Share

Saat Istri Berkuasa

“Ma-”

“Hana yang bakalan menggantikan posisi kamu, Nata.”

Aku terbelalak mendengar itu, begitupun Mas Nata.

Sungguh, aku tidak mengharapkan hal ini. Bahkan aku tidak ingin Mama tahu dengan cara seperti ini.

“Sebelum kamu dapat maaf dari Hana, posisi itu akan tetap ditempati Hana.” Mama berucap dengan tegas dengan sorot mata tajam.

Mas Nata tidak bisa berkata-kata, dia paling tidak berani pada Mamanya.

Sekarang aku belum bisa mengambil keputusan, semuanya harus jelas dulu. Setelah itu baru aku akan memilih untuk tetap tinggal atau pergi.

Tidak mudah bagiku untuk pura-pura baik setelah semua fakta terungkap dan hatiku tersayat.

“Hana, kamu jangan takut. Mama akan selalu ada di pihak kamu. Nata memang harus dikasih pelajaran!” Mama menggenggam erat tanganku.

Rasanya memiliki kekuatan lebih karena mama mertuaku sendiri ada di pihakku, tidak membela anaknya yang berbuat salah.

“Ma, aku mengaku salah tapi nggak gini juga dong. Masa harus Hana yang gantiin aku sih? Dia juga nggak bakalan bisa.”

Mama menyipitkan matanya, menatap Mas Nata dengan tajam, “Kalau ngaku salah ya terima hukuman ini. Bahkan apa yang kamu hadapi nggak sebanding dengan rasa sakit Hana. Keluar sana, Mama mau bicara sama Hana.”

“Tapi, Ma-”

“Keluar!”

Mas Nata menghela napas panjang lalu berjalan gontai keluar dari kamar.

“Han, Mama mohon. Selagi masih bisa dipertahankan, jangan pisah ya. Mama nggak mau nantinya Yuna yang kena dampak. Hati kamu pasti sakit banget, maaf ya, Mama egois minta hal ini ke kamu. Soalnya nggak bakalan ada yang bisa menggantikan kamu jadi menantu terbaik Mama.”

Aku tersenyum getir, “Hana ngerti kok, Ma. Hana bakalan coba.”

Hanya itu yang bisa kukatakan, aku tidak bisa menjanjikan akan bertahan karena apa yang sudah dilakukan oleh Mas Nata, hal yang sama sekali tidak bisa aku maafkan adalah kebohongan dan perselingkuhan dan Mas Nata melakukan keduanya.

Tapi memang ada benarnya dia harus diberikan pelajaran. Benar kata Mama tadi, mungkin saja Mbak Nadia hanya mengincar harta Mas Nata. Apa saat Mas Nata tidak memiliki jabatan dan uang dia masih tetap mau pada suamiku?

Sakit memang tapi aku harus bertahan sedikit.

Memikirkan masa depan Yuna salah satu yang jadi pertimbangan, rasa sakitku masih bisa ditahan tapi aku tidak mau masa depan Yuna terancam. Membayangkan dia menjadi korban broken home saja rasanya hati ini sudah teriris. Bagiku Yuna yang jadi nomor satu, mungkin jika nantinya aku tetap bertahan kemungkinannya hanya satu. Hati ini mati rasa karena sudah hilang rasa percaya.

Mama juga pasti sedih dan kecewa, sebenarnya wajar dia memintaku untuk tetap tinggal. Mama begitu baik padaku, selama menjadi menantunya tidak pernah ada satu kata pun yang beliau ucap dan menyakiti hatiku. Aku pun berat jika membuat Mama semakin sedih begini.

“Jangan lupa ambil semua kartu Nata, jangan biarkan ada sepeserpun uangnya yang dinikmati lont* itu. Mama bener-bener nggak ikhlas. Kamu boleh lakukan apapun ke Nata. Perusahaan juga Mama percayakan ke kamu. Biar besok kita langsung urus penggantian CEO.”

Setelah itu, Mama berhambur memelukku dengan erat lalu keluar dari kamar. Ternyata Mas Nata berdiri di depan pintu kamar.

Mama tidak berucap sepatah katapun lagi saat berjalan melewati anaknya itu.

“Sayang, Mas bakal melakukan apapun termasuk apa yang Mama minta. Bagi Mas yang terpenting dapat maaf dari kamu.”

“Kalau aku nggak maafin kamu gimana?”

“Mas akan berusaha. Lagi pula kamu itu wanita baik, pasti nggak mungkin menyimpan dendam. Mas ngaku, Mas khilaf.”

Aku menyeringai, “Kalau aku baik kenapa kamu masih main belakang? Sudah berapa kali kamu berzina sam-”

“Mas nggak berzina!” sangkalnya memotong perkataanku.

Hatiku kembali tersayat saat sesuatu dalam benak melintas, “Jadi ... diam-diam kamu nikahin dia, Mas?”

Dia menunduk lalu bergumam, “Maaf.”

Sudah menikah dan sengaja membawa wanita itu menjadi tetangga baruku. Apa maksudnya dengan itu?

Kuulurkan sebelah tangan padanya. Mas Nata langsung mendongak dan meraih uluran tanganku.

“Terima kasih, sayang.”

Dengan kasar aku menepisnya, “Terima kasih apaan, mana sini. Aku minta semua kartu kamu, kamu cuman boleh pegang uang cash yang aku kasih.”

Matanya terbelalak, “Sayang ....”

“Katanya mau berusaha dapat maaf dari aku, ya buktiin dong, Mas. Masa karena hal ini saja kamu sudah ngeluh.”

“Nggak ngeluh tapi ....”

“Nggak terima! Ya sudah, aku bisa pulang sendiri kok ke rumah orang tuaku.”

“Jangan! Oke, Mas turuti kemauan kamu.”

Mas Nata menyerahkan dompetnya padaku. Kuambil semua kartu berharga itu dan menyerahkan kembali dompet yang hanya berisi KTP dan juga SIM.

“Seratus ribu sehari harusnya cukuplah ya.”

“Yang ... jangan tega begitu dong.”

“Tega? Tega siapa aku sama kamu hah?”

Mas Nata langsung bungkam.

“Mulai besok posisi kamu, aku yang tempati dan kamu harus mulai mempersiapkan berkas lamaran dan cari kerja di tempat lain.”

“Jangan bercanda, Hana!”

“Aku serius. Kamu lupa soal peraturan di kantor soal karyawan laki-laki yang tidak boleh memiliki dua istri apalagi selingkuhan? Kamu karyawan juga disana karena Mama yang punya perusahaan jadi ya ... terima saja.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
for you
rumah gundik nya ambil biar seru,biar kere berdua mulai dari nol
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status