Ariston menghempas tubuh Presley kasar begitu mereka berada di kamarnya.“Kau pikir apa yang kau lakukan? Kau baru saja mempermalukan dirimu sendiri!” teriak Ariston marah, berhasil membuat Presley berjengit.“Itu bukan urusanmu! Apa yang kulakukan tidak ada hubungannya denganmu,” salak Presley sama marahnya. “Sekarang, jika kau sudah selesai biarkan aku pergi,” tukas Presley berapi-api. Air mata membuat pandangannya mengabur tapi Presley bahkan tidak berusaha mencegahnya.“Jangan berani-beraninya kau …”Tapi Presley mengabaikannya. Dia tetap melangkah dan bersiap membuka pintu.“Brengsek!”Tangan yang sudah memegang daun pintu berhenti saat Ariston menarik tubuhnya dan mendorongnya ke dinding, menciumnya buas. Saat bibir mereka bertemu gairahpun membara diantara mereka. Ledakan gairah itu begitu primitif hingga terasa bagai terperangkap di pusaran air.Presley hanyut, pikirannya kacau balau tak sanggup menghadapi ledakan yang terjadi pada dirinya. Bibir Presley terbuka menerima desak
Presley menatap wajah Ariston yang dibingkai sinar bulan sehingga terlihat seperti siluet malaikat tanpa hati. Wajah itu begitu kaku dan dingin.“Maksudmu …,” Presley kesusahan mengumpulkan kata-katanya. Bagaimana bisa anak kecil melalui kejadian berat seperti itu?“Jangan menatapku seperti itu, aku menceritakan ini bukan untuk mendapatkan rasa kasihanmu, Presley. Aku sudah melewati masa itu.”“Pasti berat. Memiliki orang tua yang bahkan tidak menyadari kehadiranmu.”“Ouh mereka menyadari keberadaanku. Ariston Kavakos pewaris Kavakos yang terhormat. Anak yang dipilih dan berbagai julukan lainnya,” balas Ariston sinis. Kepahitan dalam suaranya membuat Presley yakin kalau luka itu masih ada.Inikah alasan dibalik kesinisan Ariston pada hubungan dan juga wanita?“Apa ibumu tidak pernah menjengukmu setelah … dia pergi?”Ariston mengangkat bahu. “Aku tidak tahu dan sejujurnya aku tidak peduli. Aku sudah belajar bahwa berharap hanya akan menimbulkan rasa sakit. Aku menjauhi semua ikatan yan
Presley mengintip lewat bulu matanya saat melihat Ariston berdiri menuju kamar mandi. Pria itu sama sekali tidak terusik dengan ketelanjangannya. Begitu pria itu berada di bilik kamar mandi, Presley buru-buru bangun dan menyambar lemari Ariston.Tangannya dengan cekatan mengambil salah satu kemeja Ariston dan memakainya dengan cepat. Presley menggulung rambutnya, sebelum berlari kearah pintu. Dia berjalan mengendap-endap seperti pencuri karena tidak ingin ada orang yang melihatnya. Penampilannya saat ini bisa dikatakan seperti orang yang baru diterjang badai.“Huft,” desahnya lega begitu berada di dalam kamarnya sendiri. Presley buru-buru mandi dan mengganti pakaiannya dengan seragam. Saat dia meraih stoking, pandangannya tanpa sengaja tertuju pada laci yang ada di dekat ranjang. Hati-hati dan berusaha mengabaikan jantungnya yang berdetak kencang, Presley membuka lacinya hanya untuk menyadari kalau dia telah kehilangan botolnya. Bagaimana bisa? Pikirnya panik. Dia ingat dengan jelas m
“Pergilah, sebelum orang-orang melihatmu dan mereka mulai curiga,” ucap Presley setelah tersadar dari lamunannya. Dia lelah luar biasa dan pembicaraan dengan Ariston tidak pernah berjalan mudah.Kedua tangan Ariston dilipat di depan dada. Tatapannya yang mengintimidasi menyapu tubuh Presley. Matanya tidak menyiratkan ekspresi apa pun.“Kenapa kau tidak datang, Presley?”“Karena aku tidak punya kepentingan untuk mendatagi kamarmu, Ariston. Aku bekerja di sini sebagai pelayan, bukan menjadi pengisi ranjang sialanmu. Sekarang, jika ucapanku sudah cukup memuaskanmu sebaiknya kau pergi,” ucap Presley lelah. Dia berjalan menuju pintu dan membukanya. Mereka berdua beradu pandang untuk waktu yang lamanya terasa berabad-abad.“Kau tahu kalau ucapamu tidak masuk akal bukan?” Ariston melangkah mendekati Presley layaknya predator yang siap melahap mangsanya.“Jangan …” Presley mengkeret ke sudut ruangan, merasa rapuh dan juga putus asa.Satu sudut mulut Ariston terangkat. “Kenapa? Takut pada diri
“Menurutmu, apa yang akan terjadi jika wanita itu tahu kalau selama ini kau mengatakan kebohongan unutk memanfaatkannya? Dia mulai mempercayaimu Ariston. Sepertinya akan menarik jika wanita itu tahu yang sebenarnya.”Ariston menatap layar di depannya dengan tatapan datar tanpa ekspresinya.“Kau mau mengatakan hal itu sendiri padanya? Ayolah, Pavlos kau tidak mungkin sebodoh itu. Mengatakan yang sebenarnya berarti mengungkap identitasmu. Kau yakin sanggup menghadapinya?”Pria di layar tertawa keras. Tangan yang memegang gelas wine teracung ke arah Ariston.“Kau benar. Gadis malang bukan? Ah, seharusnya bukan gadis lagi. Bagaimana rasanya menjadi yang pertama? Tentunya wanita itu tidak terlalu berpengalaman bukan? Tetap saja tidur dengan gadis perawan ….”Ariston mencengkeram tangannya sampai membuat buku-buku tangannya memutih. Kemarahan siap membuatnya meledak, tapi menghadapi pria ini dengan ancaman bukan pilihan yang tepat. Pengalaman berpuluh tahun telah mengajarkannya hal itu.“Ba
Presley membuka matanya namun langsung menutupnya kembali saat cahaya yang membutakan mengganggu penglihatannya. Dia mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk.Di mana ini? batinnya panik begitu mengedarkan pandangan. Raung mesin yang memekakkan telinga, pipa-pipa raksasa yang mengeluarkan uap seketika membangunkan alarm peringatan di kepalanya. Presley berusaha bangkit dari kursinya dan langsung terjatuh.Kaki dan tangannya diikat kuat hingga mustahil baginya untuk melepaskannya. Presley yang panik dan juga ketakutan segera berteriak meminta tolong hanya untuk menyadari usahanya sia-sia. Tidak ada yang bisa mendengar teriakannya di tengah raung mesin yang mengeluarkan suara yang menulikan pendengaran.“Toloong!” teriaknya putus asa.Presley menyeret tubuhnya seperti orang lumpuh yang memaksa agar bisa berjalan. Dia harus melakukan sesuatu sebelum orang yang menangkapnya kembali datang. Air matanya tumpah saat gerakan di tubuhnya membuat kaki dan tangannya yang diik
Ariston merasa kalau sebentar lagi dia mungkin akan gila mengingat kepalanya berdenyut menyakitkan hingga nyaris membuat perutnya mual. Dia kembali memejamkan mata, frustrasi dengan dirinya sendiri.“Kau bilang apa?” tanyanya untuk yang kesekian kali. Pandangannya jatuh pada para pengawalnya yang memilih menundukkan pandangan karena ketakutan dengan amarah Ariston.“Kami belum menemukannya, Tuan.”Ariston yakin kesabarannya sudah terkuras habis sejak Presley diketahui menghilang. Entah apa yang terjadi pada wanita itu, Arsiton sama sekali tidak berani membayangkannya. Ariston mengusap wajahnya dan dengan kemarahan yang meledak kakinya melayang menendang pengawal yang paling dekat dengannya.“Sialan! Kalian sudah mencarinya selama lima jam dan ini yang kalian dapatkan?” desisnya dingin. Tangan Ariston terangkat, menunjukkan revolver yang dia pegang. Matanya yang dingin menatap anak buahnya dengan matanya yang berapi-api.“Jangan sampai senjata ini akhirnya menemukan kalian. Seharusnya
“Tuduhan itu kasar sekali,” ujar pria bertopeng meski nadanya menunjukkan kalau dia sama sekali tidak tersinggung.Presley yakin kalau pergelangan tangannya sudah terluka, tapi dia harus tetap membuat pria ini bicara. Entah bagaimana pernyataan si pria bertopeng membuatnya gelisah. Mungkinkah selama ini ada seseorang dibalik semua kejadian yang menimpa adiknya? Jika begitu selama ini dia telah salah mengira Ariston.“Wajahmu menunjukkan kalau saat ini kau mulai mempertanyakan tuduhanm, bukan begitu?”Presley memilih bungkam, saat ini bukan waktu yang tepat untuknya membuka mulut.Si pria bertopeng kembali mengeluarkn pisau yang memancarkan kilat mengancam yang membuat Presley kembali diserang panik.“Kenapa kematian adikmu membuatmu penasaran, Presley? Bukankah adikmu mati bunuh diri seperti yang dikatakan dokter? Atau kau sama setujunya denganku kalau para dokter sialan itu tidak dapat dipercaya?” Si pria bertopeng memain-mainkan pisaunya dengan gerakan memutar dan tanpa perasaan pri