Share

Bab 3

Penulis: KarenW
Sudut Pandang Noelle:

Aku mengangkat mereka ke dalam pelukan dan membawa mereka kembali ke rumah tamu, lalu memerintahkan kepala pelayan untuk memanggil dokter.

Dokter datang dengan cepat. "Kondisi anak perempuanmu buruk tapi masih bisa ditangani. Anak laki-lakimu ... lebih parah. Dia kekurangan gizi dan menunjukkan tanda-tanda trauma emosional. Aku sarankan habiskan waktu bersamanya. Dia butuh kestabilan. Kasih sayang."

Aku mengangguk. Beberapa saat kemudian, Tessa tertidur dengan Milo meringkuk di sisinya, dokter sudah pergi. Aku duduk di sana dalam temaram cahaya, menyusun kepingan mimpi buruk yang telah mereka jalani.

Dari bisikan pengakuan Tessa, aku mengetahui seluruh kebenaran.

Hari ketika Harvana pindah ke kamar utama adalah hari ketika dunia aman anak-anakku hilang. Mereka diusir dari kamar mereka. Dikurung di ruang bawah tanah. Diberi makan sisa-sisa, dipukul dengan sandal, diancam agar tetap diam.

Harvana berpura-pura menjadi ibu tiri penuh kasih di depan umum. Sementara Elias, si bodoh buta itu, memujanya seperti orang suci. Ketika si kembar mencoba memberitahunya, dia tak mempercayai mereka. Kenapa harus percaya? Harvana itu suci. Manis. Tak tersentuh.

Aku menyibakkan rambut Tessa dari wajahnya, dadaku terbakar oleh rasa bersalah. Amarah. Duka. Murka.

....

Aku pasti terlalu hanyut dalam badai pikiranku sendiri, sampai tak mendengar pintu terbuka. Elias masuk, baru saja mandi, mengenakan pakaian santai, seolah dia tidak baru saja menghancurkan jiwaku satu jam lalu. Dia melangkah pelan, seperti takut aku akan lari.

Kemudian, dia duduk di sampingku. "Aku merindukanmu, Noelle. Saat pertama aku melihatmu berdiri di halaman, aku ingin berlari menghampirimu."

"Lalu kenapa nggak begitu?" tanyaku.

Elias menatapku seperti akulah yang tak masuk akal. Seperti dia benar-benar berpikir apa yang akan dia katakan bisa membuat semuanya lebih baik.

"Karena Harvana," sahutnya. "Aku berjanji akan merawatnya setelah keponakanku meninggal. Kalau aku mendatangimu, memelukmu, mengakuimu sebagai istriku. Apa yang tersisa untuk Harvana? Apa kata orang? Bahwa dia orang ketiga dalam pernikahan kita? Menurutmu, dia bisa bertahan? Dia bukan seperti kita, Noelle."

"Dia nggak dibesarkan di dunia kita. Dia ... dia menghargai reputasinya lebih dari segalanya. Aku hanya mendukungnya."

"Mendukungnya?" Aku tertawa terbahak-bahak. "Mendukungnya dengan menikahinya?"

Dia menghela napas, kesal. "Aku pikir kamu sudah mati, Noelle. Sungguh. Ada malam-malam di mana aku juga ingin mati. Harvana yang membuatku tetap berdiri saat aku pikir aku sudah kehilanganmu."

"Dan sekarang?" tanyaku dengan suara dingin. "Saat sekarang aku sudah kembali? Apa rencanamu, Elias?"

"Saat ini?" Dia ragu, seolah benar-benar perlu memikirkannya.

"Ya," desakku.

"Kamu akan menjadi satu-satunya Nyonya Wardana-ku. Tapi aku masih harus memberi Harvana sebuah pernikahan. Itu hanya ... formalitas."

Aku menatapnya. "Pernikahan?"

"Itu cuma untuk pertunjukan, Sayang," katanya, seolah itu membuatnya lebih baik. "Kamu satu-satunya yang aku cintai."

Sebelum aku menemukan kata-kata untuk merobek-robek kebohongan pria ini, seorang pelayan menerobos masuk ke ruangan. "Tuan Elias, bayinya demam! Nona Harvana memanggil Anda."

Elias langsung berdiri. "Kenapa baru bilang sekarang? Bawa aku ke sana! Dan panggilkan dokter keluarga!"

Dia pergi begitu saja.

Pernah ada masa, hanya beberapa bulan lalu, ketika Tessa dan Milo juga terserang demam. Saat aku memintanya memanggil dokter, dia hanya berkata, "Kasih obat batuk saja."

Namun sekarang, karena itu bayinya Harvana, semua tiba-tiba jadi darurat, krisis besar. Sekarang dia tak sanggup membiarkan Lila hanya diberi obat batuk.

Tentu saja. Hanya ingin "merawat" Harvana. Merawat kepalanya!

"Mama, Mama sedih?" tanya anakku.

Aku menunduk, melihat Milo sudah terjaga, merangkak ke pangkuanku, tangan mungilnya melingkari pinggangku. Kepalanya yang kecil bersandar di bahuku.

"Mama, jangan sedih," bisiknya.

Aku menelan ludah dan memeluknya erat. "Mama nggak sedih, Nak." Aku berbohong lembut. "Mama cuma lagi mikir."

"Mikir apa, Ma?" Milo bertanya, menatapku dengan mata bulat penuh ketulusan.

Aku mencium keningnya dan menggendongnya lebih dekat. "Mikir untuk bawa kamu dan Tessa ke rumah lama Mama," kataku. "Kamu akan ketemu Om Jose. Kakaknya Mama. Waktu kecil, kami sama seperti kamu dan Tessa."

Milo tersenyum, lemah dan mengantuk. "Asal Mama sama kami," katanya serius. "Jangan tinggalin aku sama Tessa lagi ya?"

Dadaku terasa sesak sampai sakit.

"Iya, Nak." Aku berjanji, menempelkan keningku ke keningnya. "Mama berjanji, Nak. Mama nggak bakal ninggalin kalian berdua lagi."

Sekarang atau kapan pun itu.

....

Beberapa hari kemudian, Harvana datang ke rumah tamu. Penuh senyum dan manis-manis palsu. Dia "dengan baik" mengajakku makan malam, katanya dia ingin mengadakan pesta sambutan, tetapi baru tahu aku tidak suka keramaian.

"Kecil-kecilan saja," katanya. "Cuma kita."

Harvana muncul bak bintang utama. Gaun merah darah membalut tubuhnya, seolah mengumumkan pada dunia siapa yang pantas berdiri di sisi Elias Wardana. Makan malam diadakan di restoran berbintang Michelin di pusat kota Newara yang hanya bisa masuk dengan reservasi.

Begitu sampai, Harvana dan Elias berjalan di depan, bergandengan tangan, menikmati sorotan seperti bangsawan. Aku dan si kembar? Kami tertinggal di belakang. Aku memakai jeans dan jaket lama, tak ada yang istimewa.

Selesai makan, Harvana menempel manja di lengan Elias seperti piala kesayangannya. "Sayang, kenapa kamu nggak bayar dulu tagihannya? Kami bakal tunggu di sini." Suaranya manis seperti sirop.

Aku tidak repot-repot menyembunyikan ekspresiku.

Elias memperhatikan. Dia menatapku dengan tatapan kesal. "Bisa nggak kamu berhenti? Kamu merusak malam ini. Setidaknya kamu bisa bersyukur sama apa yang Harvana rencanakan untukmu. Dia pesan tempat ini begitu kamu pulang. Kamu bisa berusaha bersikap baik."

Baik? Setelah semua yang dia lakukan padaku, setelah semua yang Harvana lakukan pada anak-anakku. Dia masih punya muka untuk berharap aku tersenyum dan ikut bermain pura-pura dalam kegilaan ini?

Astaga, Elias memang menyedihkan.

....

Selesai makan, Harvana ingin jalan-jalan di taman. Untuk kembali ke parkiran dari taman, kami harus memotong lewat gang kecil. Di sanalah kami mendapat masalah.

Sekelompok preman nongkrong di dekat pintu masuk mal, mencari uang gampang, atau mungkin sesuatu yang lebih buruk. Mereka melihat Harvana dan Elias dengan pakaian mahal mereka, lalu mencium bau uang.

"Gimana kalau kalian kasih sedikit sumbangan?" kata pemimpinnya sambil menyeringai memperlihatkan gigi kuning. "Biar kalian bisa lewat dengan aman."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Raja Mafia Tertipu Pelakor   Bab 8

    Sudut Pandang Noelle:Akhirnya, suara Elias memecah keheningan ruangan. "Cukup."Para pengawal mundur. Harvana terisak. Suaranya lemah, tetapi kata-katanya masih jelas."Kumohon, Elias .... Keponakanmu sudah meninggal. Aku sendirian. Kamu berjanji akan menjagaku. Gimana bisa kamu setega ini padaku?"Suara Elias membalas dengan gemuruh. "Gimana aku bisa setega ini padamu? Apa yang sudah kamu lakukan pada Noelle? Pada anak kembarku? Dasar perempuan gila!"Harvana tertawa di sela-sela tangisnya. Pahit, histeris. "Aku melakukan apa yang harus kulakukan! Kamu pikir aku bisa bertahan di rumah Keluarga Wardana tanpa melakukan itu? Kamu pikir kamu akan menyadari keberadaanku kalau aku nggak begitu?""Bukankah aku sudah melindungimu? Bukankah aku sudah menjanjikan Kasino Wardana untukmu? Kenapa kamu nggak bisa membiarkan Noelle-ku dan anak-anakku tenang?""Kamu bicara seolah punya pilihan. Tapi aku tahu, semua orang tahu, kalau tanpa Noelle, kamu bukan siapa-siapa. Kasino, kesepakatan, reputasi

  • Raja Mafia Tertipu Pelakor   Bab 7

    Sudut Pandang Noelle:Saat pesta pernikahan Elias selesai, aku sudah lama pergi. Jose, kakakku, mengantarkan aku dan si kembar pulang secara langsung. Kami resmi kembali ke Keluarga Benardi.Aku tumbuh di tepi laut, dibesarkan di rumah yang ramai dan ceria di Losalia. Waktu menetapku di Newara memang tidak pernah dimaksudkan untuk selamanya. Aku hanya bertahan karena Elias. Aku membangun kehidupan untuknya, menetap demi dia.Namun, aku selalu menjadi milik tempat ini. Dekat laut dan keluargaku.Sejak aku memutuskan untuk meninggalkan bajingan egois dan arogan itu, aku sudah merencanakan cara yang tepat untuk melakukannya.Karena Elias? Dia tipe pria yang tidak akan pernah melepaskanku. Bahkan ketika tahu salah membiarkanku serumah dengan Harvana, tahu betapa hal itu menghancurkanku, dia tetap akan mempertahankanku. Jadi, aku harus menghilang dengan bersih dan permanen.Anehnya, para preman di pusat perbelanjaan itulah yang memberiku ide. Elias tidak ragu meninggalkanku hari itu. Dia ba

  • Raja Mafia Tertipu Pelakor   Bab 6

    Sudut Pandang Elias: "Elias ...." Suara Harvana bergetar saat dia mencengkeram lenganku, menghentikanku. "Kamu nggak bisa pergi gitu saja. Ini pernikahan kita."Kata-kata itu terlalu familier. Aku sudah mendengarnya berkali-kali."Kamu bilang bakal menjagaku.""Kamu tahu aku sedang terluka.""Kamu bilang bakal memberiku anak. Anak Keluarga Wardana."Akhirnya ...."Tolong, cukup katakan pada semua orang bahwa kita akan menikah. Aku nggak mau Lila dipanggil anak haram."Apakah aku sudah memberi Harvana terlalu banyak? Mungkin.Namun kali ini, kata-katanya tidak lagi mengena. Satu-satunya hal yang penting sekarang adalah menemukan Noelle. Menemukan anak kembarku. Bahkan jika yang tersisa hanyalah jasad, aku harus membawa mereka pulang."Lepaskan aku, Harvana." Aku menepisnya dan melangkah turun dari altar.Dia mencengkeram lebih erat. "Elias, aku melarangmu pergi sekarang!"Aku menoleh perlahan, tertegun. Bagaimana aku bisa tidak melihatnya dengan jelas selama ini? Begitu manja, penuh ha

  • Raja Mafia Tertipu Pelakor   Bab 5

    Sudut Pandang Elias:Hari ini seharusnya menjadi hari pernikahanku dengan Harvana. Aku sudah merawatnya sejak keponakanku meninggal, melindunginya dan menjaga keselamatannya. Harvana bilang itu adalah mimpinya, yaitu memiliki seorang anak dari Keluarga Wardana. Untuk menepati janjiku melindunginya, aku memberinya anak yang dia inginkan.Namun, aku tidak merasa melakukan kesalahan. Menurut pikiranku, yang kulakukan hanyalah mengabulkan keinginannya dan memenuhi kewajiban. Setelah Lila lahir, Harvana mulai membicarakan pernikahan. Dia tidak ingin putrinya dicap sebagai anak haram.Aku setuju. Sekali lagi, hanya demi menepati janji untuk menjaganya.Hari ini, semuanya berjalan lancar. Gereja penuh sesak. Musik lembut dan hangat. Harvana tampak memesona dalam gaun putih yang kupilihkan untuknya, berjalan di lorong seperti mimpi yang mengambang. Semuanya persis seperti yang dia mau. Sempurna. Kami berdiri di altar, saling berhadapan, bertukar janji dan cincin. Kuselipkan cincin itu di jarin

  • Raja Mafia Tertipu Pelakor   Bab 4

    Sudut Pandang Noelle:Awalnya, itu hanya gertakan. Kemudian, salah satu dari mereka menyipitkan mata. Wajahnya menunjukkan dia kenal dengan kami. "Hei ... bukannya kamu itu orang kasino yang sering muncul di TV?"Seketika, taruhannya berubah."Beberapa belas juta nggak akan cukup sekarang," ejek si preman. "Kami tahu kamu punya uang. Kamu orang kaya. Mari kita lihat seberapa dermawan kamu sebenarnya."Elias menegang. "Kami nggak bawa banyak uang tunai," ujarnya hati-hati. "Gimana kalau aku telepon asistenku? Dia akan membawakan uangnya."Kemudian, dia menunjuk ke arahku. "Istriku bisa tinggal bersamamu sementara aku pergi ambil uangnya."Darahku terasa membeku. Dia menunjuk ke arahku. Pemimpin preman itu tertawa, rendah dan kotor. "Istrimu?" Dia menatapku dari atas ke bawah seperti sedang memeriksa buah busuk. "Kamu bercanda? Istrimu berpakaian seperti itu? Dia lebih mirip gelandangan yang kamu pungut."Elias mengernyit. "Dia istriku, cek saja di berita. Dan kalau aku nggak kembali, ka

  • Raja Mafia Tertipu Pelakor   Bab 3

    Sudut Pandang Noelle:Aku mengangkat mereka ke dalam pelukan dan membawa mereka kembali ke rumah tamu, lalu memerintahkan kepala pelayan untuk memanggil dokter.Dokter datang dengan cepat. "Kondisi anak perempuanmu buruk tapi masih bisa ditangani. Anak laki-lakimu ... lebih parah. Dia kekurangan gizi dan menunjukkan tanda-tanda trauma emosional. Aku sarankan habiskan waktu bersamanya. Dia butuh kestabilan. Kasih sayang."Aku mengangguk. Beberapa saat kemudian, Tessa tertidur dengan Milo meringkuk di sisinya, dokter sudah pergi. Aku duduk di sana dalam temaram cahaya, menyusun kepingan mimpi buruk yang telah mereka jalani.Dari bisikan pengakuan Tessa, aku mengetahui seluruh kebenaran.Hari ketika Harvana pindah ke kamar utama adalah hari ketika dunia aman anak-anakku hilang. Mereka diusir dari kamar mereka. Dikurung di ruang bawah tanah. Diberi makan sisa-sisa, dipukul dengan sandal, diancam agar tetap diam.Harvana berpura-pura menjadi ibu tiri penuh kasih di depan umum. Sementara Eli

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status