Share

Frustrasi yang Memuncak

Felicia dibuat tertekan. Rasa bersalah muncul dalam dirinya. Sebab, ia gagal untuk menahan Gerald berbuat hal semacam itu pada dirinya. Ia merasa telah menjadi orang rendahan. Sebab, menyerahkan kesucian atas nama cinta.

Apalagi kepergian Gerald tanpa pamit membuat Felicia berpikir yang macam-macam. 

Felicia bangkit berdiri dari ranjang. Ia beranjak menuju kamar mandi. Bukan untuk mandi, ia berlama-lama berdiam diri di sana. Di bawah guyuran air shower sambil menangis frustrasi.

Setelah berpikir sekian lama, Felicia memutuskan untuk pergi dari apartemen. Ia tidak ingin bertemu Gerald untuk sementara waktu. 

Dengan langkah perlahan, Felicia membawa tas hitam yang berisi beberapa potong pakaian. Tanpa tujuan, ia terus melangkah dengan pikiran yang mengembara entah ke mana. 

Ia mencintai Gerald, tapi saat ini suasana hatinya tengah tidak baik-baik saja. Ia takut sesuatu akan terjadi, seperti bayangan masa lalu yang kerap kali menghantui.

Felicia telah tiba di taman. Di sana sedang ramai pengunjung. Karena lelah, ia memutuskan untuk istirahat saja di sana. Apalagi semalaman ia belum tertidur barang semenit pun.

Tas itu Felicia letakkan di sisi kiri dan ia jadikan sebagai bantal untuk berbaring. Tidak menunggu waktu lama, wanita cantik itu telah terlelap dalam tidurnya.

Sementara Gerald tidak bisa fokus pada kerjaan. Berulang kali ia berteriak frustrasi di kantor. Omzet yang menurun, juga kinerjanya yang kian hari kian menurun. Ditambah masalah yang tadi malam terjadi antara dirinya dengan Felicia, membuat ia hilang fokus sama sekali.

Pikiran Gerald tidak bisa lepas dari bayang-bayang wanita itu. Bayangan pergulatan mereka semalam, perlahan bisa diingat meski samar-samar. 

Gerald menyesal telah melakukan. Apalagi selama ini ia telah menyaksikan kegigihan Felicia untuk menjaga kesuciannya.

Gerald masih ingat dengan jelas, saat ia bangkit dari ranjang tadi pagi, ada bercak darah di lembaran kain seprai. Itu pertanda bahwa ia yang pertama. 

“Arght!” Gerald mengacak rambut entah untuk yang kesekian kali.

Ia bangkit dari kursi kebesaran dan berjalan cepat keluar dari ruangan. Tujuannya kini hanya satu, yaitu ingin menyelesaikan masalahnya dengan Felicia. 

Mobil hitam metalik milik Gerald melaju cepat meninggalkan gedung besar itu. Ia bahkan tidak bisa fokus saat menyetir, hingga beberapa kali hampir bertabrakan. 

Saat tiba di parkiran apartemen, ia keluar dengan cepat. Bahkan pintu mobil ia banting saking frustrasinya. Lelaki bertubuh atletis itu berlari mengitari anak-anak tangga, sebab lift sedang dipakai dan ia tidak ingin menunggu lebih lama.

Pintu apartemen tidak terkunci. Gerald masuk begitu saja dan mencari sosok yang ia pikirkan sejak tadi. Ternyata ruangan telah kosong. Tidak ada siapa pun di sana.

“Felicia!” Berulang kali Gerald menggemakan nama wanita yang ia cintai, tapi tidak ada balasan.

Gerald semakin frustrasi, ia empaskan tubuh ke sofa dan menangis di sana. Setelah sekian lama, ini pertama kalinya ia menangis. Bahkan menangis hanya karena seorang wanita. Gerald benar-benar merasa hancur dengan dirinya. Sebesar itu rasa yang ia punya untuk Felicia.

Tanpa sengaja, Gerald menoleh pada pintu lemari yang tidak tertutup sempurna. Cepat, ia bangkit dari sofa dan beranjak menuju lemari.

Pakaian yang tersisa di sana sudah tidak seberapa. Saat mencari tas hitam milik Felicia, benda itu sudah tidak ada di bawah ranjang. Padahal Gerald ingat betul, saat Felicia membawa barangnya dari mes tempat tinggalnya dulu, tas itu Gerald letak di bawah ranjang.

Tebakannya benar, Felicia telah pergi meninggalkannya.

Gerald kembali berlari mengitari anak-anak tangga. Napasnya terdengar beradu cepat dengan detak jantung. Tidak peduli dengan penampilan yang sudah acak-acakan, Gerald tetap ingin fokus mencari Felicia. Ia tidak ingin kehilangan wanita yang begitu ia cintai. Setelah sekian lama, akhirnya ia bisa menemukan wanita yang benar-benar membuat hidupnya lebih berwarna.

Gerald kembali melajukan mobil. Pandangannya fokus ke kanan dan kiri sisi jalan. Berharap agar menemukan Felicia di sana. Tetap saja, wanita itu tidak ada.

Sementara Felicia yang tengah tertidur di taman menjadi pusat perhatian orang. Bukan karena ia yang membawa tas besar berisi pakaian. Namun, karena penampilannya yang mengundang kejahatan.

Wanita itu memang cantik. Sangat cantik. Kulitnya kuning langsat. Hidungnya mancung, alis terlukis dengan tegas. Dagu runcing dan bibir yang tebal. Ia terlihat begitu elegan sekaligus angkuh. 

Felicia tengah mengenakan dress merah dengan tali hanya sebesar jari, dan panjang sebatas paha.

Kulitnya yang mulus dan bersih terawat membuatnya begitu terlihat menawan. 

Banyak pasang mata yang tidak bisa beralih dari sana. Jika ia bergerak sedikit saja, pakaian dalamnya akan terlihat, sebab dress-nya sudah tersingkap. Akan banyak lelaki yang tergoda untuk berbuat macam-macam padanya.

Seperti dua orang pria yang tengah mengamatinya sejak tadi. Mereka sedang menunggu waktu yang tepat untuk menyikat Felicia. Dua-duanya tengah membaca situasi.

Saat keadaan mulai lengang, salah satu pria yang mengenakan jaket jeans bangkit dari duduknya dan mulai berjalan menuju kursi tempat di mana Felicia tengah tertidur. Tidak ada yang menaruh curiga padanya hingga ia bisa duduk dengan nyaman di sisi kaki Felicia.

Melihat temannya sukses duduk di sana. Pria yang satu lagi bangkit berdiri. Dibuangnya puntung rokok yang baru ia hisap seperempat. Lalu, mulai berjalan menuju kursi.

Satu pria di sisi kaki dan satu pria di sisi kepala. Felicia diapit oleh dua pria. 

Kedua pria itu mulai melancarkan aksinya sambil mata menatap sekiling untuk memerhatikan sekitar. Sialnya, taman mulai sepi. Sehingga kedua pria itu bisa dengan mulus melancarkan aksi. 

Perlahan, pria di sisi kepala mulai menyelipkan tangannya ke dalam dress Felicia dari bagian atas. Lembut, ia remas buah dada Felicia yang kencang dan padat itu. Sementara pria yang di sisi kaki mulai mengelus dan meraba paha Felicia. Rabaan itu perlahan mulai ke atas hingga jemari kasarnya menyentuh underware milik Felicia. 

Felicia yang bermimpi tengah bercinta dengan Gerald, membuatnya mendesah karena merasa sentuhan Gerald begitu nyata. Seperti mendapat lampu hijau, kedua pria itu semakin semangat melancarkan aksi. 

Celana dalam milik Felicia mulai ditarik dengan lembut tapi pasti. Merasa sakit di bagian intim, Felicia terbangun seketika. Ia terkejut ketika di selangkangannya ada tangan seorang pria. Ternyata, pria itu telah memasukkan tiga buah jarinya di sana. Sementara rasa sakit sehabis diper*wani Gerald semalam belum hilang nyerinya. Ia semakin terkejut saat tubuh bagian atasnya telah terbuka dan memamerkan buah dadanya yang indah.

Cepat, Felicia bangkit berdiri dan berteriak. Ia memberontak saat kedua pria itu mulai mencengkeramnya dan tidak mengizinkan Felicia untuk pergi. 

Keadaan taman yang sunyi, membuat teriakan Felicia tidak ada yang mendengar. Berkali-kali Felicia berontak, tapi cengkeraman para pria itu malah semakin erat.

Felicia mulai menangis frustrasi. Apalagi kini tubuhnya kembali dibaringkan paksa di rerumputan. Berkali-kali kedua kakinya ia tendang-tendangkan demi menghalangi niat bejat para pria itu. Namun, yang ia tendang hanya angin.

Kedua tangan Felicia dibuka lebar ke sisi kiri dan kanan atas. Sementara kedua kakinya dibuka lebar oleh pria yang mengenakan jaket jeans. Resleting celana pria itu telah diturunkan, senjata panjangnya yang menegang juga sudah dikeluarkan untuk melancarkan aksi. 

Felicia semakin berteriak dalam tangis saat senjata pria itu mulai mendekati barang berharga miliknya. Ia sudah pasrah dengan keadaan, sebab ia terlalu lemah untuk melawan. Hanya pertolongan Tuhan yang ia harapkan. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status