"Ya, aku tahu itu. Lalu jika sudah kejadian seperti ini aku harus menghubungi siapa lagi, Man?" tanya Alana resah dan gelisah.
Kekhawatiran dalam dirinya sudah semakin memuncak. Alana lalu meraih jaket tebal di gantungan baju dalam kamarnya. Ia bersiap untuk pergi mencari Ronald saat itu juga.
"Aku akan pergi mencari suamiku, Man. Pikiranku sudah tak karuan rasanya dengan situasi ini," lanjut Alana sembari bergerak mengambil kunci mobilnya di nakas dekat garasi.
"Nyonya! Ini sudah larut malam. Saya mohon jangan gegabah dan membahayakan diri anda sendiri!" larang Rahman yang khawatir akan terjadi hal yang lebih buruk saat Alana mencoba mencari suaminya.
"Aku punya firasat buruk soal suamiku, Man. Dan aku tidak bisa lagi hanya bersabar dan menunggu Ronald pulang!" tegas Alana berkeras.
"Nyonya, biar saya yang mencari keberadaan Tuan Ronald. Nyonya tenang saja di rumah. Tolong hubungi Tuan Prasodjo dulu, Nyonya. Siapa tahu Tuan Ronald sedang ada bisnis dengan paman bungsunya itu," usul Rahman berusaha keras mencegah Alana.
Pikiran Alana sedikit terbuka mendengar usul Rahman. Awalnya ia tidak terpikir sedikitpun untuk menghubungi keluarga suaminya tersebut. Setelah memutuskan telepon dengan Rahman, jemari Alana lentik bergerak di atas layar sentuh handphonenya. Wanita cantik itu segera menghubungi paman bungsu suaminya itu.
"Halo, Alana. Hoahm! Ada apa malam-malam begini menelepon?" Terdengar suara mengantuk dari seorang pria paruh baya di telepon.
"Om Pras, apa ada berjumpa suami saya hari ini selepas pulang kantor?" tanya Alana mengawali pembicaraaan.
"Ronald? Enggak tuh, Lana. Ada apa?" tanya Om Prasodjo yang terdengar masih sangat mengantuk.
"Mas Ronald belum pulang sampai saat ini, Om," lirih Alana nyaris tak terdengar.
"Apa? Ronald belum pulang? Rahman dan Livia bagaimana?" tanya Om Prasodjo pada Alana.
Alana kemudian menceritakan pengakuan Livia dan Rahman padanya. Ucapan Alana membuat Om Prasodjo berpikir sejenak sambil mengingat-ingat.
"Lana, aku ingat sesuatu. Sepertinya aku mendapat pesan dari Ronald pukul 18.00 WIB," jelas Om Prasodjo kemudian.
"Oh ya? Ronald bilang apa pada Om Pasodjo?" tanya Alana terus mengejar.
"Ronald bertanya aku berada di mana. Dia sepertinya memintaku menemani untuk pergi ke suatu tempat. Sebentar aku kirim chatnya," jelas Om Prasodjo yang tak berapa lama kemudian masih sambil menelpon mengirim pesan pada Alana.
"Om tidak pergi dengannya?" tanya Alana lagi. Ia merasa aneh Om Prasodjo tidak menemani Ronald pergi malam itu.
"Aku sedang ada urusan dengan istriku malam ini. Jadi aku tidak bisa menemani suamimu. Oh iya, apakah Rahman belum memberi kabar?" tanya Om Prasodjo lagi.
"Belum, Om. Baiklah kalau begitu kita tunggu kabar dari Rahman saja," sahut Alana yang kemudian memilih mengakhiri panggilan dengan paman bungsu suaminya itu.
Baru saja Alana menutup telepon ia lalu mendapat pesan dari sebuah nomor tak dikenal. Pesan itu memberi tahu Alana tentang keberadaan Ronald.
[Suamimu berselingkuh! Ini buktinya]
Nomor itu mengirimkan foto mobil Ronald yang terparkir di pelataran parkir sebuah hotel bintang lima. Selain itu ada foto Roanld yang sedang berdiri di depan lobi hotel tersebut seperti sedang memesan kamar.
Alana yang tak sabar langsung menelepon nomor itu. Ia ingin memastikan siapa orang yang ada di balik nomor asing itu dan mencari tahu lebih jauh tentang keberadaan Ronald.
Namun hanya nada sambung yang terdengar. Nomor asing itu tidak mengangkat telepon Alana.
[Ini siapa? Jangan sengaja mengacaukan hubungan rumah tangga kami!]
Alana yang tak sabar mematikan telepon dan segera membalas pesan. Perasaannya sudah campur aduk tak karuan melihat bukti foto-foto tersebut. Namun Alana masih berusaha tetap tenang.
"Ingat, Alana. Suamimu adalah petinggi di sebuah perusahaan. Pasti banyak orang yang mengincar posisinya dengan cara sportif ataupun curang," gumamnya sambil menahan air mata yang sudah menggenang.
Nomor asing itu tidak membalas pesan Alana. Tetapi mengirimkan lebih banyak foto yang menunjukkan keberadaan Ronald di hotel tersebut dengan seorang wanita. Sosok wanita itu tidak begitu jelas, tetapi dari seraut wajah Ronald terlihat sekali suaminya tersenyum bahagia.
"Ya Tuhan, cobaan apa ini?" keluh Alana terduduk lemas di sofa ruang keluarga rumahnya.
Baru saja Alana berusaha menata hatinya, nomor asing itu kembali mengirim pesan yang menunjukkan lokasi keberadaan Ronald.
"Ya Tuhan, Ronald! Apa-apaan ini? Aku butuh penjelasan tentang semua ini!" tangis Alana pecah dan hatinya goyah. Tangan Alana bergetar menggenggam handphone yang masih menunjukkan foto-foto kebersamaan Ronald dengan wanita lain.
Di antara isak tangis dan perasaannya yang hancur-lebur, Alana menelepon Rahman.
"Man, bisa kau antar saya ke daerah Depok malam ini?" tanya Alana ketika Rahman mengangkat teleponnya.
"Ke Depok? Baik, Nyonya. Saya sedang dalam perjalanan menuju rumah Nyonya," ujar Rahman terdengar agak berisik. Sepertinya Rahman sedang menyetir motornya dengan kecepatan agak tinggi.
***
Rahman tiba beberapa menit kemudian. Suaranya terdengar sedang membuka gerbang rumah Alana. Tak berapa lama berselang, kemudian terdengar pintu garasi dibuka dan mobil dipanaskan.
"Mari silahkan, Nyonya," ujar Rahman sembari membukakan pintu penumpang untuk Alana.
Mobil mewah itu kemudian melaju, memecah kegelapan malam, bergerak menuju lokasi yang diberikan nomor misterius itu. Sepanjang perjalanan Alana dan tidak banyak berbicara. Ia hanya menunduk dan sesekali menghapus air mata yang menetes.
Alana masih tidak percaya Ronald berselingkuh di belakangnya. Selama ini Ronald adalah sosok suami yang baik. Pria yang tidak pernah macam-macam dan selalu meluangkan waktu dengan anak-anak di sela kesibukannya. Kehidupan ranjang mereka juga selalu hangat bahkan cukup romantis.
Namun malam ini pesan dari nomor asing itu berhasil memporak-porandakan hati Alana. Jiwanya terguncang dan pikirannya penuh dengan asumsi-asumsi negatif yang tak mampu lagi ia kendalikan.
"Apa salahnya aku sebagai seorang istri? Mengapa Ronald tega mengkhianatiku," ratap Alana dalam diam. Hanya isak tangis yang tak bisa Alana sembunyikan.
Satpam hotel mengarahkan mobil mereka ke basement untuk parkir. Rahman dengan cekatan memainkan tangannya di atas kemudi, membawa mobil menuju basement dan mencari parkir.
"Man, itu mobil suamiku bukan?" tanya Alana ketika mobil melaju lambat di basement.
Wanita cantik itu melihat mobil Ronald memang terparkir di sana. Tubuh Alana gemetar membayangkan hal mengerikan apa lagi yang akan dijumpainya di tempat itu.
"Inilah yang sedang ingin saya pastikan, Nyonya Alana. Saya belum bisa pastikan mereka itu siapa, sampai saya melakukan penyamaran seperti ini. Ini jugalah yang mendasari saya mengajukan permintaan pada Nyonya Alana," jelas Rahman panjang lebar. Alana menatap tajam ke arah Rahman. Wanita cantik itu menggigit bibir bawahnya pertanda ia sedang merasakan sebuah kecemasan. "Apa permintaan yang ingin Kau ajukan, Man?" tanya Alana kemudian. "Nyonya, bisakah kita berpura-pura saya masih linglung?"Alana langsung mengangguk setuju. "Satu lagi, Nyonya," imbuh Rahman dengan wajah menegang. Alana tetap fokus memperhatikan Rahman tanpa banyak bicara. "Bisakah mulai hari ini saya menginap di rumah Nyonya. Ada beberapa hal yang ingin saya pastikan soal Nyonya Maria. Saya sangat yakin ia berada di balik semua kejahatan terhadap saya ini."Alana langsung setuju begitu saja dengan permintaan Rahman. Baginya keberadaan Rahman di rumah adalah sebuah jaminan keamanan. Mengingat Maria semakin berani
Alana hanya mengangguk lalu memilih masuk ke kamar barunya untuk beristirahat. Bibik sendiri akhirnya pergi ke dapur bersama asisten rumah tangga muda, kepercayaannya. "Mbak! Maksudnya apa mempermalukan aku begitu di depan Nyonya Alana?" Asisten rumah tangga mata-mata Maria itu tidak terima dan menarik kasar pundak Bibik. "Kenapa, Minah? Ada masalah?" tanya Bibik pura-pura bodoh. Ia memang sengaja memancing emosi rekan kerjanya yang berkhianat itu. "Mbak membuat aku terlihat bodoh di depan Nyonya Alana. Kenapa sampai Nyonya enggak boleh jawab pertanyaan saya?" "Kamu bertanya hanya untuk mencari bahan kan. Kamu ini sungguh tidak tahu malu. Bekerja pada Nyonya Alana, dibayar setiap bulan oleh Nyonya Alana, tapi berkhianat padanya." Bibik langsung menyindir tanpa basa basi. Wanita bernama Minah itu langsung diam seribu bahasa. Ia tak menyangka Bibik akan secepat itu tahu kalau dirinya membantu Maria. ***Alana mengerjap tak percaya saat Rahman berada du depannya. Seperti sebuah kea
"Apa? Iya, aku akan sampaikan pada Bos Besar. Kali ini akan aku berikan hasil yang baik agar dia tidak kecewa." Maria masih saja terus mengobrol sambil kembali berjalan mendekati lemari tempat Bibik bersembunyi. Wanita itu kali ini tidak ada lagi penghalang yang membuat dirinya menghentikan tindakan. Bibik yang berada di dalam lemari hanya bisa menahan nafas sambil memejamkan mata. dalam sepersekian detik situasinya benar-benar sangat menegangkan. "Sedang apa Tante Maria di kamar Mami? Keluar! Jangan lagi mengacau!"Sebuah bentakan dari seseorang yang tengah berdiri sambil berkacak pinggang di depan pintu kamar Alana, sekali lagi menyelamatkan Bibik. Maria yang panik langsung membalik badan dan jadi serba salah. "Ah, Milan. Kamu sudah pulang rupanya. Ehem tante hanya, merasa kamarku di bawah tidak terlalu sejuk. Jadi mencoba AC di kamar ini," sahut Maria beralasan. Wanita itu langsung berusaha menguasai situasi sembari membu
"Nyonya, Bibik sepertinya sudah bergerak. Dia akan memberi tahu Nyonya Alana perbuatan Anda di rumah ini." Seseorang segera berlari ke tempat peristirahatan Maria di rumah itu. Sosok itu berlari terengah-engah untuk segera mencapai tempat Maria. "Terima kasih, kau memang sangat bisa diandalkan," sahut Maria sambil menyelipkan beberapa lembar ratusan ribu pada baju pelayan wanita itu. "Anda mau apa, Nyonya?" tanya sosok itu saat Maria bangkit dan segera bergerak menuju kamar utama Alana. "Tentu saja memanfaatkan peluang. Setidaknya dalam beberapa menit, wanita itu akan sibuk dengan Alana dan tak lagi mengawasi aku. Anak-anak juga belum pulang kan?" Maria gegas menuju kamar utama. Sementara di dapur, Bibik sedang bercakap dengan Alana lewat pesan. Alana sempat meminta sang asisten untuk ganti aplikasi[Nyonya, Non Maria sering sekali berkeliaran di rumah utama. Saya pantau beberapa kali Non Maria berusaha membuka pintu ruang kerja Tuan Ronald dan kamar utama tempat Nyonya dan Tuan
"Mami, Milan tidak suka Tante Merry tinggal di rumah kita. Milan merasa Tante Maria mengganggu mata dengan memakai pakaian tidak sopan dan tiba-tiba muncul di kamarku atau kamar Paris!" tegas Milan yang sudah beranjak remaja. "Memakai pakaian yang tidak sopan seperti apa? memangnya Apa yang dia lakukan selama Mami di rumah sakit?" tanya Alana pada Milan. "Tante Maria sering tiba-tiba muncul di beberapa ruangan dalam rumah utama kita. Mami tahu sendiri kan Tante Maria itu pakaiannya terlalu seksi. Milan jadi merasa merusak pandangan mata jika melihat Tante Maria," jelas Milan yang memang sejak kecil dimasukkan ke sekolah Islam. Putra sulung Alana itu memang lebih tegas tentang agama karena pendidikan di sekolahnya. Saat ini pun Alana menyekolahkan ia di Sekolah Menengah Pertama yang berbasis agama. "Kata Ustaz, kalau Kami sering melihat aurat lawan jenis, juga pemandangan yang tidak enak di mata karena lawan jenis ada hafalan kami yang akan hilang," imbuh Milan lagi. Penjelasan Mil
Alana mengusap air mata dan membaca pesan dalam handphone miliknya. Matanya mengerjap beberapa kali dan jantungnya tiba-tiba saja berdetak dua kali lebih cepat. "Tante, bagaimana ini? Dokter itu meminta berjumpa? Lana rasanya masih belum sanggup untuk bangun dan beraktivitas hari ini," ucap Alana meminta nasihat dari Tante Anjani. "Dia kan dokter, Lana. Suruh saja temui di rumah sakit ini agar tidak menimbulkan kecurigaan kubu Maria. Nanti kita atur supaya aku dan Om Prasodjo juga bisa hadir dan menemani dirimu," usul Tante Anjani lagi. Alana berpikir dan merasa apa yang disampaikan Tante Anjani benar juga. Berjumpa di rumah sakit akan menjadi tempat yang paling aman untuk saat ini. ***"Pak Ronald menghubungi saya saat beliau ada kunjungan kerja ke Surabaya," ucap dr. Azhari memulai pembicaraan saat berjumpa dengan Alana di rumah sakit. "Untuk apa suami saya mendatangi Dokter? Anda ini seorang dokter estetika kan?" tanya Al