Share

Gagal Bercinta

Author: Perarenita
last update Last Updated: 2025-01-12 07:20:28

Berulang kali Rosa mengucap syukur sebab suaminya itu datang tepat sebelum acara di mulai. Hatinya yang kecewa, kini telah berbunga. Rosa bahkan tak sabar menunggu pukul 4 tiba. 

"Selama Ayah pergi pola Bunda gimana, Nak?" ucap Hasan yang kini masih mengajak anaknya bicara sambil mengelus lembut perut istrinya yang tengah membuncit. 

Ia masih ingat betul saat 7 bulan yang lalu bagaimana tingkah istrinya itu. Orang tua menyebutnya 'Ngidam,' tapi bagi Hasan tingkah istrinya itu benar-benar menggemaskan. Bagaimana tidak, sejak pagi Rosa melarang Hasan bekerja. Ia ingin mengajak suaminya pergi jalan-jalan, tapi ternyata bukan keliling kota, melainkan jalan dari pos jaga hingga ke ujung perumahan. Dan itu mereka lakukan berulang kali dari pagi hingga siang. Lalu yang lebih parahnya, diam-diam Rosa menghilang, dan membuat Hasan jadi gelabakan. Setelah Hasan pusing mencari Rosa, ternyata wanita itu sedang duduk di atas pohon tengah menikmati buah jambu air yang baru di petik olehnya. 

"Bicara apa sih, Mas?" sanggah Rosa yang merasa malu bila mengingat kejadian itu. Namun, mau bagaimana lagi? Hal itu ia lakukan karena nalurinya. 

"Mas cuma mau tanya sama anak kita, apa Bundanya ini berbuat ulah apa nggak selama di tinggal ayah?" 

"Nggak, Mas. Aku anteng kok di rumah sama Chika, dan Bi Wiwid," ucap Rosa cepat. 

"Beneran?" Hasan pun beralih menatap wajah cantik istrinya. Wajah yang selama 7 bulan terakhir hanya bisa di pandang melalui layar ponsel, kini wajah itu semakin cantik. 

"Beneran, Mas ...," jawab Rosa ia pun mengalihkan pandangannya, sebab ia melihat tatapan suaminya mulai berbeda.

"Eum ... bolehkah, Mas,--" 

Belum sempat Hasan menyelesaikan ucapannya, dengan cepat Rosa menyangkalnya, "tidak, tidak boleh, Mas. Sebentar lagi acara akan di mulai. Kamu mandi aja gih biar seger. Tar aku siapin baju kamu," kata Rosa cepat seraya beranjak dari tepi ranjang. 

"Apa sayang? Kamu pikir Mas mau apa, hmm? Kenapa jadi salah tingkah?" tanya Hasan yang menahan geli sebab ulah konyol istrinya. 

"Apa, Mas? Biasa aja ... udah mandi sana, gih," sahut Rosa, wajahnya merah padam karna menahan malu. 

Hasan pun beranjak, dan mendekati istrinya, "Mas mau minta tolong buatkan wedang jahe, Sayang, tapi kalau kamu nggak mau ... okelah nggak pa-pa, Mas bisa buat sendiri," bisik Hasan tepat di telinga istrinya. Kini,  Hasan berdiri tepat di belakang istrinya yang tengah memilih baju untuknya. 

"Eum ...," Rosa makin gugup di buatnya. Ia pikir suaminya itu mau minta jatah sekarang, tapi ternyata ... pikirannyalah yang ingin di kasih jatah. 

"Kalau yang itu emangnya boleh?" Hasan kembali berbisik, ia pun tahu kemana perginya pikiran istrinya ini.  

"Eum ...," sahutnya lagi. Tubuh Rosa mendadak menegang saat hembusan nafas suaminya mendarat di leher jenjang miliknya. Sesaat, seperti tersengat aliran listrik, Rosa merasakan seuatu yang aneh terjadi pada tubuhnya. "Eum, Mas ...." 

Hasan pun mulai berani mendaratkan kecup-an demi kecu-pan di leher istrinya. Wanita itu semakin merasakan sensasi yang amat luar biasa. Sensasi yang hampir 7 bulan tak pernah ia rasakan, dan sekarang sensasi itu kembali ia rasakan. 

"Ehm, Mas ...." Rosa tak bisa terus begini, ia tak tahan akan sentuhan, dan hembusan yang mendarat ke tubuhnya, "Mas ...," bisik Rosa, suaranya begitu merdu di telinga Hasan. 

Lelaki itu pun menggiring istrinya naik ke atas ranjang. Baiklah ... meski pun lelah karna habis menempuh perjalanan jauh, tetapi untuk berolahraga sejenak tak akan menguras energinya, "mari kita mulai," bisik Hasan setelah menelentangkan istrinya di atas tempat tidur. 

Pertempuran mulai memanas, mereka ingin menyalurkan hasrat yang sudah terpendam. Cukup 7 bulan, hanya 7 bulan, setelah ini Hasan tak ingin pergi berdinas lagi. Berjauhan dari istrinya cukup membuat tidur malamnya jadi menderita. 

"Ehm ... Sayang." 

Pasang an suami istri itu semakin terhayut dalam permainan. Namun, sedang enak-enaknya seseorang datang, dan mengacaukan segalanya. 

Tok ... Tok ... Tok. 

"Bu, maaf," panggil orang itu yang tak lain adalah Bi Wiwid. 

Sontak kedua mata yang sama-sama sedang terpejam itu, mendadak terbuka lebar. Hasan pun turun dari atas tubuh istrinya, "sahuti dulu, Sayang," ujarnya lembut. 

Dengan enggan Rosa pun menyahuti panggilan dari Art-nya, "ada apa?" tanyanya ketus, tanpa beranjak dari atas tempat tidur. 

"Maaf, Bu. Tapi di depan ada Mbok Ipeh. Ia sudah datang. Beliau bilang acaranya harus segera di mulai sebab langit mulai mendung. Mbok Ipeh takut bila menunggu pukul 4 hujan akan turun." 

"Baiklah!" jawab Rosa. 

Hatinya sedikit kesal karna moment manis itu jadi terganggu, "kita lanjut nanti malam, Sayang. Jangan cemberut gitu, dong," ujar Hasan mencoba untuk menghibur istrinya, padahal sebenarnya ia pun kecewa sebab gagal masuk gawang. 

"Iya, Mas," sahutnya malas. 

"Kita mandi bareng aja yok," ajak Hasan. 

Ia tak ingat bila hal itu sampai terjadi, maka ritual mandi akan berlangsung hingga berjam-jam lamanya, dan acara nuju bulannya ....

  

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia di Balik Perjalanan Dinas Suamiku   Penguntit

    "Sayang, tenang! Jangan begini, pikirkan anak kita! Kasihan dia pasti semakin terguncang!" ungkap Hasan mengingatkan. Sedangkan Pak Erik, ia buru-buru keluar, dan memanggil dokter sebelum putrinya semakin menggila, dan semua menjadi kacau. "Anak? Apa kau memikirkan itu saat kau berada di sana, Mas! Saat kau bersenang-senang dengannya! Saat aku minta kau untuk kembali! Tutup mulutmu, dan jangan pernah singgung soal anak! Ini anakku! tidak ada hakmu atas dirinya! Sekarang juga pergi dari hadapanku!" bentak Rosa. Tak ada lagi benda di dekatnya yang bisa di lempar, yang tersisa hanya tiang infus yang berada di sebelah bankarnya. Rosa menatap nyalang suaminya, tanpa pikir panjang ia mengangkat tingan itu, dan akan ia lemparkan pada suaminya. Namun, belum sempat Rosa meluapkan emosinya, sang ayah datang bersama dokter, dan dua suster berdiri di belakang. Krekkkk! "Astaghfirullah, Nak! Sadar!" teriak Pak Erik ketika masuk ke dalam kamar, dan menyaksikan putrinya tengah mengangkat tiang

  • Rahasia di Balik Perjalanan Dinas Suamiku   Dia Pengkhianat, Pah!

    "Aku mau kita pisah!" "Tidak, Sayang. Mas mohon, jangan!" "Lepaskan aku, Mas! Kita bukan suami-istri lagi!" "TIDAK, SAYANG! TIDAK!"Hasan tersentak dari tidurnya, dan keringat dingin menyapa tubuhnya, "astagfirullah, astagfirullah," ucapnya seraya bernafas lega saat sadar bahwa dirinya masih berada di rumah sakit, dan istrinya masih terbaring di sebelahnya tak sadarkan diri. "Hanya mimpi," gumam Hasan, ia pun mengusap lembut jemari istrinya yang masih terpaut erat dengan jemarinya. Lelaki itu kembali menangis mengingat betapa menderita istrinya selama ia tinggal berdinas ke Padang. "Maafkan, Mas ... Sayang," gumamnya lagi. Hasan mencium jemari istrinya dengan lembut, ia merasa sangat berdosa. Namun, mau bagaimana lagi, kepergiannya ke Padang bukan untuk bersenang-senang, ia ke Padang untuk merintis usaha baru, memperluas jangkauan bisnis keluarga istrinya, tetapi yang di dapat sekarang, rumah tangganya berada di ambang kehancuran. Lelaki itu tak tahu harus berbuat apa untuk me

  • Rahasia di Balik Perjalanan Dinas Suamiku   Pisah!

    Astaghfirullah, Pah. Sungguh ... aku tidak mengenal wanita itu." "Huffff!" Lagi, Pak Erik hanya bisa menarik nafasnya dalam. Ia merasa percuma terus bertanya, karena jawaban Hasan tetap sama, "tapi ... bila tidak mengenal kenapa dia bisa hamil?" tanya Pak Erik lagi. "Aku yakin, aku di jebak oleh dia, Pah," ungkap Hasan. Pak Erik menatap dalam manik mata menantunya. Ia berusaha mencari kebohongan di sana. Namun, yang terlihat hanyalah kesungguhan, tak ada kedustaan apalagi kecurangan. Pak Erik melihat mata itu masih sama seperti beberapa tahun yang lalu, mata yang memancarkan kejujuran, kasih sayang, dan juga tanggung jawab. Kini Pak Erik menjadi ragu akan kebenaran yang di katakan Mawar. "Akan Papah cari tahu kebenarannya," kata Pak Erik. Ia berjalan mendekati sofa yang ada di sudut ruangan. Tubuhnya lelah sehabis menempuh perjalanan jauh, ia butuh istirahat ia butuh tidur, agar bisa berfikir jernih, dan tidak salah langkah dalam mengambil keputusan. Bu Wati, wanita tua itu mengi

  • Rahasia di Balik Perjalanan Dinas Suamiku   Wanita itu ... Siapa Dia?

    Hujan di luar sepertinya mulai mereda, dan Rosa ... ia belum juga sadarkan diri. Selang infus menempel di tangannya, obat yang di suntik melalui infus mengalir ke seluruh penjuru tubuhnya. Di samping, dengan setia Hasan duduk menemani istrinya. Rasa penyesalan itu masih ada, sebab banyak waktu yang terbuang hanya untuk mempelajari sebuah materi yang tak ada habisnya.7 bulan dia pergi berdinas. Selama 7 bulan juga mereka hanya berkomunikasi melalui sambungan telfon. Istrinya selalu tersenyum bila mereka tengah melakukan panggilan Vidio, wanita itu juga mengatakan bahwa dia baik-baik saja meski mereka sedang berjauhan. Namun, pada kenyataannya, seperti di hantam bebatuan keras saat ia mengetahui berat bayi yang di kandung tidak normal, padahal usia kandungan sudah menginjak 7 bulan, apa bayinya kurang nutrisi? atau mungkin istrinya yang dengan sengaja tak menjaga pola makan serta memperhatikan kebutuhan sang bayi? Entahlah, Hasan hanya bisa menarik rambutnya kasar, merasa bodoh atas t

  • Rahasia di Balik Perjalanan Dinas Suamiku   Tolong, Dokter!

    Jauh-jauh dari Padang ia datang ke Palembang hanya untuk meminta keadilan dari lelaki incarannya. Namun yang di dapat, ia malah di acuhkan begini, bahkan tak di anggap sama sekali. Sakit .... Namun, bukankah cinta membutuhkan pengorbanan? Maka dari itu, dirinya harus lebih keras lagi dalam berjuang demi bisa mencapai tujuannya. "Tujuanmu apa datang kesini, dan menghancurkan segalanya!" tanya Hasan saat mereka berdua berada di dapur tadi. "Aku hanya ingin hidup bersamamu," jawab Mawar. Wanita itu begitu puas bisa memandang wajah Hasan sedekat ini, dekat, bahkan sangat dekat. Dan di belakang, tak sengaja Bi Wiwid melihat kedekatan antara dua insan yang tak ada ikatan apapun. Namun, Bi Wiwid langsung pergi begitu saja sebab takut dikira tengah mengintip. Itulah mengapa Bi Wiwid mendadak gagu saat Rosa bertanya di mana suaminya. "Kasihan, Ibu ... dia wanita baik, kenapa hidupnya begitu berliku," lirih Bi Wiwid. Ia terus memandang mobil yang di kendarai oleh majikannya. "Namanya juga h

  • Rahasia di Balik Perjalanan Dinas Suamiku   Bagaimana, Mas?

    "Astagfirullah, bukan itu. Ayo kita bicara di dalam saja," ajak Hasan, lalu menarik istrinya masuk ke dalam kamar. "Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu!" bentak Rosa lalu menjauh dari lelaki yang amat di bencinya. Ya ... yang tersisa sekarang hanyalah kebencian. Entah mengapa setelah melihat foto b-ugi-L suaminya bersama wanita itu, hati Rosa seakan tercabik-cabik, dan sekarang melihat langsung wajah suaminya Rosa merasa ingin melenyapkan lelaki ini dari muka bumi. "Mas di jebak, Sayang." "Kamu pikir ini sinetron, Mas?" "Sumpah!" "Sudah ku bilang jangan bermain dengan sumpah! Badai di luar belum usai, dan kamu ingin mengundangnya datang lagi!" "Dia orang pertama yang mau bekerja sama dengan cabang Nuansa. Saat itu, sebelum Mas menerima tawaran kerja sama dengannya, Mas menghubungi Papah dulu, dan saat itu Papah meng'iya,'kan, dan Mas langsung bertemu dengannya siang itu juga, tapi ... setelah itu entah mengapa Mas tidak sadar,---" "Tidak sadar kalau sampai kebablasan?

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status