Share

7. Sesuatu yang Tersembunyi

Rafael menoleh sekilas dan melihat Razen bersama dengan Xavier. Mereka berdua bekerjasama untuk membantunya kabur dari istana. Serangan pasukan istana ternyata tak berhenti begitu saja. Pasukan pemanah yang berada di atas benteng pertahanan istana mengarahkan anak panahnya kembali. Meskipun Xavier membantu, beberapa anak panah masih lolos dan melesat ke arah Fury, terutama beberapa pemanah berbakat yang memiliki kemampuan panah energi.

“Fury menghindar!” teriak Rafael yang merasakan panah energi menyerang. Naga hitam itu bermanuver menghindari panah tersebut. Sayangnya satu anak panah mengenai sayap Fury sehingga terbang tidak seimbang.

Angin terasa begitu kencang saat naga hitam itu kehilangan keseimbangan dan meluncur karena tarikan gravitasi yang kuat. Yui berpegang pada leher Fury, sementara Yuan berada di belakangnya memeluk erat. Rafael berusaha melindungi kedua anak kembar tersebut.

“Ugh,” erang Rafael merasakan sakit pada lukanya. Dia merasa pandangannya mulai kabur dan tubuhnya kebas. Sayup-sayup suara seakan menghilang dan berganti dengan ketenangan yang nyaman. Rafael terlepas dari Fury, dia terjatuh.

“Paman!”

Yui melompat, dia kembali menggunakan sayap merah membara Suzaku, terbang dengan kemampuan sang burung api, Phoenix. Dia berusaha menangkap Rafael sebelum jatuh ke tanah. Di saat yang sama tangan lain meraih tubuh Rafael dan mereka berdua mendarat dengan selamat.

“Terima kasih, Yuan.” Yui tersenyum simpul kepada kembarannya yang telah membantu menolong Rafael

“Dia juga pamanku,” balas Yuan yang kemudian berjongkok dan memeriksa Rafael.

“Yui, bukankah tadi dia terkena pecahan es?” Yuan meraba tubuh Rafael, tidak ada pecahan es maupun bekas luka.

“Ya, dia melindungiku tadi,” balas Yui yang juga memperhatikan Rafael dengan seksama. Gadis manis itu meraba bagian dada yang seharusnya ada luka di sana. “Bukankah ini aneh?” lanjut Yui menoleh ke arah Yuan yang sudah berpindah memeriksa Fury. Dia melihat makhluk kecil berwarna biru sedang mengobati naga hitam itu. Luka akibat anak panah mulai tertutup.

Rafael perlahan membuka matanya. Seperti sedang ditiupkan debu sihir, matanya terasa begitu berat untuk terbuka. Enggan rasanya untuk sekadar membiarkan sinar masuk dan melihat dunia. Meskipun berat, siluet seorang gadis di depannya membuat pria malas ini penasaran. Sedikit demi sedikit matanya mampu menangkap gambaran jelas gadis cantik berambut hitam yang tertata rapi dengan aksesoris indah dan elegan. Tanpa sadar dia meraih gadis itu dan membelai wajahnya.

“Putri Yui.”

Kata yang tidak pernah terucap dari mulut Rafael. Seumur hidup dia belum pernah memanggil keponakannya dengan sebutan putri. Seketika matanya terbelalak dan dia bangun.

“Apa tadi yang kukatakan?!” batin Rafael.

“Paman?” Yui yang melihat Rafael seperti orang kebingungan. Mata hitam Rafael terlihat bergerak mencari-cari sesuatu dan keringat sebesar bulir-bulir padi di wajahnya menetes.

“Apa kau mendengar sesuatu?” tanya Rafael kepada Yui.

“Ti ... dak ada,” jawab Yui yang ikut melirik ke kiri dan ke kanan. Namun, tidak ada apapun di tempat itu, hanya sebuah lapang terbuka yang jauh dari istana kegelapan.

Rafael mengusap kepalanya seakan ada sesuatu dalam kepalanya yang bergumam. Dia juga meraba bagian tubuh yang seharusnya terluka tetapi sudah sembuh begitu saja.

“Bukankah tadi aku terluka? Apa Yuan menyembuhkanku?” tanya Rafael.

“Tidak,” jawab Yui. Gadis manis ini memperhatikan pria di depannya yang terlihat semakin pucat.

“Paman sakit?” lanjut Yui.

“Tidak, iya, bukan,” balas Rafael yang bingung mengutarakan rasa dalam dirinya. Matanya melihat Yui dengan cara aneh, gadis yang selalu memanggilnya paman ini terlihat begitu menawan. Rafael mengucek matanya dan berkedip beberapa kali lalu melihat ke arah Yui.

Sepasang mata bulat dengan warna hitam jernih menatapnya penuh tanda tanya. Tanpa suara gadis itu membuat jantung Rafael berdekat sangat kencang. Hal yang tidak biasa terjadi, selama ini dia sudah berusaha menyembunyikan dan bersikap biasa layaknya paman dengan keponakan.

“Yui, menjauhlah dariku,” ucap Rafael tiba-tiba.

“Hah?!”

“Paman, sakit?” Yui bukan menjauh dia justru semakin mendekati Rafael dan menyentuh dahinya dengan punggung telapak tangan.

“Tidak panas,” gumam Yui saat membandingkan suhu dahi Rafael dengan dahinya.

Rafael melepaskan tangan Yui dari dahinya dan berbalik. Dia meletakkan tangannya di dada dan merasakan detakan jantung yang tidak beraturan.

“Putri Yui, bukankah dia cantik?”

Mata Rafael terbelalak, suara itu bukan berasal dari luar, tetapi berasal dari jantungnya. Dia menoleh ke arah Yui, benar dugaannya matanya tidak lagi bisa melihat Yui sebagai keponakannya, tetapi orang lain. Seseorang yang membuat detak jantungnya tak bisa tenang.

“Aku menunggu detak jantung seperti ini, tapi kenapa berdetak saat melihat Yui, kenapa harus dia,” batin Rafael. Kakinya melangkah menjauh selangkah demi selangkah hingga akhirnya dia berlari menjauh dari keponakannya.

“Paman!”

Suara nyaring Yui tidak menghentikan Rafael. Dia tetap berlari menjauh.

“Fury, jaga mereka berdua, bawa mereka ke kediaman Blakdragon” ucap Rafael dalam benaknya, benak yang terhubung dengan naga hitam yang sedang diobati oleh Yuan.

Rafael terus bergerak tanpa menoleh ke belakang. Dia menghindari Yui karena ingin memastikan apa yang terjadi dengan dirinya. Dia berlari hingga kediaman Blackdragon. Malam sudah cukup larut saat dia sampai di rumah megah Blackdragon.

“Kau sudah kembali.” Suara parau dan renta dari Alden mengagetkan Rafael yang masuk mengendap-edap.

“Kakek!”

“Keduanya sudah tidur, lebih baik jangan ganggu mereka. Ikut denganku.” Pria tua itu berbalik dan Rafael mengikutinya hingga mereka masuk ke dalam ruang harta. Seperti namanya, ruangan ini berisi benda-benda berharga yang berasal dari berbagai tempat.

“Kau pasti tahu siapa yang mengumpulkan semua benda ini,” ucap Alden dan Rafael hanya mengangguk.

Sebuah tirai tebal berdebu berwarna merah ditarik pria renta tersebut. Rafael terbatuk karena debu yang begitu tebal hingga dia melihat benda di balik tirai tersebut.

“Cermin?” Rafael menatap kakeknya,

Mata sayu yang terlihat sudah lelah itu berdiri di depan cermin lalu berkata, “Hidupku sudah begitu lama, rasanya aku sudah lelah.”

“Kakek, jangan bicara seperti itu. Kakek masih sehat,” balas Rafael sembari meniup debu di atas sebuah kotak kayu. Dia pun duduk di sana.

“Aku lelah dengan tingkahmu dan juga ayahmu!” Suara kakek tua itu terdengar lebih tinggi dari sebelumnya.

“Jangan bahas itu lagi,” balas Rafael membuang muka dan berharap bisa kabur dari tempat ini secepatnya.

“Bawa cermin ini dan letakkan di kamarmu!” perintah Alden. Pria tua itu berjalan keluar tanpa menghiraukan Rafael. Dia juga tidak memastikan apakah Rafael akan benar-benar menuruti perintahnya atau tidak.

Rafael sekilas melihat cermin besar yang tergantung rapi. Ukiran indah bingkai cermin membuatnya tertarik untuk menyentuhnya. “Kalau Yui melihatnya dia pasti suka, ukirannya bagus,” gumam Rafael.

“Benar, Putri Yui pasti suka.”

Rafael menoleh ke belakang, matanya waspada melihat ke seluruh penjuru. “Siapa kamu, tunjukkan dirimu!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status