Mas Nata dan Mbak Nadia bergandengan tangan dengan mesra masuk ke dalam mobil.
Apa ini? Dia memiliki lebih dari satu selingkuhan?Dengan tangan gemetar, aku mengabadikan momen perselingkuhan Mas Nata. Aku tidak akan langsung melabraknya apalagi di depan banyak orang. Itu sama saja mempermalukan diriku sendiri, takutnya kalau sampai ada yang kenal dan nanti malah berita semakin meluas dan keluargaku tahu.Setelah mereka masuk ke dalam lobby, aku pun turun.“Mbak, ongkos sama helmnya.”Kulepaskan helm itu dan memberikan ongkos sebelum berlari masuk tanpa memperdulikan teriakan tukang ojek yang mau memberikan uang kembalian.Aku duduk di sebuah sofa meraih majalah untuk menutupi wajah agar tidak ketahuan. Jaraknya lumayan dekat jadi aku bisa mendengar mereka bicara.“Menginap, Mas?”“Nggak bisa. Nanti sore Hana pulang, jadi di sini paling bisa sampai jam 1 atau jam 2 siang.”“Ya sudah, nggak apa-apa.” Wanita itu mengulas senyum yang membuatku sangat muak.Kutekan kuat-kuat dada yang terasa sesak. Begitu mudahnya mereka bersandiwara, bahkan tidak kulihat raut wajah yang merasa bersalah dari keduanya.Ah, mungkin mereka sedang kasmaran makanya tidak peduli dengan apapun.Sebenarnya apa yang kurang dariku sampai Mas Nata bisa mendua?Dari Mbak Nadia juga tidak ada yang spesial. Bahkan usianya jauh lebih tua dariku.“Kurang ajar! Wanita itu tahu Mas Nata punya istri tapi kenapa dia masih mau. Apa dia nggak malu sama pakaian tertutup yang dia pakai?” Kuremas dengan kuat kertas yang ada di meja saat melihat mereka berdua beranjak dan masuk ke dalam lift.Tok! Tok!Aku terlonjak mendengar meja diketuk.“Anda membuat berkas saya kusut.”“Eh.” Kulepaskan kertas yang sudah kusut itu dari dalam genggaman, “maaf.”“Hana?”Mendongak. Mataku langsung melebar melihat sosok di depanku.“Sam.”Dia menatapku sambil mengulum senyum, sebelah alisnya terangkat, “Jadi stalker suami yang lagi selingkuh?”Dengan susah payah aku menelan saliva. Jangan sampai si ember ini tahu, yang ada nanti dia sebarkan di grup alumni dan aku akan menanggung malu.“Ng-nggak kok. Sok tahu.”“Aku nggak pikun kali, Han. Ya kecuali suamimu sudah ganti. Masih tetap Nata ‘kan?”Samudra berdiri, mengeluarkan kartu nama dari dalam dompetnya.“Siapa tahu butuh bantuan,” katanya lalu pergi membawa berkas miliknya yang sudah kubuat kusut.Kulirik kartu nama itu.“Argandi Samudra Daneswara. Dia ... manager di sini?” Kualihkan pandangan mencari sosoknya yang sudah tidak terlihat.Sepertinya takdir memang sengaja mempertemukan aku dengan Samudra, karena tidak mungkin aku bisa menyelidiki sendiri soal Mas Nata dan Mbak Nadia.Semoga saja Samudra bisa menjaga mulutnya dan tidak menceritakan aib rumah tanggaku pada semua orang.Aku juga harus memasang cctv mumpung Mas Nata tidak di rumah.Setelah ini jangan harap aku mau melayanimu, Mas!Aku bahkan tidak yakin bisa bertahan karena dia ternyata tidak seperti yang kubayangkan. Selingkuh dengan dua orang wanita. Aku bahkan tidak pernah berpikir Mas Nata bisa melakukan hal ini.Tidak mungkin membuntuti sampai ke dalam, aku memilih untuk pulang. Singgah untuk membeli cctv agar bisa langsung dipasang.Hatiku teriris membayangkan dia sedang berbagi peluh dengan wanita lain.Semoga apa yang Mas Nata lakukan tidak berdampak pada Yuna di masa depan. Aku tidak mau melihat Yuna dipermainkan oleh lelaki saat dia dewasa nanti. Cukup aku yang merasakan sakit dan perihnya diduakan.Jangan sampai Yuna menanggung kesalahan papanya. Biar Mas Nata menanggung sendiri kesalahan yang sudah dia perbuat.***“Sayang, kok pulang nggak bilang-bilang.” Mas Nata terlihat kaget melihatku sudah ada di rumah.Sengaja aku pulang lebih dulu dari yang sudah kukatakan padanya tadi pagi.“Kenapa kaget begitu? Nggak suka aku pulang cepet? Bukannya nyuruh aku nggak pulang sore.”Matanya bergerak liar, “Nggak, bukan begitu. Aku kaget saja.”“Darimana?”“Oh, itu tadi si Handi ngajak nongkrong di cafe. Daripada aku bosen di rumah sendiri ‘kan,” katanya sambil meneguk saliva, terlihat dari gerakan jakunnya.“Nongkrong di cafe sampai basah begitu ya rambutnya?”Matanya membulat, tangannya langsung terangkat menyentuh rambut.“Eh, ini. Tadi gerah banget.”“Terus mandi di cafe?”Mas Nata tertawa hambar, “Nggaklah, Yang. Kamu ada-ada saja, aku mandi di rumah Mama. Sekalian tadi beliin kue pesenan Mama.”Terus saja berbohong, Mas. Semakin kamu berbohong semakin aku bisa secepatnya mengambil keputusan. Aku paling tidak suka dibohongi begini.Setelah semua bukti terkumpul, Mas Nata tidak akan bisa berkutik lagi.“Dari pagi Mama pergi sama Yuna kok. Pakai jual nama Mama segala. Jujur, kamu kemana, Nat?” Mama yang keluar dari kamar membuat Mas Nata gelagapan“Ma-ma, kenapa ada di sini?”“Nggak boleh jenguk cucu sendiri. Mama juga mau nginep di sini.”Dia menggaruk kepala yang sepertinya tak gatal, mungkin karena sangat gugup.“Kita bicara, Mas.” Aku menariknya masuk ke dalam kamar.Mama belum tahu soal apa yang anak kesayangannya itu sudah lakukan di luar sana.“Sayang, aku bisa jelasin. Sebenarnya aku nggak nongkrong di cafe.”Jantungku mulai berdebar. Apa mungkin Mas Nata akan jujur?“Terus?”“Aku pergi main futsal. Kamu ‘kan paling nggak suka aku pergi main futsal.”“Jadi kamu bohong biar aku nggak marah begitu?”Dia mengangguk lemah.“Tapi kebohonganmu terbongkar juga, Mas.”Foto-foto yang sebelumnya sudah kucetak kulempar ke atas ranjang. Mas Nata terbelalak melihat foto-foto mesra dirinya dan juga Mbak Nadia. Saat mereka ada di lobby hotel. Tidak ketinggalan rekap pemesanan kamar yang sudah beberapa kali dilakukan atas nama Mas Nata.Bukan hanya sekali tapi berulang kali.“Sa-sayang ... ini ....”Aku mengangkat tangan, “Aku belum minta kamu bicara, Mas.”Sekarang aku menyerahkan rekaman cctv yang memperlihatkan Mas Nata dan wanita itu masuk ke dalam kamar hotel sambil bergandengan mesra.Aku mendapatkan rekaman itu dari Samudra. Dia melanggar peraturan di tempat kerjanya agar bisa membantuku.“Kamu selingkuh dan mencoba untuk terus beralibi!” Rahangku mengeras, sebisa mungkin kutahan diri untuk tidak meledak.Masih ada Mama dan Yuna di sini, aku tidak mau membuat keributan.“Kamu salah paham.”Kutepis tangannya dengan kasar, “Puas bercint* sama jal*ng itu!”“Jaga ucapan kamu, Hana. Jangan sebut Nadia begitu.”Tawaku pecah bersamaan dengan air mata yang berjatuhan, “Kamu membela dia, Mas?”Mas Nata mendengkus, “Oke, aku akui. Aku salah. Tapi aku punya alasan.”“Alasan?” tanyaku dengan mata memicing, nafas pun kian memburu, “nggak ada alasan yang bisa dibenarkan untuk perselingkuhan, Mas.”“Selingkuh? Nata selingkuh?”Aku sontak menoleh ke sumber suara. Mama berdiri di ambang pintu yang setengah terbuka.“Ma ....” Mas Nata menghampiri Mama.Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipinya.“Wanita mana yang sudah berani menggoda dan merongrong harta kamu, Nata? Mama nggak akan tinggal diam, Mama akan kasih pelajaran buat lont* itu! Dan kamu ... jangan harap masih bisa duduk di kursi CEO!”“Ma-”“Hana yang bakalan menggantikan posisi kamu, Nata.”Aku terbelalak mendengar itu, begitupun Mas Nata.Sungguh, aku tidak mengharapkan hal ini. Bahkan aku tidak ingin Mama tahu dengan cara seperti ini.“Sebelum kamu dapat maaf dari Hana, posisi itu akan tetap ditempati Hana.” Mama berucap dengan tegas dengan sorot mata tajam.Mas Nata tidak bisa berkata-kata, dia paling tidak berani pada Mamanya.Sekarang aku belum bisa mengambil keputusan, semuanya harus jelas dulu. Setelah itu baru aku akan memilih untuk tetap tinggal atau pergi.Tidak mudah bagiku untuk pura-pura baik setelah semua fakta terungkap dan hatiku tersayat.“Hana, kamu jangan takut. Mama akan selalu ada di pihak kamu. Nata memang harus dikasih pelajaran!” Mama menggenggam erat tanganku.Rasanya memiliki kekuatan lebih karena mama mertuaku sendiri ada di pihakku, tidak membela anaknya yang berbuat salah.“Ma, aku mengaku salah tapi nggak gini juga dong. Masa harus Hana yang gantiin aku sih? Dia juga nggak bakalan bis
Malam ini, aku memilih untuk tidur di kamar Yuna. Meski sebenarnya mata ini jelas akan sulit terpejam. Aku masih tidak menyangka Mas Nata sampai hati melakukan sesuatu yang menghancurkan hati dan hidupku.Air mata berjatuhan kala menatap wajah polos Yuna yang terlelap. Keberadaannya akan membuatku semakin kuat bukan lemah.“Mama pasti akan melakukan yang terbaik buat Yuna.” Kudekap erat tubuhnya sambil menahan isak tangis agar tidak membuat Yuna terjaga.Pagi harinya, aku yang biasanya menyiapkan sarapan kini sibuk bersiap untuk pergi ke kantor. Yuna sudah pergi dibawa oleh Mama, sedangkan di rumah hanya ada aku dan Mas Nata.Mama tidak mau Yuna mendengar sesuatu yang tak pantas, aku pun sama. Karena setelah semua terbongkar, pertengkaran antara aku dan Mas Nata pasti tidak akan bisa terhindarkan.Mas Nata tidak ada di kamar, entah kemana dia pergi.“Sayang, kenapa sudah rapi?” Dia keluar dari ruang kerjanya, menatapku dengan lekat.Memindai penampilanku dari atas sampai bawah.“Lupa?
Selama perjalanan, tidak ada yang buka suara baik aku ataupun Mas Nata. Tadi saja Mbak Nadia langsung ngacir setelah memberikan sarapan yang hanya ditaruh di rumah, nanti juga Mas Nata pasti akan memakannya, tidak mungkin tidak.Tampang seseorang memang tidak bisa mencerminkan bagaimana perilakunya. Saat pertama kali bertemu, Mbak Nadia terlihat baik terpancar dari wajahnya yang polos dengan senyum ramah. Tapi semua itu ternyata hanya sebuah topeng.“Nanti kalau sudah beres urusan kantor, kamu bisa pulang.”“Kamu mau Mas jadi bapak rumah tangga, Yang?”Aku mengedikkan bahu. “Anggap saja begitu.”“Mending kamu di rumah, nggak usah pusing-pusing mikirin soal pekerjaan.”“Kamu nggak bakalan bisa merayu aku, Mas! Keputusan aku tetap sama.”Helaan napas Mas Nata terdengar jelas.Sampai di kantor ternyata semuanya sudah berkumpul untuk menyambutku. Padahal aku tidak meminta penyambutan seperti ini. Nanti agak siang baru akan dilakukan rapat bersama dengan para pemegang saham. Aku bukan oran
“Kamu jangan asal bicara ya. Kamu itu bukannya selingkuhan suami saya? Jangan coba-coba bohongin saya!”Dia tertawa dengan sorot mata tak biasa, “Suami Tante itu Papa saya.”Deg.Aku terdiam, masih mencerna ucapannya.Gadis itu mengeluarkan beberapa lembar foto dari dalam tasnya.Hatiku langsung teriris melihat foto Mas Nata berdampingan dengan Mbak Nadia yang sedang menggendong seorang bayi. Fotonya seperti foto lama karena mereka terlihat masih muda.“Ini, foto aku saat baru dilahirkan. Dan ini ….” Dia menunjukkan foto dengan formasi sama hanya saja ada gadis kecil yang kutaksir seusia Yuna. Dan satu lagi, foto yang sepertinya diambil baru-baru ini.“Saat aku ulang tahun ke lima dan foto terbaru, bulan kemarin saat aku ulang tahun ke 16. Sengaja aku bawa biar Tante nggak bisa nyangkal lagi. Ini asli ya, Tan. Bukan editan. 17 tahun lebih Papa dan Mama aku nikah dan Tante hadir buat jadi perusak. Ya, Tante minimal tahu dirilah. Sampai kapanpun pelakor nggak bakalan menang. Kalau masih
“Mama tahu soal ini?” Kutatap wajah Mama yang langsung pucat setelah melihat semua bukti yang kuberikan.Aku tidak mau lagi menyembunyikan apapun karena itu juga beban untukku. Laisa memberikan album foto pernikahan Mas Nata dan Mbak Nadia padaku dan aku perlihatkan pada Mama. Dan bukti lain yang memperkuat. Jika Mama sudah tahu, tidak ada alasan Mama untuk memintaku bertahan di samping Mas Nata.Hati ini terlanjur luka, setiap melihatnya bahkan perihnya semakin terasa.“17 tahun … Nata membohongi Mama.” Suara Mama bergetar, buliran bening berjatuhan membasahi pipi. “Apa dia anggap Mama ini udah mati?”Mama menarik napas dalam lalu berdiri sambil memegangi dadanya. Baru saja akan kembali bicara tubuhnya ambruk ke sofa.“Mama!” Aku menjerit kaget.Tidak mau Mama kenapa-napa, aku langsung membawanya ke rumah sakit diantar supir tanpa memberi tahu Mas Nata lebih dulu.Dengan gelisah aku menunggu dokter keluar dari ruangan. Perasaanku tidak karuan, aku tidak menyangka Mama akan langsung p
POV Hana[Tante harus tepati janji Tante.]Aku menghela napas panjang membaca pesan dari Laisa. Dia memang yang memberikan banyak bukti padaku hingga Mas Nata tak bisa menyangkal lagi. Tapi tetap saja aku menyayangkan apa yang sudah kulakukan dengan begitu gegabah sampai berdampak pada Mama.Soal Mas Nata. Aku memang akan membiarkannya bersama dengan istri dan anaknya yang lain. Aku tidak mau hidupku runyam hanya karena diganggu apalagi Laisa itu sudah bisa berpikir dewasa dan mengerti. Pasti tidak akan membiarkanku bersama dengan papanya. Sedangkan Yuna masih kecil, dia belum mengerti apa-apa. Mungkin Yuna juga akan menjadi salah satu korban keegoisan Mas Nata tapi aku tidak akan membiarkan dia menderita. Aku bisa mengurus Yuna sendiri tanpa Mas Nata.Setelah lumayan lama di rumah sakit, Mama diperbolehkan untuk pulang meskipun tetap dalam pantauan dokter. Aku terus mengusahakan yang terbaik agar Mama segera pulih. Dari rumah juga aku mengerjakan tugas kantor, bagaimanapun itu sudah
POV HanaAku tidak bisa benar-benar ikut bersama Bang Hamdan, bagaimanapun aku tidak boleh menjauhkan Yuna dari Mas Nata.Untuk saat ini pilihan terbaik hanya pindah rumah saja, sedangkan orang tuaku sudah berada di kampung. Bang Hamdan masih menemaniku di sini. Bang Hamdan dan Ayah tidak bisa ada dalam satu rumah karena jelas nantinya malah ribut terus, bisa jadi Bang Hamdan selalu mengaitkan apa yang terjadi padaku dengan apa yang sudah diperbuat ayah di masa lalu.Alasanku yang lain juga karena ingin dekat dengan Mama. Aku tidak akan bisa meninggalkan Mama begitu saja karena rasa bersalah selalu menggelayuti hati. Bahkan saat Mama berangkat ke luar negeri, aku hanya bisa melihat dari kejauhan. Aku masih tidak mau bertemu dengan Mas Nata.Bahkan hari ini Yuna saja dijemput Bang Hamdan, mungkin nanti setelah Bang Hamdan kembali bertugas maka aku harus mencari pengasuh atau kembali tinggal bersama ibu dan ayah agar bisa menemani Yuna karena aku harus bekerja. Sebentar lagi aku akan be
“Serius amat mukanya? Memang mau?” Samudra tergelak sambil memegangi perutnya.“Apaan sih, Sam. Nggak lucu tahu.”“Kalo udah selesai interview. Traktir ya, udah aku bantuin loh dulu. Masa nggak ngasih apa-apa.”“Ish. Udah banyak duit juga masih minta traktir.”Langkahku terayun keluar dari lift dengan tergesa menuju ruangan yang dituju. Sampai di sana ternyata masih belum dimulai, aku diberitahu kalau orang yang akan melakukan interview ternyata ada kendala hingga datang terlambat.CEO perusahaan ini yang akan langsung melakukan interview. Aku mendapat panggilan untuk interview menjadi sekretaris nantinya, memiliki pengalaman membuatku bisa ada di sini sekarang apalagi aku pernah bekerja bukan di perusahaan abal-abal. Perusahaan milik keluarga Mas Nata itu perusahaan impian bagi para pencari pekerjaan yang ingin memiliki karir cemerlang.Kembali menjadi wanita karir membuat waktu akan tersita. Masalahnya sekarang aku sudah memiliki Yuna yang juga harus diperhatikan. Berat juga sebenar