SEASON 2 : Bab 1-55 SEASON 3 : Bab 56-80 🌻Bukan Kisah Pasutri Selingkuh🌻 Aku kecewa saat acara nuju bulan, suamiku masih pergi berdinas, tetapi rasa kecewa ku tak bertahan lama, sebab dia datang tepat sebelum acara dimulai. Namun, siapa sangka oleh-oleh yang di bawakan suamiku mampu membuat rumah tangga kami berada di ambang kehancuran. Apa benar suamiku berubah setelah ku berikan harta, dan tahta? Apa benar cinta yang ku anggap tulus, nyatanya mampu berdusta? Atau kah dia menyimpan sebuah rahasia? ~Rosa *** [Season 1 - Ku Sembunyikan Identitas Dari Mertua] [Season 2 - Rahasia Di Balik Perjalanan Dinas Suamiku] Yuk, ikuti juga perjalanan Rosa di season 1 😚
View More"Sebentar lagi usia kandunganku 7 bulan, Mas. Apa kamu belum bisa pulang juga?" tanya Rosa yang kini duduk di depan jendela menikmati udara malam.
["Akan Mas usahakan, Sayang. Mas pasti pulang, tapi tidak sekarang,"] jawab Hasan dari seberang sana. Sejak istrinya hamil 2 minggu, ia sudah pergi melakukan perjalanan bisnis ke Padang. Karena yang di kelolanya sekarang adalah anak perusahaan yang pertama, jadi Hasan membutuhkan waktu yang lama untuk mengembangkan cabang Nuansa (ada di season 1 asal-usul Nuansa.) Mereka selalu bertukar kabar lewat panggilan vidio. Siang malam, siang malam datang silih berganti hingga sekarang tak terasa 7 bulan waktu telah berlalu. "Apa tidak bisa di serahkan dulu sama yang lain? Ini penting, Mas. Acara anak pertama kita, lo. Papah aja pulang, meski dia sedang di eropa." "Iya, iya ... Sayang, insyaallah ya. Akan Mas usahakan." "Dari kemarin jawabamu itu-itu mulu, Mas! Bosen aku dengarnya!" rajuk Rosa, bibirnya cemberut memenuhi layar ponsel suaminya. Lelaki itu menjadi gemas, rindu, semua bercampur menjadi satu. Namun, saat ini ada hal yang membuatnya tak bisa meninggalkan Padang. Bukan hanya sekedar anak perusahaan yang baru di bangun, akan tetapi ... ada tamu yang tak di undang yang mengharuskannya untuk tetap berada di sana. "Emuach," kata Hasan, ia hanya bisa melakukan sun jauh untuk menenangkan sang istri. Seperti biasa, wanita itu akan luluh, dan berhenti merengek. Akan tetapi tidak berlaku untuk malam ini. Rosa, dia semakin jadi melipat wajahnya, sepertinya rasa rindu sudah tak bisa di tahannya lagi. "Aku ngantuk, Mas. Sudah dulu," ucap Rosa, tanpa menunggu jawaban ia langsung mematikan panggilan itu secara sepihak. Tut ... Tut ... Tut .... "Iya-iya-iya-iya aja terus dari kemarin!" omelnya seraya menutup jendela dan bergegas naik ke tempat tidur menyusul keponakannya yang sudah terlelap sejak tadi. Gadis itu adalah Chika, anak dari kakak suaminya. Ponsel Rosa bergetar, memberi tanda bahwa ada satu pesan masuk. Sekilas ia melihat nama si pengirim, dan isi dari pesan tersebut, 'Maafkan Mas, Sayang. Mas janji akan cepat pulang,' ucapnya dalam hati membaca pesan yang ternyata dari sang suami. Tak ada niat untuk membalas, Rosa kembali meletakkan ponselnya di nakas, lalu mematikan lampu bersiap untuk tidur. Sunyi ... Rosa pun mulai berlabuh ke alam mimpi. Pyarrrrr! "Astagfirullah," ibu hamil itu langsung membuka kedua matanya kala mendengar benda terjatuh di kamarnya, "eummm, apa itu?" gumamnya sendiri. Ia pun menyalakan lampu, dan melihat ke sekeliling takut bila suara itu berasal dari jendela atau ada maling yang masuk menerobos rumahnya, "jam 1 malem," lirihnya. Rosa pun turun dari tempat tidur. Degh. Tubuhnya mematung kala melihat bingkai yang berisi foto pernikahannya tergeletak di lantai, jadi suara benda terjatuh tadi berasal dari sana. Namun, bukan pecahan kaca atau hancurnya bingkai itu yang membuatnya jadi mematung, melainkan arti dari jatuhnya benda tersebut. "Astagfirullah," Rosa meraba perutnya yang terasa keram, berulang kali ia menarik nafas guna mencari ketenangan di dalam dirinya, "huffff ... huffff ... huffff. Ya allah, lindungi keluarag hamba," lirihnya lagi. Perlahan tapi pasti, kakinya mulai melangkah mendekati serpihan kaca yang sudah tak lagi berbentuk. Rosa mengambil kertas yang masih melekat di bingkai yang berwarna hitam itu. Senyum bahagia jelas terukir di sana. Foto pernikahan yang di ambil saat satu tahun yang lalu. Meskipun awalnya mereka menikah karna terpaksa. Namun, Rosa begitu yakin bahwa ikrar suci yang di ucapkan oleh lelaki pilihan Papahnya, itu sungguh tulus, dan tak mungkin ternodai. Akan tetapi, kejadian malam ini membuat hatinya menjadi risau. Yang Rosa tahu, bila bingkai foto apalagi foto pernikahan tiba-tiba terjatuh itu menandakan pertanda buruk akan terjadi, tetapi ia tak tahu kejadian buruk apa yang akan menimpa dirinya. Rosa hanya mampu berserah diri pada sang pencipta. Tak ingin berprasangka buruk, wanita 36 tahun itu bergegas menyimpan foto pernikahannya, dan membersihkan serpihan kaca, lalu mengambil wudhu bersiap untuk melakukan sholat malam. Ia tak ingin terus di hantui oleh pikiran buruk, mengingat sang suami yang hampir 7 bulan tak kunjung pulang. "Assalamualaikum warahmatulahiwabarakatuh." "Assalamualaikum warahmatulahiwabarakatuh." Selesai tahiyat akhir, Rosa menumpahkan segala keluh kesahnya. Segala hal buruk yang menghantui pikirannya, ingin ia ceritakan pada sang pemilik nadi. Tenang, ia hanya ingin tenang, dan damai meski sebenarnya ia pun gelisah. "Aku percaya padamu, Mas. Kamu tidak mungkin bermain di belakangku," gumam Rosa sebelum menutup mata, dan kembali berlabuh ke alam mimpi. "Bismillahirrahmanirrahim," setelah selesai melakukan sholat malam, wanita itu ingin kembali memejamkan matanya karena saat ini masih tengah malam. "Panas-panas! Tolong! Api ada api! Tolong, kebakaran-kebakaran!" "Mas, kamu di dalam?" "Sayang, tolong! Panas-panas!" "Mas!" Tok-tok-tok "Buka pintunya, Mas!" "Jangan kesini, Rosa! Menjauhlah! Selamatkan putri kita!" "Mas! Buka pintunya!" "Pergi Rosa! Pergi! Bawa anak kita pergi!" "Masss! Buka pintunya, Mas!" Brakkkk! "Aaaaaa panassss!" "Tolong kebakaran!" "Kebakaran!" "Kebakaran!" "MASSSSSSSS!" ***"Jangan mengada-ngada, Pah! Mentang-mentang dia lelaki pilihan Papah, jadi Papah mau bela diri gitu?" ungkap Rosa setelah hening beberapa saat."Astagfirullah, Papah tidak membela diri, tapi memang benar Hasan sedang kritis!""Sudahlah, Pah. Itu lagu lama, tidak perlu melakukan apapun untuk mengambil rasa simpati Ros. Ros muak dengan semuanya!" ucap Rosa, seraya menutup pintu, tetapi dengan cepat di tahan oleh ayahnya. "Tunggu dulu, Ros!" "Apa lagi, Pah? Hasan kritis? Hasan di jebaklah, inilah itulah. Apa lagi alasan yang akan Papah katakan demi menutupi kebobrokannya?" ucap Rosa kesal, "sekarang gini aja, Pah ... Papah punya bukti? Foto atau apa gitu yang menunjukkan bahwa sekarang dia benar-benar kritis. Lagian, kalo dia kritis kenapa pula Papah mencarinya kesini?" lanjutnya menyangkal, dan tak akan percaya sebelum dirinya benar-benar melihat langsung kondisi lelaki yang sudah membuatnya sakit hati. "Kamu ingat, teman yang Papah bilang kecelakaan, waktu di rumah sakit? Dia bukan
Banyak pasang mata yang memperhatikannya, terutama melihat kaki Hasan yang masih di gipsun, dan wajahnya yang penuh memar. Pengunjung rumah sakit merasa heran melihat Hasan berjalan tergesa-gesa menuju Valet Parking. Hasan tak perduli dengan tatapan-tatapan itu, fokusnya hanya satu, harus pergi dari sini sebelum ayah mertua bangun, dan menyadari bahwa dirinya tidak ada di ruangan itu lagi. "Semoga Papah masih tidur," gumamnya sambil terus melangkah, membawa gipsun di kakinya.Sudah cukup jauh ia melangkah dengan tertatih-tatih, Hasan pun sampai di tempat tujuan. Mobil miliknya masih ada di sana, tak bergerak sedikit pun, tempatnya masih sama seperti saat kemarin ia mengantarkan istrinya ke rumah sakit ini. Namun, setelah sampai di sana Hasan tak bisa membuka pintu mobil itu karena ia tak memiliki kuncinya. "Argh! Sial! Kemana kuncinya!" teriak Hasan frustasi. Ia kembali mengingat, dan mencoba mengingat dimana terakhir kali ia meletakkan kunci mobil. "Celana ... Iya! Kunci itu ada
Rosa diam, dan memutar otak, menduga-duga kemana perginya sang suami. Setelah pertengkaran mereka malam itu, Hasan sama sekali tak menampakan batang hidungnya, bahkan di saat dirinya terbaring lemah di rumah sakit, lelaki itu sama sekali tak datang walau sekedar menemaninya. Apakah Hasan kabur bersama Mawar, atau mungkin .... "Nak," panggil Bu Wati.Panggilan itu menyadarkan Rosa dari lamunan panjangnya, pikiran buruk, dan prasangkanya terhadap sang suami, "kalau begitu saya permisi dulu, Bu," kata Rosa. Tak mungkin ia menyampaikan berita perpisahan ini kepada mertuanya. Rosa tak sampai hati untuk mengatakannya. "Loh, baru juga datang. Makan dulu ya, Ibu masakin sup bakso, mau?" tawar Bu Wati, hatinya sedikit kecewa karena map kuning itu tak kunjung di berikan kepadanya. "Tidak, Ibu ... terimakasih, ada hal yang harus saya urus. Lagian, Chika di rumah saya tinggal sama Bi Wiwid, kasihan." "Ah, iya ...," ucap Bu Wati gantung, sebab ia pun lupa bila ada cucu lain yang ia miliki, "ja
Rosa menoleh ke sumber suara, lelaki itu ... dia adalah Farid. Meski hanya kepalanya saja yang terlihat, dan rambutnya yang gondrong, tetapi mendengar suaranya Rosa masih ingat bahwa lelaki itu adalah Farid, sesorang yang pernah menghina ayah, dan juga suaminya saat di kantor Nuansa. "Eh, Pak Erik, 'kan ya?" sapanya saat berpapasan dengan lelaki tua itu. "Ada perlu apa datang ke sini, Pak? Mau melamar peker-jaan? Oh, ya bagian secur-ity ada tu, kebetulan yang jadi secu-rity baru saja mengundurkan diri," ucapnya berlaga sombong. "Kamu siapa?" tanya Pak Erik, yang memang tak begitu hapal dengan anggota karyawan sini. "Saya ... perkenalkan, saya Farid, dan saya manager di perusahaan ini. Semua keputusan ada di tangan saya, dan saya yang memimpin semua karyawan disini. Bapak ini, orang tua Rosa, 'kan?" Pak Erik tersenyum, mungkin ini yang di bilang putrinya kemarin. Saudara suaminya ada di bagian manajer. Lihatlah, betapa songo-ng, dan sombongnya dia memperkenalkan diri. Apa dia tidak
Selang menyelang, serta infus yang melekat di tubuh Hasan, tak ia hiraukan. Hasan beranjak dari tidurnya setelah 24 jam koma. "San!" panggil Pak Erik, ia berusaha menahan Hasan yang tengah melepas selang-selang itu dari tubuhnya."Kamu masih sakit, mau kemana! Jangan di lepas alat itu," ucap Pak Erik."Aku harus ke Padang, Pah! Aku harus menemukan bukti, bahwa aku tidak bersalah! Rosa, dia pasti menungguku," ungkap Hasan, sambil bersikeras melepas berbagai jenis selang yang melekat di tubuhnya."Sabar! Tenang dulu! Papah tahu kamu gelisah, tapi ingat kesehatanmu belum pulih! Tunggu sampai keadaanmu membaik!""Tidak, Pah. Aku harus ke Padang sekarang! Wanita sinting itu sangat berbahaya," ucap Hasan, ia masih ingat betul bagaimana Mawar memperlakukan dirinya, bahkan menyuruh anak buahnya untuk menghajar dirinya. Hasan trauma, ia pun takut bila Mawar akan menyakiti Rosa juga"Papah tahu. Dia sudah Papah amankan. Kamu tidak perlu khawatir!"Sontak Hasan langsung mematung, tangannya diam,
Rosa turun dari mobil dengan perasaan tak karuan memandangi rumah yang hampir 1 tahun ia tempati, dan 7 bulan terakhir tanpa seorang suami menemani. Wajahnya datar tanpa ekspresi, perutnya yang membuncit sedikit di elusnya, sambil berjalan Rosa menatap sekitar halaman rumahnya. Bunga-bunga yang bermekaran, dan selalu ia rawat, kini tampak gersang ... segersang hatinya sekarang."Bu, saya jemput Chika dulu," kata Bi Wiwid sebelum mereka masuk ke dalam rumah. "Eum," sahut Rosa sambil menganggukan kepalanya. Bergegas Bi Wiwid pergi ke rumah yang ada di sebelah rumah majikannya. Rumah Nara, tadi ia menitipkan Chika di sana. Sedang Rosa, ia masuk duluan ke dalam rumah, perasaannya semakin tak karuan kala melihat taman yang ada di halaman belakang. Taman itu tempat yang ia gunakan untuk acara nuju bulan, tetapi serangkaian acara itu telah hancur bersama datangnya badai, juga sebuah kenyataan yang selama ini tidak ia ketahui. "Jadi ... kamu benar-benar mengkhianati aku, Mas," lirih Rosa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments