Perempuan itu menunduk melihat perban yang melingkar membalut kakinya. Luka yang ditimbulkan dari keganasan Sean semalam. Hadiah malam pertama dari pria itu meninggalkan bekas pada tubuhnya.
Namun, meski luka itu membuat cara jalannya tertatih, Valerie tetap memaksakan diri untuk masuk bekerja. Dia tentu saja masih butuh pekerjaan ini, meskipun kesempatannya untuk kembali bertemu pria gila itu bisa saja terjadi.‘Semoga hari ini aku tidak bertemu pria gila itu lagi,’ batinnya di dalam hati.Karena terlalu tenggelam dalam lamunannya, Valerie sampai tidak menyadari ada sesuatu di hadapannya hingga tabrakan kecil tak bisa dielakkan.Byurr~~Minuman dingin dengan warna cokelat itu tumpah mengenai rok pensil yang dikenakannya dan jatuh ke kakinya yang diperban. Rasa perih langsung menyeruak dari luka yang terkena air dingin, namun Valerie tidak mempedulikan itu karena di detik berikutnya suara anak kecil menangis langsung menggema.“Akhh ... ayah ....”Tangisan melengking itu langsung menarik perhatian di sekitar, membuat Valerie langsung panik dan berusaha menolong bocah laki-laki berumur 5 tahun itu.“Hei, maafkan, Aunty!” ucap Valerie yang sudah berjongkok di hadapan bocah kecil itu. “Apa kau baik-baik saja?”“Minumanku tumpah ...” lirihnya dengan sedih dan menatap ke arah bekas minuman kesukaannya yang sudah berserakan di lantai.Dengan lemah lembut, Valerie membelai pipi gembul itu. “Biar Aunty ganti, asal anak ganteng ini berhenti menangis. Bagaimana?”Bola mata berair itu seketika membulat dan menatap Valerie dengan tatapan berharap. “Benarkah? Minuman Kevin mau diganti yang baru?”Valerie tersenyum semringah. “Tentu saja! Ayo!”“Maaf karena kelalaianku menjaga anakku!” Suara berat itu seketika menghentikan Valerie yang berusaha menarik tangan anak laki-laki itu. “Astaga, kau basah. Biar aku yang mengganti atas kerugian ini,” lanjutnya kembali saat menyadari bahwa rok yang dikenakan Valerie basah.Valerie spontan mendongak untuk menemukan wajah tampan yang tampak sudah dewasa. Kesan yang dilihat Valerie pada pertemuan pertama ini bahwa pria itu sopan dan ramah.Belum lagi dengan gentle pria itu membuka jas yang dikenakannya kemudian menyampirkan ke tubuh Valerie yang menegang karena kedekatan ini.“Ah ... astaga, ini tidak perlu,” ucap Valerie dengan gelagapan karena mendapat perhatian seperti ini.Pria itu tersenyum kecil. “Itu untuk menutupi noda cokelat di kemeja Anda, Nona.”Segera Valerie menunduk dan meneliti tubuhnya dan benar saja kemejanya juga terkena cipratan noda di kemeja.“Terima kasih! Aku akan segera mencuci dan mengembalikannya kepada Anda.”Pria itu hanya mengangguk, sebelum perban di kaki Valerie mengambil alih perhatiannya. “Ya ampun! Perban kakimu juga ikut basah. Bisa infeksi jika tidak ditangani cepat. Sebaiknya kita ke dokter sekarang,” ucap pria itu penuh perhatian.Valerie segera menggeleng. “Tidak perlu, lagi pula ini masih jam kerja. Aku akan mengobatinya sendiri nanti. Terima kasih atas perhatiannya.”Pria itu terdiam, tampak tak setuju dengan keputusan Valerie. Tetapi dia tidak memaksa, dan kali ini beralih menatap putranya. “Kevin, minta maaf sama Aunty karena telah membuatnya basah,” ucap pria itu dengan nada tegas pada anaknya.“Kevin minta maaf Aunty, aku tidak sengaja,” ucapnya dengan kalimat cadelnya yang menggemaskan.Valerie tersenyum, “Tidak apa-apa, Sayang. Aunty juga yang salah karena jalannya tidak hati-hati.”“Ohiya, saya akan mengganti kerugian yang diperbuat putraku. Tolong berikan nomor rekeningmu.”“Tidak perlu, tidak ada yang perlu diganti. Kalau begitu saya permisi, Pak.”Valerie lalu berlalu dari sana dengan langkah tertatih, perih di kakinya semakin terasa ngilu setelah terkena air dingin. Dia harus segera mengganti perban yang baru agar tidak infeksi.Dengan terburu-buru, Valerie masuk ke dalam lift tanpa memperhatikan siapa di dalam sana. Sehingga suara dingin yang mengalung mengejutkan Valerie.“Apa pria itu tahu jika profesi sampinganmu adalah wanita murahan?”Valerie dengan cepat menoleh ke samping dan benar saja pria gila itu yang sekali lagi menghinanya.“T—tuan Sean ....”“Jangan kegatelan pada pria itu, kau harus tahu bahwa dia sudah punya anak dan itu tandanya ia memiliki istri. Jangan merusak pernikahannya, seperti pernikahanku yang kau rusak dengan masuk menjadi orang ketiga.”Valerie menghela napas pelan, tidak bisakah pria itu melihat dengan positif sisi dirinya yang lain, bukannya melihat apa yang dilakukannya dengan negatif.“Aku tidak ada niatan untuk menggodanya jika itu yang Anda takutkan!”Mendengar jawaban berani itu, Sean langsung menoleh ke arah Valerie dengan tajam. Belum sempat dia kembali melontarkan kemarahannya suara dentingan lift terdengar, membuat Valerie buru-buru keluar dari ruangan sempit menyesakkan itu.Kedua tangan Sean mengepal karena keberanian Valerie, namun matanya tertuju pada langkah perempuan itu yang terseok-seok karena kakinya yang diperban.Luka perban apa itu? Apa itu luka yang disebabkannya semalam?Tanpa berpikir panjang, Sean kembali menarik tangan Valerie memasuki lift dan menutupnya dengan cepat agar tidak terlihat oleh karyawan.“Apa yang Anda lakukan—““Bawa perempuan ini ke rumah sakit, Andre!” perintahnya kepada sekretarisnya yang sejak tadi hanya menjadi pengamat di antara mereka.“Maksud Anda Valerie, Tuan?” tanyanya memastikan.“Hum, dan pastikan lukanya ditangani dengan baik,” ucapnya sekali lagi dengan nada datar.Sean kemudian menatap Valerie dengan kilat mata hitam tak ingin wanita itu salah paham yang membuat Valerie gugup. “Jangan terlalu percaya diri, saya tahu luka itu disebabkan oleh saya semalam. Aku hanya tidak ingin kamu malas-malasan bekerja dengan alasan sakit, perusahaanku tidak menerima orang pemalas.”Setelah mengatakan kalimat bodoh itu, Sean keluar dari lift begitu saja.Namun langkahnya tiba-tiba berhenti, dan sesuatu yang tidak disangka-sangka terjadi. Sean melepas jasnya dengan cepat.“Aku tidak suka melihatmu menggunakan barang dari pria lain.” Sean kemudian melempar jasnya dengan kasar ke arah Valerie yang terbengong-bengong bagai patung. “Ganti dan pakai itu untuk menutupi tubuh jelekmu!”Oh Tuhan? Apa-apaan pria gila itu?Sepulang bekerja, Valerie menyambangi rumah sakit terlebih dahulu untuk mengecek keadaan ibunya. Setelah mendengar langsung dari dokter bahwa operasinya sudah di jadwalkan, Valerie menjadi sedikit tenang dan bahagia.Karena perasaan membuncah menyelimuti perasaannya, Valerie berniat membuat makan malam yang layak untuk di santap malam ini. Terlebih akhir-akhir ini dia tidak terlalu memperdulikan makanannya, yang berimbas pada tubuhnya yang semakin kurus.“Wangi sekali, pasti nikmat,” puji Valerie pada hasil makanannya sendiri. Ayam goreng kecap kesukaannya.Valerie bergerak ke meja makan bersiap untuk menikmati makan malamnya, namun bunyi bip yang menandakan ada yang membuka pintu menghentikan aktivitas Valerie.Sejujurnya Sean malas sekali bertemu dengan Valerie malam ini, terlebih lagi saat mengingat kejadian tadi siang saat mendapati Valerie yang tampak kegatelan dan menggoda salah satu karyawannya.Namun, ada berkas yang ter
Amora sangat cantik malam ini dalam balutan dress of shoulder hitam. Di mata Sean, istrinya itu selalu tampak cantik dan sempurna.Dengan langkah panjang, Sean langsung menghampiri Amora yang tampaknya belum menyadari kehadirannya. “Hai, Sayang. Sudah lama menunggu?”Amora menoleh dan langsung tersenyum semringah saat melihat Sean. “Baru saja, Sayang.”Sean langsung membawa Amora ke dalam pelukannya, mengecup kanan kiri pipi istrinya, dan berakhir mengecup lama bibir yang dipoles listip berwarna merah itu.“Kau sangat seksi malam ini, Sayang!” puji Sean meneliti tampilan Amora yang benar-benar sempurna.Dengan tatapan menggoda, Amora mengedipkan satu matanya dengan manja ke arah suaminya. “Aku sengaja untuk menggodamu, Sayang.”Sean menyeringai. “Aku bisa saja langsung menerkammu di sini, Amor.”Amora tergelak. “Easy, boy. Kita harus makan malam dulu supaya punya tenaga untuk bertempur malam ini.”
Valerie berlarian sepanjang koridor rumah sakit dengan wajah yang sudah bersimbah air mata. Rasa takut terus mengganggunya sepanjang perjalanan, ibunya kembali mengalami serangan dan itu tentu saja bukan sesuatu yang baik.Penyesalan besar akan menghantuinya jika sesuatu yang fatal terjadi pada ibunya dan dia tidak ada di sana.“Bagaimana dengan ibuku?” tanya Valerie saat berpapasan dengan suster Anna ketika dia hendak memasuki ruangan perawatan ibunya.Suster Anna adalah teman ibunya yang kebetulan bekerja di rumah sakit ini, alhasil suster Anna sendiri yang menawarkan diri untuk merawat ibunya. Dan Valerie bersyukur akan hal itu, di samping suster Anna begitu baik, Valerie juga merasa ada sosok ibunya di dalam diri suster Anna.“Ibuku baik-baik saja kan, Suster?” Air mata Valerie semakin meluruh membasahi pipinya.Suster Anna langsung membawa Valerie ke dalam pelukannya, mendekapnya erat dengan penuh kasih sayang. Menyalurkan
Langkah kaki kurus itu tergesa-gesa seakan dikejar waktu, dengan masih menggunakan heels kerjanya Valerie buru-buru memasuki pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.Melihat keramaian di sana sini, dan megahnya tempat itu. Valerie sadar jika ia sudah terlalu lama tidak menginjakkan kaki di tempat ini. Sudah setahun ini, kehidupan Valerie hanya berotasi antara kantor, rumah sakit, dan rumah kecilnya.Dan rasanya ia merindukan tempat seramai ini, walau hanya sekedar melepas lelah. Dia kembali merasakan hidup di tengah-tengah kekacauan yang silih datang berganti di dalam kehidupannya.Kemarin Amora sudah mengirimkan sebuah alamat. Klinik kecantikan yang berada di area mall besar ini.Amora memintanya untuk bertemu di sana, sekaligus meminta Valerie untuk treatment kecantikan. Seumur hidupnya ia memang tidak pernah melakukan hal tersebut, menghambur-hamburkan uang untuk mempercantik diri adalah hal terakhir yang akan dilakukan.Vale
Mobil berwarna merah itu berhenti tepat di depan lobby hotel Gold. Sebelum turun, berkali-kali Amora menghirup napas dalam, berusaha menenangkan perasaannya. Ini pertemuan pertama mereka setelah lama berpisah, jadi tentu saja Amora gugup.Merasa dirinya sudah mulai terkendali, barulah wanita cantik itu turun. Tetapi sebelum itu, ia memperhatikan wajah dan tampilannya. Entahlah, hanya karena meminta bertemu Amora sampai datang ke klinik kecantikan untuk mempercantik diri. Amora hanya merasa, dia perlu tampil cantik di hadapan mantannya itu.Amora kali ini menggunakan mantel hitam yang menutupi dressnya, dan topi yang lumayan lebar untuk menenggelamkan wajahnya. Walaupun penjagaan hotel ini sangat ketat, ia merasa harus antisipasi jika ada paparazi atau orang yang mengikutinya.Artis papan atas sepertinya tentu saja banyak yang mencari celahnya untuk dijadikan bahan gosip.Baru saja masuk lebih dalam ke area restoran yang berada di lantai da
Sean menghembuskan napas lelah, sudah larut malam tetapi dia masih menyibukkan diri perusahaan. Alasannya tentu saja karena dia tidak ingin bertemu dengan Valerie dan melakukan permintaan Amora agar menidurinya malam ini.Alhasil, dia baru pulang setelah larut malam. Berharap Valerie sudah tertidur, sehingga dia punya alasan untuk tidak menidurinya malam ini. Jadi setelah mengirimkan pesan untuk istrinya, Sean langsung mengemudikan mobilnya ke apartemen Valerie.Dalam perjalanan, Sean terus merutuki permintaan istrinya. Kenapa juga Amora begitu memaksanya untuk segera meniduri perempuan murahan itu?Tak butuh waktu lama untuk tenggelam dalam pikirannya, mobilnya sudah berhenti tepat di depan lobby apartemen. Menghembuskan napas kesal, Sean akhirnya turun dan melangkah masuk ke dalam apartemen itu.Sepanjang di dalam lift, Sean tak bisa tidak membayangkan wajah jelek istri keduanya. Mengingat hal tersebut, ia semakin malas untuk menginjakk
“Bagaimana jika kita memulai dengan menghapus habis listip merah ini terlebih dahulu?” Mata Valerie melotot sempurna dengan bibir terbuka. Pergerakan Sean begitu cepat, kini tangannya bergerak ke belakang kepala Valerie, merangkai rambut hitam itu ke sela jemarinya. Meremasnya kuat, namun tidak menyakiti. Lalu disusul dengan menarik rambut itu hingga kepala Valerie mendongak menatapnya.“Aww ...” pekik Valerie kaget.“Lagi pula, merah sama sekali tidak cocok untukmu,” ucapnya sekali lagi, sebelum mengulum bibir berlistip merah itu.Sean berhasil menyatukan bibir keduanya. Mulut Valerie yang sebelumnya terbuka karena terkejut semakin memudahkan Sean untuk memorak-porandakan bibir tersebut.Napas Valerie berubah tersengal, tubuhnya semakin bergetar ketakutan. Kedua matanya terpejam erat, dengan tangan yang meremas kuat kemeja Sean. Valerie bisa merasakan dengan jelas bibirnya yang berulang kali dihisap dengan kuat, la
Air mata Valerie meluruh. Ia benar-benar menjadi layaknya wanita murahan saat ini. Tubuhnya kini di bawah kuasa seorang Sean, diperlakukan sebegitu intimnya.Saat Sean berhasil mengulum puncak payudaranya, Valerie hanya bisa memejamkan kedua matanya erat-erat. Perasaan ini sangat aneh, bahkan karena cumbuan itu menjalarkan hawa panas di pangkal pahanya.“Tu—tuan Sean, sudah ...” pekiknya saat merasakan kuluman itu semakin keras.“Diam dan nikmati saja, jalang!” bentak Sean tak terima kesenangannya malah diganggu.Valerie benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, tetapi menyerahkan diri saat ini ia belum siap.Tubuhnya kini sudah di bawah kuasa Sean, tidak ada jalan untuk lari dari sana. Pria itu sudah begitu bergairah pada tubuhnya, seakan siap mencabik-cabik dirinya dalam kenikmatan yang tiada tara.Air mata itu meluruh, mencari cara agar lepas dari kungkungan tubuh besar Sean, hingga satu nama terlintas di pikiranny