasa seharusnya kamu sudah tahu kalau Revan memutuskan memilih kekasihnya itu dari pada menikah dengan kamu."

Kalau seperti apa yang dikatakan Pak Arga, kenapa sebelumnya Revan terlihat yakin menikah dengan aku? Apa alasannya sesimpel itu? Atau ada alasan lain yang Pak Arga sembunyikan?

Lagi-lagi Reina curiga, tidak langsung percaya seperti itu saja. Reina mungkin tidak akan curiga jika dari awal Revan memperlihatkan keraguan yang ada.

"Terus, kenapa Pak Arga mau menggantikannya? Pernikahan bukanlah hal main-main."

"Kalau bukan main-main, kenapa kamu mau menikah dalam waktu 3 hari?" tanya balik Arga dengan tatapan penuh interogasi.

Bukannya tertekan dengan pertanyaan Arga, justru Reina mencoba mengembalikan pembahasan awal yang mungkin ingin Arga hindari. "Bukannya seharusnya Bapak jawab pertanyaan saya lebih dulu? Saya yang pertama bertanya."

"Kalau saya gak melakukannya dan Ayah kamu tahu Revan menghilang, saya takut terjadi hal yang lebih buruk sama beliau."

Perkataan Arga pun membuat Reina terdiam. Perkataan Arga 100% benar, dan Reina pun tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi pada Ayah-nya. "Terima kasih sudah melakukannya," ucap Reina pada akhirnya yang tidak lagi ingin berdebat dengan Arga. Lebih tepatnya tidak ada lagi yang ingin ditanyakan. Apa yang dikatakan Arga mampu mengguncang hatinya.

Kemudian, datang Dokter sebelumnya yang ke Mansion. Menjelaskan jika ada retakan pada tulang pergelangan kaki Reina, dan setelahnya Dokter melakukan perawatan pada Reina dengan Arga yang setia di sampingnya. Untungnya retakan itu tidak parah, sehingga Reina hanya perlu dipasang gips.

Selesai dengan pengobatan, Arga mendorong kursi roda yang terdapat Reina ke arah Apotek yang masih dalam Rumah Sakit. "Kamu mau tunggu di sini atau mobil?" tanya Arga sembari menatap Reina yang berada di sampingnya.

"Di sini saja, Pak."

Arga dan Reina pun menunggu obat dengan Reina yang sibuk memperhatikan sekeliling sedangkan Arga memainkan handphone.

Mengambil obat yang membutuhkan waktu lumayan lama membuat Reina mengantuk dan tanpa ia sadari kepalanya jatuh di atas bahu Arga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Pernikahan Darurat   40. The Power of Love

    Reina tidak tahu di mana itu, atau apakah ia sedang berada di ambang kematian?"Aku sudah mati? Apa ini sungguh?" tanya Reina pada dirinya sendiri sembari menoleh ke setiap penjuru arah.Hingga terlihat seorang wanita dan pria yang tak asing baginya, berjalan ke arah Reina. Sontak senyum Reina merekah. Senyum bahagia yang sudah lama tak nampak. Senyum bahagia saat melihat Ayah dan Ibu-nya.Saat Ayah dan Ibu-nya sudah berada tepat di hadapannya, Reina langsung memeluk kedua orang itu secara bersamaan. Betapa bahagianya Reina bisa bertemu dengan kedua orang tuanya lagi. Seketika melupakan bahwa ada satu manusia lagi yang sedang menunggunya kembali, Arga yang sangat ingin Reina kembali padanya."Aku bahagia sekali bisa melihat Ibu dan Ayah lagi," ucap Reina setelah melepas pelukan dengan wajah bahagia campur terharu."Kami juga bahagia bisa bertemu kamu, sayang," ujar Ibu-nya seraya tersenyum penuh cinta."Aku gak mau hidup tanpa Ibu dan Ayah lagi. Aku mau sama sama Ibu dan Ayah!"Salah

  • Rahasia Pernikahan Darurat   39. Orang Lain

    "Kamu gakpapa, Bas?" tanya Arga pada Baskara yang berdiri."Saya gakpapa, Pak. Mengenai penculikan Bu Reina saya sudah tahu siapa dalangnya.""Bukankah Pak Samuel?""Ternyata orang lain, yaitu Pak Zico."Arga memasang wajah tak percaya begitu pun Tio. Samuel yang selama ini mengincar ingin menyakiti Reina, bagaimana mungkin bukan dia yang akhirnya berhasil melukai Reina."Bisa dipastikan 100 persen kalau Pak Samuel gak ada hubungannya dengan penculikan itu?" tanya Arga dengan wajah ragu."Saya dan tim sudah mengeceknya berkali kali, Pak."Setelah menunggu 1 jam lampu depan Ruang Operasi akhirnya padam. Pintu perlahan terbuka, dan Arga langsung menghampiri Dokter laki-laki yang berbeda dari saat di ambulance."Operasi berjalan lancar dan kami berhasil mengeluarkan pelurunya. Tapi, kondisi pasien dalam keadaan kritis karena peluru yang masuk cukup dalam hingga merusak beberapa pembuluh darah dan sempat kehilangan banyak darah juga. Kami butuh waktu untuk observasi di ICU," jelas Dokter.

  • Rahasia Pernikahan Darurat   38. Chest Decompression

    Arga tahu seharusnya ia tidak senang terlebih dahulu saat melihat Reina karena situasi benar-benar menegangkan, namun Arga bersyukur ia masih bisa melihat Reina yang nampaknya baik-baik saja. Ketika Arga melangkah maju pria pria berbadan besar itu langsung siaga, bahkan ada yang menghampiri Arga.Sebelum diserang, Arga menyerang lebih dahulu. Melihat hal itu Reina langsung memasang wajah cemas dan banyak-banyak berdoa agar suaminya itu tidak terluka, karena jika Arga terluka maka pengorbanan Reina akan sia sia.Arga terus melawan orang orang itu yang tak ada habisnya menyerangnya, dan saat stamina Arga mulai menurun terlihat Arga yang lebih sering terkena pukulan, datang anak buahnya yang langsung mengambil alih. Melihat hal itu Arga langsung menghampiri Reina yang matanya berkaca-kaca, membuka ikatan pada tangan dan kaki Reina serta lakban kuning yang menutupi mulutnya.Bebas dari ikatan, Reina yang berdiri tepat di hadapan Arga, memeluk Arga. Arga pun membalasnya dengan wajah lega.

  • Rahasia Pernikahan Darurat   37. Handphone yang tidak aktif

    Arga telah kembali ke Kantor setelah sibukkan mengobrol dengan klien. Menghentikan langkah kaki tepat di depan meja Reina yang kosong. "Seseru itukah mengobrol dengan Indah sampai belum kembali, Re?" gumam Arga.Mengeluarkan handphone dari dalam saku jas, berjalan masuk ke dalam Ruang Kerja sembari menempelkan handphone pada telinga. Nomor yang Anda tujui sedang tidak aktif atau... seperti itulah jawaban yang terdengar di seberang sana."Gimana bisa nomor kamu gak aktif, Re," gumam Arga sembari mendudukkan diri di sofa single. Mencoba menelepon Reina sekali lagi di mana nomornya benar-benar tidak aktif. Raut wajah Arga pun seketika berubah khawatir.Karena tidak ingin membuang buang waktu dengan mencoba menunggu Reina lebih lama dan berpikiran baik kalau nanti Reina juga kembali, Arga menghubungi seseorang."Hallo, Pak Arga," ucap perempuan di seberang sana yang suaranya tidak asing."Kamu bersama Reina, kan? Tolong berikan handphonenya sama Reina. Saya meneleponnya tapi nomornya gak

  • Rahasia Pernikahan Darurat   36. Keputusan Reina

    Pagi telah datang menyapa Reina yang masih tertidur dalam dekapan Arga. Tiba-tiba handphone yang berada di atas nakas berdering, bunyinya mengisi seluruh ruang Kamar, membuat Arga membuka matanya lebih dahulu. Menyingkirkan tangan Reina yang memeluknya dengan perlahan, karena takut membangunkan. Kemudian, Arga mengambil handphone miliknya, menatap sebentar sebelum akhirnya mengangkat telepon itu. Setelah menerima telepon yang sebentar itu, Arga meletakkan kembali di atas nakas lalu menatap penuh cinta perempuan di sampingnya sembari tersenyum bahagia. Perlahan mata perempuan itu terbuka dan langsung berpapasan dengan manik mata sang suami. "Pagi, Mas," ucap Reina dengan suara pelan khas orang bangun tidur dan tersenyum lembut. "Pagi, Re." Seraya tersenyum. Lalu, Arga mendaratkan bibirnya di atas kening Reina. Mengecupnya lembut. "Mas Arga mau sarapan apa? Biar aku buatkan." Arga menggelengkan kepalanya. "Kali ini saya saja yang masak. Kamu mau apa?" Reina tersenyum. "Kalau aku kat

  • Rahasia Pernikahan Darurat   35. Suprise yang Gagal

    Reina memundurkan tubuhnya saat Arga masih meniup matanya yang katanya kelilipan. "Ada apa? Makin perih?" tanya Arga dengan tatapan khawatir.Reina tersenyum. "Aku ke Toilet dulu, Mas." Segera Reina melangkah pergi dari hadapan Arga. Arga membalikan tubuh ke arah Reina yang berdiri di depan lift.Keluar dari dalam lift, Reina berjalan sedikit cepat. Tidak membutuhkan waktu lama, Reina tiba di dalam Toilet perempuan. Masuk ke dalam salah satu bilik, baru saja menutup pintu, air mata langsung turun membasahi pipi.Melangkah mundur dengan salah satu tangan yang membekap mulut. Duduk di atas closet, Reina menangis dengan suara yang ditahan. Betapa terlihat menyedihkannya Reina. Kemarahan yang sudah ia bayangkan sebelumnya pun, tidak benar-benar ada.Maafin aku, Mas. Bukannya membuat hidup kamu lebih berwarna, tanpa aku tahu aku justru menempatkan kamu dalam bahaya. Aku sudah merusak hidup kamu yang tenang, Mas...Reina pun mulai membenci dirinya yang selama ini hanya diam, tidak berbuat a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status