Share

Bab 7 Diawasi Anak Buah Ibu

"Sarah, sedang apa disitu?"

Aku langsung menoleh kearah pintu dapur, Ibu sudah berdiri menatap kami dengan tatapan manis.

"Sedang berkeliling saja Bu." jawabku sambil berjalan menghampirinya.

"Kamu bosen ya?"

"Iya, Bu. Pengen deh jalan-jalan keluar," jawabku lesu.

"Ya sudah nanti kamu boleh jalan-jalan tapi biar ditemani sama Wati ya."

"Ti, nanti kamu temani Nona Arum jalan-jalan ya tapi jangan jauh-jauh! Disekitar sini saja, jangan sampai melewati sungai!" ucap Ibu pada Mbak Wati.

"Baik, Nyonya."

"Ya sudah Ibu masuk dulu ya, Ibu masih banyak kerjaan didalam,"

Aku hanya menganggukkan kepala dan tersenyum pada Ibu. Setelah Ibu pergi, rasanya ingin sekali Aku melontarkan banyak pertanyaan pada Mbak Wati, tetapi kurasa wanita itu tak akan berani buka mulut perihal rahasia keluarga ini.

Cuaca pagi hari ini begitu cerah, hanya saja tanah disekitar lumayan becek akibat guyuran hujan tadi malam. Untung saja, jalan yang aku lalui sudah diaspal jadi aku tak perlu takut akan terpeleset karena jalanan licin.

Mbak Wati, mengikuti langkahku dari belakang. Seperti biasa, ia hanya diam dan menundukkan kepalanya. Padahal Aku ingin sekali mengakrabkan diri padanya agar aku bisa menggali informasi-informasi penting dari Mbak Wati.

Desa ini memang masih sangat terjaga keasriannya. Kebun-kebun teh terhampar luas, banyak pepohonan yang rindang membuat udara sekitar tetap bersih dan sejuk. Tak ada pabrik industri disekitar sini dan tak banyak juga kendaraan yang berlalu lalang. Setiap pagi kita akan disambut suara kicauan burung, saat malam hari pun akan ramai suara-suara binatang seperti jangkrik dan katak.

"Mbak, bisakah kamu ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi? Lalu wanita yang disekap didalam gudang itu, siapa? Kenapa keluarga Mas Rama menyekapnya?" tanyaku pada Mbak Wati.

"Sekarang tak akan ada lagi yang mendengar pembicaraan kita, aku mohon katakan semuanya agar aku tak merasa takut dan berprasangka buruk pada keluarga Mas Rama lagi," ucapku lagi.

Aku menghentikan langkah, menoleh Mbak Wati yang masih saja diam tak menjawab semua pertanyaanku.

"Teruslah berjalan Nona, kita diawasi!" ucapnya pelan sembari menunduk.

Aku mengedarkan pandangan kearah pepohonan dan perkebunan sekitar, akan tetapi aku tak melihat ada seseorang yang memperhatikan kami.

"Siapa yang mengawasi kita, Mbak?" tanyaku.

"Anak buah Nyonya, saya mohon jangan membuat gerak-gerik yang mencurigakan atau kita akan dalam bahaya," ucapnya.

Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal, ada apa ini sebenarnya? Kenapa untuk keluar rumah saja, harus diawasi seperti ini? Sebenarnya apa yang mereka inginkan? Rasanya aku sudah tak tahan.

Aku meneruskan langkah dengan hati yang tak karuan, banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk dikepalaku.

"Apa disekitar sini ada warung, Mbak? Aku ingin beli makanan?" ucapku.

"Ada, Non. Kita lurus saja terus nanti didepan kita masuk kejalan setapak." jawab Mbak Wati.

Rumah Ibu ternyata sangat jauh dengan permukiman warga. Sangat melelahkan jika harus berjalan kaki seperti ini.

"Hati-hati Non, jalannya licin."

Mbak Wati memegang tanganku, kini ia berjalan berdampingan denganku karena jalan yang begitu licin akibat guyuran hujan.

"Kenapa ya Mbak, rumah Ibu sangat jauh dari permukiman warga? Apa dia tidak merasa kesepian jika saat seorang diri di rumahnya?" tanyaku mencairkan suasana.

"Saya tidak tahu, Nona." jawabnya masih saja kaku.

Didepan sana sudah terlihat sebuah warung toko yang lumayan besar dan banyak sekali dikerumuni ibu-ibu.

"Permisi, bu."

Seketika Ibu-ibu itu menoleh secara bersamaan.

"Ehh, ini ya yang menantunya Bu Sulis? Sudah hamil berapa bulan?" tanya seorang Ibu sembari mengelus perutku.

"Sembilan bulan, Bu."

"Wahh, berarti sebentar lagi ya,"

Aku tersenyum lalu fokus pada aneka gorengan dan jajanan yang tertata diatas meja.

"Mau yang mana, Nona? Biar saya yang ambilkan," tanya Mbak Wati.

Aku menunjuk satu persatu jajanan dan gorengan yang aku suka hingga satu plastik penuh.

"Jadi berapa totalnya, Bu?"

"Tiga puluh ribu, Neng."

"Pembantu yang hamil kemarin kemana, Ti?" tanya salah seorang ibu pada Mbak Wati.

"Di-dia su-sudah dipulangkan karena melahirkan Bu." jawab Mbak Wati gelagapan.

Aku yakin pasti Mbak Wati menyembunyikan sesuatu yang membuatnya seperti itu. Seingatku dulu ada dua orang asisten rumah tangga di rumah Ibu, termasuk Mbak Wati yang sudah bekerja hampir tiga tahun di rumah Ibu.

"Lohh...kapan dipulangkannya Ti?"

"Emm... se-kitar dua minggu yang lalu, Bu." jawab Mbak Wati yang terlihat ragu.

"Ehh..Bu-ibu, saya tuh heran sama pembantunya Bu Sulis yang kemarin itu. Dia kan belum punya suami, masa iya dia bisa hamil. Terus dia kan jarang keluar rumah, kira-kira hamil sama siapa ya? Masa iya hamil sama orang rumah?" celetuk salah seorang Ibu yang lainnya.

Apa maksud ucapan Ibu-ibu itu?

Ahhh... Makin kesini kenapa kondisi malah semakin runyam? Semoga semua teka-teki ini segera terjawab.

--

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status