“Pergilah, sebelum orang-orang melihatmu dan mereka mulai curiga,” ucap Presley setelah tersadar dari lamunannya. Dia lelah luar biasa dan pembicaraan dengan Ariston tidak pernah berjalan mudah.Kedua tangan Ariston dilipat di depan dada. Tatapannya yang mengintimidasi menyapu tubuh Presley. Matanya tidak menyiratkan ekspresi apa pun.“Kenapa kau tidak datang, Presley?”“Karena aku tidak punya kepentingan untuk mendatagi kamarmu, Ariston. Aku bekerja di sini sebagai pelayan, bukan menjadi pengisi ranjang sialanmu. Sekarang, jika ucapanku sudah cukup memuaskanmu sebaiknya kau pergi,” ucap Presley lelah. Dia berjalan menuju pintu dan membukanya. Mereka berdua beradu pandang untuk waktu yang lamanya terasa berabad-abad.“Kau tahu kalau ucapamu tidak masuk akal bukan?” Ariston melangkah mendekati Presley layaknya predator yang siap melahap mangsanya.“Jangan …” Presley mengkeret ke sudut ruangan, merasa rapuh dan juga putus asa.Satu sudut mulut Ariston terangkat. “Kenapa? Takut pada diri
“Menurutmu, apa yang akan terjadi jika wanita itu tahu kalau selama ini kau mengatakan kebohongan unutk memanfaatkannya? Dia mulai mempercayaimu Ariston. Sepertinya akan menarik jika wanita itu tahu yang sebenarnya.”Ariston menatap layar di depannya dengan tatapan datar tanpa ekspresinya.“Kau mau mengatakan hal itu sendiri padanya? Ayolah, Pavlos kau tidak mungkin sebodoh itu. Mengatakan yang sebenarnya berarti mengungkap identitasmu. Kau yakin sanggup menghadapinya?”Pria di layar tertawa keras. Tangan yang memegang gelas wine teracung ke arah Ariston.“Kau benar. Gadis malang bukan? Ah, seharusnya bukan gadis lagi. Bagaimana rasanya menjadi yang pertama? Tentunya wanita itu tidak terlalu berpengalaman bukan? Tetap saja tidur dengan gadis perawan ….”Ariston mencengkeram tangannya sampai membuat buku-buku tangannya memutih. Kemarahan siap membuatnya meledak, tapi menghadapi pria ini dengan ancaman bukan pilihan yang tepat. Pengalaman berpuluh tahun telah mengajarkannya hal itu.“Ba
Presley membuka matanya namun langsung menutupnya kembali saat cahaya yang membutakan mengganggu penglihatannya. Dia mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk.Di mana ini? batinnya panik begitu mengedarkan pandangan. Raung mesin yang memekakkan telinga, pipa-pipa raksasa yang mengeluarkan uap seketika membangunkan alarm peringatan di kepalanya. Presley berusaha bangkit dari kursinya dan langsung terjatuh.Kaki dan tangannya diikat kuat hingga mustahil baginya untuk melepaskannya. Presley yang panik dan juga ketakutan segera berteriak meminta tolong hanya untuk menyadari usahanya sia-sia. Tidak ada yang bisa mendengar teriakannya di tengah raung mesin yang mengeluarkan suara yang menulikan pendengaran.“Toloong!” teriaknya putus asa.Presley menyeret tubuhnya seperti orang lumpuh yang memaksa agar bisa berjalan. Dia harus melakukan sesuatu sebelum orang yang menangkapnya kembali datang. Air matanya tumpah saat gerakan di tubuhnya membuat kaki dan tangannya yang diik
Ariston merasa kalau sebentar lagi dia mungkin akan gila mengingat kepalanya berdenyut menyakitkan hingga nyaris membuat perutnya mual. Dia kembali memejamkan mata, frustrasi dengan dirinya sendiri.“Kau bilang apa?” tanyanya untuk yang kesekian kali. Pandangannya jatuh pada para pengawalnya yang memilih menundukkan pandangan karena ketakutan dengan amarah Ariston.“Kami belum menemukannya, Tuan.”Ariston yakin kesabarannya sudah terkuras habis sejak Presley diketahui menghilang. Entah apa yang terjadi pada wanita itu, Arsiton sama sekali tidak berani membayangkannya. Ariston mengusap wajahnya dan dengan kemarahan yang meledak kakinya melayang menendang pengawal yang paling dekat dengannya.“Sialan! Kalian sudah mencarinya selama lima jam dan ini yang kalian dapatkan?” desisnya dingin. Tangan Ariston terangkat, menunjukkan revolver yang dia pegang. Matanya yang dingin menatap anak buahnya dengan matanya yang berapi-api.“Jangan sampai senjata ini akhirnya menemukan kalian. Seharusnya
“Tuduhan itu kasar sekali,” ujar pria bertopeng meski nadanya menunjukkan kalau dia sama sekali tidak tersinggung.Presley yakin kalau pergelangan tangannya sudah terluka, tapi dia harus tetap membuat pria ini bicara. Entah bagaimana pernyataan si pria bertopeng membuatnya gelisah. Mungkinkah selama ini ada seseorang dibalik semua kejadian yang menimpa adiknya? Jika begitu selama ini dia telah salah mengira Ariston.“Wajahmu menunjukkan kalau saat ini kau mulai mempertanyakan tuduhanm, bukan begitu?”Presley memilih bungkam, saat ini bukan waktu yang tepat untuknya membuka mulut.Si pria bertopeng kembali mengeluarkn pisau yang memancarkan kilat mengancam yang membuat Presley kembali diserang panik.“Kenapa kematian adikmu membuatmu penasaran, Presley? Bukankah adikmu mati bunuh diri seperti yang dikatakan dokter? Atau kau sama setujunya denganku kalau para dokter sialan itu tidak dapat dipercaya?” Si pria bertopeng memain-mainkan pisaunya dengan gerakan memutar dan tanpa perasaan pri
“Dia akan pulih meski butuh waktu. Luka di lengannya akan sembuh, tidak usah cemas.”“Tapi kenapa dia belum sadar juga?”“Itu hanya efek obat, Ariston. Luka yang dialaminya menyisakan rasa sakit dan juga trauma. Tidur akan bagus untuknya. Berikan obat yang kuresepkan secara teratur, semua akan baik-baik saja.”Ariston menatap Presley yang terlelap dan tidak bisa mencegah gumpalan di tenggorokannya yang membuatnya ingin memukul sesuatu.“Aku pergi dulu. Jangan membuatnya terkejut atau ketakutan, Ariston.”Ariston mengangguk tidak kentara. Dia duduk di samping ranjang Presley yang masih memejamkan mata. Pandanganya jatuh pada lengan Presley yang dibalut perban. Bayangan saat darah membalut lengan Presley kembali melayang-layang di kepalanya. Dia bahkan tidak sanggup membayangkan rasa sakit yang harus dilalui Presley. Wanita itu pasti sangat ketakutan.“Pavlos ….” geramnya dengan rahang terkatup.Ariston baru berdiri saat merasakan erangan halus menguar dari bibir Presley. Wanita itu men
“Aku bisa melakukannya sendiri, Ariston.”“Dan bagaimana kau akan melakukannya?”Pertanyaan itu berhasil membungkam mulut Presley. Dia membuka mulut kemudian menutupnya lagi. Sorot matanya yang menantang sama sekali tidak berpengaruh pada Ariston.Presley berusaha menggerakkan tangannya dan langsung meringis, sebuah tindakan yang berhasil mengundang tatapan mengejek dari Ariston. Presley segera memperbaiki ekspresinya. “Kau pembohong yang payah,” tambah Ariston.“Bukan berarti aku mengijinkanmu melakukannya.”Ariston mendesah, terlihat frustrasi. “Sejujurnya apa yang membuatmu menghalangiku untuk membuka bajumu saat kau kesulitan melakukannya?” ucapnya jengkel. “Jujur saja, aku sudah melihat dan menyentuh seluruh—““Ariston!” pekik Presley horor, menatap pria itu dengan mata melotot. Bagaimana jika ada yang mendengar ucapannya? Presley melirik takut-takut pintu di belakang Ariston. Ada penjaga di sana yang pasti bisa mendengar ucapan pria ini. Presley mendelik jengkel.“Sejujurnya, bi
“Aku yakin kau mau membunuhku sekarang,” bisik Presley menatap Ariston lewat bulu matanya, terlalu takut melihat ekspresi pria itu setelah pengakuan mengejutkan yang dia lakukan.“Kau siap mati, Presley?”Presley mendengus. “Aku tidak punya pilihan ‘kan? Aku tahu yang kulakukan salah dan aku siap menerima akibatnya,” bisiknya lemah.“Kenapa kau melakukannya?”Kenapa dia melakukannya? Karena kurangnya rasa percaya pada keterangan Ariston? Karena lebih mudah menemukan kebenaran saat kau sendiri yang berusaha menemukannya?”Entahlah, kupikir aku hanya ingin diyakinkan.”“Bahkan dengan semua bukti yang kutunjukkan kau tetap tidak percaya, Presley.”“Aku tahu,” akunya dengan kepala menunduk. “Kau bisa membunuhku kalau kau mau.”“Untuk seseorang yang hampir mati kau masih cukup kuat untuk menemui kematian ternyata.”“Sudah kukatakan aku tidak punya pilihan! Aku melakukan hal bodoh dengan maksud untuk menjebakmu—““Yang akhirnya berakhir konyol.”“Kau, adduh,” ucap Presley mengaduh, menatap