Share

Rahim Pengganti CEO Arogan
Rahim Pengganti CEO Arogan
Author: Purwa ningsih

Menolak

Author: Purwa ningsih
last update Last Updated: 2024-05-09 18:50:03

"Akan aku beri kau uang, asal kau mau menikah dengan suamiku." Jelasnya membuat kedua netra Naya melotot kaget.

"Apa? mana ada seorang istri meminta wanita lain untuk dijadikan istri Hana jangan ngada-ngada deh."

Hani terdiam dan Naya tak percaya dengan apa yang di ucapakan sahabatnya itu.

"Naya please."

"Kamu gila Han. Sudahlah aku kerja lagi saja." Naya menyunggingkan senyum, tangannya menarik tas dari atas meja lalu meninggalkan wanita yang aneh menurut Naya.

"Naya Maharani, kumohon. Apa menurutmu, persahabatan kita ini persahabatan biasa? Tidak kan, bahkan aku sangat menyayangimu."

Naya tersenyum miring dan berbalik kembali duduk. Mungkin saja langit akan tertawa mendengar ucapan Hani saat itu.

"Salah sudah pasti ini salah. Karena tak seharusnya kamu menyimpan nama lain untuk suamimu, dan itu adalah namamu sendiri bukan nama orang lain, Han."

"Nay, kumohon. Setidaknya biarkan aku bahagia."

Naya mendapati Hani begitu tertekan, Naya melihat dan merasakan kepahitan dalam suara sahabatnya itu, juga sepasang netra yang meredup. Perempuan itu sesaat berkaca-kaca.

"Jujur aku memang tak sebaik dan soleha sepertimu. Tapi aku tidak akan merampas laki-laki itu darimu apalagi kamu sahabatku sendiri, Hani."

"Naya ...."

"Aku tak mau titik," kesal Naya.

"Aku hanya ingin, suamiku mempunyai keturunan seorang anak darimu."

Kepala Naya mendadak berat.

Naya menggeleng kuat. "Tidak. Bukan seperti itu. Aku hanya tidak tahu cara berpikirmu, Han."

Naya memegang gelas lalu meneguknya. Berharap jika Hani akan kembali waras.

Dia masih membisu. Matanya melihat Naya dengan raut wajah sendu. Netra itu memerah seiring dengan kening yang mengkerut menyimpan pemikiran yang mungkin tidak selaras dengan hatinya. Entahlah bahkan Naya tak bisa berpikir lagi saat itu.

"Aku tahu kau butuh banyak uang untuk pengobatan adikmu. Kami akan membiayai operasinya dan tambahan rumah lengkap dengan isinya juga tabungan, satu Milayar bagaimana?"

Naya menelan saliva yang terasa begitu pahit. "Jadi kau akan membeliku. Dengan uangmu? Bagaimana jika aku jatuh cinta pada suamimu bukankah itu akan sangat bahaya, hah."

"Ada perjanjiannya Nay."

Ucapan Hani terpotong ia melihat ke arah Naya, Naya melirik Hani yang kini wajahnya terlihat semakin memucat.

"Perjanjian jika aku dan suamimu tak boleh saling jatuh cinta?" tanya Naya dengan nada menyindir.

Hani terdiam.

"Astaghfirullah, kau benar-benar tidak waras, Hani." Jelas Naya.

Hani mengembuskan napas kasar. Dia mengusap wajah, lalu memandang Naya lagi. "Iya, itupun aku iklas jika kau yang jadi maduku."

"Satu tahun, dua tahun, atau selamanya?" tanya Naya menahan panas dalam dada.

Mulut Hani tertutup rapat. Hanya matanya yang memandang, tapi isi pikirannya melayang entah ke mana. "Setelah bayi itu lahir, Naya."

Lagi, Naya tersenyum miring. "Aku, akan bekerja lagi. Jam istirahatku sudah habis."

"Kumohon pikirkan lagi. Aku butuh bantuanmu, selamatkan pernikahanku, dan berikan aku seorang anak dari rahimmu bukan dari wanita lain, Nay."

Naya terdiam dan pergi meninggalkan Hani dengan amarah. Jika harus jujur, hatinya seperti disayat saat mendengar cerita Hani yang tidak juga hamil. Yang aku dengar jika suami Hani dari keluarga kaya raya yang sayangnya menikahi seorang wanita yang tak bisa memberikan keturunan. Segala cara Hani lakukan agar punya seorang anak yang sudah keluarga mereka dambakan sejak lama.

Terlebih saat ini memang benar adanya Naya begitu gelisah saat mendengar kata penolakan dari keluarga Galih yang terang-terangan menolak Naya dan menjodohkannya dengan wanita pilihan keluarganya. Dan pada saat yang sama, adiknya membutuhkan biaya yang sangat mahal. Dan gaji Naya satu tahun pun tak akan cukup untuk biaya operasi adiknya itu.

"Apa ada seorang gadis dibayar mahal untuk memberikan anak dengan jaminan uang setelah anak itu lahir aku akan dicampakkan. Astaga tawaran macam apa itu?" Bisik Naya sedih.

***

Naya duduk memeriksa laporannya, ia bekerja sebagai perawat sebuah Rumah Sakit.

"Nay. Pasien nomor 108 saatnya ganti infus." Ucapan Tata menyadarkan Naya dari lamunan.

"Ohya?"

"Ibunya minta, jika kamu yang harus ganti."

Naya tersenyum. "Masa sih?"

"Iya."

Naya mengangguk mengiyakan, membawa peralatan dan masuk ke dalam kamar inab itu. Lalu mengganti dengan infus yang baru.

"Bagaimana, sudah membaik? Apa ada keluhan lainnya, Bu?"

Wanita paruh baya itu menggeleng. "Tidak ada, Suster."

"Syukurlah, tensinya juga sudah normal. InsyaAllah jika tidak ada keluhan mungkin bisa pulang nunggu Dokter Bima dulu ya Bu" Jelas Naya.

"Alhamdulillah."

"Baiklah, saya permisi. Cepat sembuh Bu."

"Terima kasih. Selama ini merawat Ibu dengan baik."

Naya melengkungkan senyum. "Sama-sama, Bu."

Setelah selesai tugasnya bekerja hari ini, diruangan yang berbeda Naya menjenguk adiknya yang sakit karena kangker. Adiknya itu tertidur, Naya meraih tangannya dan berharap ada keajaiban jika adiknya bisa kembali membuka mata. Namun sia-sia sudah dua minggu Daren koma dan tak bisa membuka mata.

***

Naya berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju ke area parkir. Semburat senja yang menguning di ufuk kulon terbingkai indah di balik spion motornya. Naya mengemukakan sepeda motornya dengan kecepatan pelan. Memasuki gerbang kontrakan, disana Naya berpapasan dengan penghuni kontrakan lainnya yang juga seorang wanita. Mereka menyapa hangat, kebanyakan mereka begitu baik pada Naya.

Peninggalan kedua orang tuanya adalah tiga buah kamar kontrakan, yang sampai saat ini masih bisa buat membantu kebutuhan Naya dan adiknya. Naya masuk segera mandi dan merebahkan tubuh diatas kasur. Rasanya Naya begitu lelah dengan ujian yang kini begitu dekat dengannya. Lelah Naya begitu lelah dengan semuanya tidak sanggup untuk memperlihatkan keadaan itu pada orang lain. Biarlah, biarkan Naya yang menanggung sendiri hingga sesak didada sedikit mereda. Tubuhnya semakin lemah, kini ia meringkuk di pembaringan, tak lama kepalanya terasa begitu berat dan ia terlelap.

Pagi tampak begitu cerah, Naya kembali bekerja menuntun sepeda motor keluar dari parkiran yang sengaja di sediakan di kontrakan. Naya berpapasan dengan Sheren gadia dari jawa yang mengontrak ditempatnya, gadis itu bekerja di sebuah pabrik.

"Mbak Nay. Masuk kerja pagi kah?"

Naya mengangguk pelan. "Iya."

"Gimana kabarnya, Daren?" tanyanya.

Naya menaikkan bahu. "Masih belum ada tanda-tanda membaik, Sher."

"Oh, yang sabar ya, Mbak. Aku duluan ya, takut telat."

"Iya hati-hati."

Sheren tersenyum. "Mbak juga ya."

Sampai di rumah sakit dan memperkirakan motornya Naya berjalan ke arah ruangannya lalu duduk memeriksa apa yang harus di kerjakan.

"Nay, dipanggil, Dokter Angga." Sesaat, suara perawat lainnya menghentikan goresan pena Naya pada lembar kertas.

"Astaga, ada apa dengan Daren?"

"Ada apa ya, Tar?" tanya Naya begitu takut akan kehilangan adiknya.

"Entahlah semoga adikmu baik-baik saja, cepatlah kesana. Biar kerjaan kamu aku yang handle."

"Baiklah. Makasih ya, Tar."

"Sama-sama Nay."

Dengan tergesa, setengah berlari, Naya melangkah ke ruang inab Daren sambil melempar senyum kepada para orang tua dan anak-anak yang setia di ruang tunggu. Melihat asiknya masih bernapas membuat Naya lega.

"Perjuanganmu masih panjang, Dek. Semoga kamu kuat ya. Kalak disini bersamu."Naya membisikkan doa sambil mengusap lembut dahinya dan mengenggam jari-jari adiknya.

Segera ia berjalan ke arah ruangan sampai di kamar paling ujung di lantai satu, Naya masuk dan menemui Dokter Angga. mendorong pintu masuk ruangan Dokter Angga. Rasa dingin menyergap dari pendingin ruangan. Beberapa orang dengan seragam kamar operasi berwarna hijau polos berlalu-lalang. Naya menatap tumpukan map hijau di ujung meja, dada Naya tak berhenti berdebar. Ia meneguk air mineral di gelas. Mencoba menghilangkan rasa nervous yang makin menjadi.

"Pagi Dok."

"Pagi juga. Naya, kita harus lakukan operasi secepatnya."

Tubuh Naya mendadak lemas seiring dengan air mata yang luruh tak terkendali. Naya memukul dada, mencengkram baju bagian dada yang teramat sangat sesak ini. Dokter Angga bilang jika Deren harus segera dioperasi karena jika tidak penyakit tumornya akan menyebar.

"Tadi dia kejang, dan ini kesempatan teratir takutnya akar penyakitnya akan meluas bila tidak segera dioperasi. Komplikasi lanjutan karena tekanan memperburuk kondisinya. Tapi biayanya akan sangat mahal, Naya."

"Tolong selamatkan adik saya, Dok. Lakukan apa pun yang perlu." Ia memohon dengan suara serak karena menahan tangis.

"InsyaaAllah, Naya. Kami akan lakukan semampu kami, tolong bantu dengan doa. Sekarang, kamu urus biaya administrasinya. Setelah selesai baru kami tangani adikmu. Saya lakukan tugas saya dulu, ya."

"Apa tidak ada keringanan juga memotong gaji saya setiap bukannya, Dok?"

"Saya mengerti tapi ini prosedurnya Naya. Coba biacara sama bagian administrasi ya."

"Baik. Dok."

"Lakukan operasinya sekarang juga, aku yang akan mengurus semua biaya operasinya, Dok." Jelas Hani yang tiba-tiba datang.

Dokter Angga mengangguk mengiyakan.

Naya menatap ke arah tak terima. "Han."

Naya gemetae apa benar ia akan segera menyetujui permintaan sahabatnya itu menjual raminnya juga kegadisannya yang selama ini Naya jaga. Secara dia yang membiaya semua keperluan Daren operasi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Ending. indah Bersamamu

    "Naya.""Ya, Ma.""Ini untukmu, Naya hadiah dari Mama untukmu yang sudah berjuang melahirkan Cucu laki-laki Mama lagi." Naya terkejut. "Cincin.""Iya. Simpanlah jangan melihat harganya. Jika soal harga pasti Raja bisa membelikanmu yang jauh lebih bagus dari ini. Ini hanya hadiah untuk kenang-kenangan dari, Mama."Naya terdiam."Ini untukmu, pakailah." "Ya Allah, ini bagus banget, Mama."Sebuah cincin cantik itu sekarang menyelip di antara jemari manis Naya. Sang Mama meraih jemari menantunya. "Bahagia terus ya, Nak. Selamat sudah melahirkan dengan lancar.""Ya, Ma. Terima kasih untuk cinta dan kasih sayang Mama dan Papa selama ini. Selalu mendukungku apapun itu.""Ya kau tahu, Mama hanya ingin kamu, cucu-cucu Mama dan Raja bahagia, Nak."Naya mengangguk, membiarkan titik-titik bening turun satu-satu dari sudut mata. Bersamaan dengan rasa haru yang kini menyerang Naya tiba-tiba. Perlakuan mertuanya sangat bisa Naya andalkan. "Makasih, Ma.""Sama-sama."Juga Daren juga sudah menikah

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Pregnant

    Tangan Naya bergetar hebat saat benda pipih di genggaman menunjukkan dua garis yang terlihat begitu jelas. Degup di dada terasa kian mengencang, diiringi perasaan yang Naya sendiri tak tahu entah apa namanya. Pandangan kian buram, tertutup selaput bening yang hanya dengan satu kali kedipan saja akan berubah menjadi bulir air mata. Ya Allah, Naya harus apa? Sesaat terlintas bayangan wajah teduh Raja suaminya. Sosok pria dewasa yang dengan segala sikap lembut yang ia miliki, selalu membuatnya merasa nyaman saat bersamanya. Lalu, bagaimana jika Raja tahu akan hal itu? Naya hamil. Ada bayi mereka di dalam perut. Naya bisa membayangkan seperti apa reaksinya nanti. Apa suaminya akan kecewa? Atau menerimanya dengan suka cita? Karena usia mereka tak lagi muda. Perlahan, satu tangan Naya turun menyentuhnya. Ia di sana, bersemayam di dalam perut, Naya mengelusnya lembut. "Anakku. Meski masih berupa segumpal darah, tapi ia ada. Ya, ia benar-benar ada. Desiran halus perlahan memenuhi rongga da

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Tak Mudah Menduakan Rasa

    Beberapa tahun berlalu Raja berdiri di tepi balkon hotel. Menatap lurus ke arah langit sambil mencengkeram tepian. Alam di keheningan malam. Segala kenangan seolah kembali terputar ulang. Bagaimana wajah istrinya yang terus terbayang meneriakkan kerinduan berulang-ulang, tepat di depan wajah Raja."Aku sudah gila! Ya, aku gila! Karena sangat merindukannya." Bisik Raja pelan. Bukankah cinta memang segila itu saat berada dalam kadar yang sudah tak semestinya. Wanita yang selalu memberikan kenyamanan dan akan menghabiskan seumur hidup dengannya. Setelah mencintai begitu lama, sepenuh jiwa, akhirnya Raja masih menempati cinta di hati yang sedari dulu bersemayam dalam hati. Raja mengusap wajah dengan helaan napas semakin berat."Pak Raja!"Raja menoleh ke arah suara. "Ya, Pak.""Pekerjaan kita telah selesai."Raja tersenyum. "Jadi deal, Pak."Pak Robert mengangguk. "Ya."Raja merasa senang. "Aku sudah tak sabar ingin bertemu, kedua anak kembarku, Pak." Jelasnya. Pak Robert manggut-manggu

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Manis Sekali.

    Guncangan pada bahu Naya sedikit menyadarkannya, Naya tertidur di dalam mobil. "Sudah sampai, Sayang."Kepala Naya terasa masih berat. Lalu ia tersenyum kearah suaminya. "Iya, Mas. Maaf, aku ketiduran.""Tak apa. Hati-hati jalannya licin di hujan di luar, Sayang."Naya mengangguk. "Iya, Mas.""Kamu tetap disini biar aku yang ambil payungnya."Naya tersenyum menatapnya, sesaat Raja mengecup bibirnya. "Mas ...."Raja hanya ngengir kuda seraya keluar dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk istrinya. Hujan menyambut mereka berdua takala Raja sudah berada diparkiran depan rumah. Hujan seperti yang sudah lama ia nantikan menambatkan hati pada Naya Bulir-bulir air yang jatuh seolah beradu dengan kencangnya detak jantung Naya. "Awas hati-hati."Mereka mengenggam payung yang sama berwarna pelangi, sembari berjalan menuju tempat di mana Naya tinggal. Zain dan Amara melambaikan tangan begitu melihat kedatangan kedua orang tuanya, senyum tersungging dari wajah mereka. Mereka berdua berhamb

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Jatuh Cinta Lagi

    Lautan terlihat sangat indah dari kejauhan. Raja yang baru saja pulang meeting dan kini berada di balkon kamar menatap keindahan panorama masih dengan rasa yang sama. Takjub dan merasa luar biasa. Terdengar suara ombak dan juga embusan angin yang segar. Senja sebentar lagi tiba, mengantar mentari ke peraduan. Naya berjalan mendekat dan memeluknya dari belakang. "Jadi, pulang sore ini, Mas.""Besok pagi saja ya.""Tapi, takutnya anak-anak mencari kita, Mas."Raja tersenyum, berbalik dan menikmati setiap senyumannya. "Kangen, mau ditelponin?""Hmm boleh.""Wait."Raja menekan ponselku, tak lama wajah anak-anakku terlihat. Putra-putrinya sedang ditemani sang Mama, terlihat sepertinya mereka sedang berada di sebuah rumah makan. "Assalamu'alaikum, Papa.""Wa'alaikumsalam, lagi apa kalian?""Kami lagi makan mana, Mama?" tanya Zain. Amara sedang makan disuapi oleh Omanya. Amara lebih manja ketimbang kakaknya Zain. "Ini, Mama."Zain terlihat senang. "Mama.""Kalian dimana ini?" tanya Nay

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Kasmaran

    Sentuhan lembut itu membuat tubuh Naya menjadi lemas tak berdaya. Ia memejamkan mata saat perlahan tangan Raja mulai menusup masuk. "Mas ini diluar lo." Tolak Naya. Raja tertawa. "Oh iya aku lupa. Kita ke dalam ya."Raja menggendong tubuh Naya menuju kamar Villa lalu membaringkannya. Raja melepas kancing piama Naya, rindu yang selama ini Raja tahan tersalurkan, hingga mereka berdua tenggelam dalam balutan cinta tanpa benang sehelaipun kini mereka bercinta. Raja menari di atas raga Naya dengan lembut. "Terima kasih, Sayang sudah menerimaku lagi." Ucap Raja setelah selesai menyalurkan hasratnya. "Emmm."Raja mendekapnya dengan erat. "Tidurlah aku akan menjagamu." "Ya.""Sini aku peluk."Naya terdiam tak menjawab, Raja tahu pasti ia sudah terlelap karena kelelahan. Raja hanya bisa berharap kali ini mereka benar-benar mereka bisa bersatu selamanya. Sebenarnya, itulah kehidupan yang diinginkan, sederhana saja asal bisa hidup bersama Naya selamanya. ***Hawa dingin menyeruak masuk mel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status