Share

Bab 2

Author: Banin SN
last update Last Updated: 2024-07-26 22:26:59

Saat itu pegawai senior Majestic Height menoleh ke belakang dan mendapati deretan pasukan pengawal di depan lobby tengah membungkuk dalam diikuti dengan seluruh pegawai Majestic Height yang juga turut menunduk merendah. 

Sialnya bagi pegawai hotel senior itu, tak ada siapa pun yang berjalan keluar menuju lobby kecuali pria muda yang hendak ia tampar.

Seketika itu juga, pria itu menurunkan tangannya, ia lekas-lekas membungkukkan badan serendah mungkin sembari bergumam dengan kalimat yang terbata-bata.

“Tuan Muda… Tuan Muda, kami mohon maaf atas keterlambatan kami menyambut anda…”

Calvin tersenyum sinis, ia berhenti sejenak demi menepuk-nepuk pundak pegawai yang nyaris ingin menamparnya tersebut.

“Bukankah tadi kau terlihat ingin menamparku? Kenapa mendadak memberi hormat?” tanya Calvin dengan nada santai.

Tubuh si pegawai itu bergetar hebat, ia mendapati giginya bergemelatuk dan merasakan kerongkongannya kesulitan mengucapkan kata-kata.

Calvin menyeringai lebar lalu berkata, “Jangan gemetaran begitu, tenanglah sedikit, moodku sedang baik jadi kemungkinan terburuknya hanyalah kau dipecat dari jabatanmu.”

Meski Calvin hanya bercanda, setidaknya itu cukup untuk membuat pegawai itu gemetaran hebat dan gelisah bukan main.

Sementara itu, begitu Calvin tiba di depan lobby hotel, segenap pasukan elite membuat barisan khusus seperti sedang bersiap mengantar kepergian Calvin Reed dari hotel.

“Tuan Reed, silakan masuk ke mobil,” ucap William Jones selaku kepala pengawal elite.

Calvin memasuki mobil dengan William sebagai driver. Segera setelah mobil melaju meninggalkan Majestic Height Hotel, Calvin membuka percakapan.

“Biar kutebak, para war gods saat ini sedang menjadi kaki tangan sang presiden? Dan president sedang ingin memata-mataiku dengan memanfaatkan tiga cecunguk itu?” tanya Calvin kepada William.

Sejenak, William Jones nyaris tersedak oleh napasnya sendiri. Tiga cecunguk yang dimaksud oleh Calvin Reed tentu saja adalah The Southern King, The Dragon Emperor, and The Knight of the Night. Nyatanya, tiga sosok tersebut merupakan tiga jagoan panglima perang terhebat yang tersohor dan ditakuti oleh banyak pihak.

Dengan entengnya, Calvin Reed menyebut ketiganya sebagai ‘cecunguk’. Tentu saja sosok yang bisa berkata demikian adalah jagoan di atas jagoan. Dan, hal itu membuat William lagi-lagi bergidik membayangkan kengerian Calvin Reed.

“Ya, sepertinya begitu, Tuan Reed,” jawab William setelah ia selesai menguasai sensasi ngeri di dadanya. “Apakah saya perlu menolak undangan jamuan makan mereka, Tuan?”

Calvin menggeleng. “Anggap saja mereka sedang berjuang memata-mataiku, tapi bukankah itu terlalu konyol? Ha ha, terima saja undangannya. Aku tak mengendus adanya ancaman di agenda jamuan makan itu.”

William Jones mengangguk, sejauh ini, ia selalu mempercayai semua keputusan yang diambil oleh tuannya itu. Maka, William Jones segera menelepon salah satu dari war gods dan mengatakan jika Calvin Reed menerima undangan mereka.

Setelah urusan undangan jamuan makan itu selesai, Calvin Reed meminta William untuk mengantarnya pergi ke suatu tempat.

“William, di wilayah barat Maplewood City, ada sebuah perumahan elite yang bernama Alexandria residence. Bawa aku ke sana kurang dari lima belas menit dari sekarang.”

Mendengar perintah Calvin Reed, William segera menginjak pedal gas dan melaju dengan kecepatan maksimal. Ia telah dilatih secara langsung oleh Calvin untuk mengemudi dalam kecepatan tinggi dengan potensi risiko paling minim.

Empat belas menit kemudian…

Calvin turun dari mobil dan meminta William pergi, ia tak ingin terlihat mencolok di depan keluarga calon mertuanya. Lebih-lebih, saat ia hendak membatalkan perjodohan dengan tunangannya.

“Dengan melihat keadaanku yang sederhana ini, kukira mereka bisa dengan mudah menyetujui pembatalan perjodohan kami,” gumam Calvin sesaat sebelum ia memasuki mansion milik keluarga Miller.

Beberapa tahun sebelum hari itu, kakek angkat Calvin telah mengatur perjodohannya dengan seorang cucu keluarga Miller. Meski Calvin dan tunangannya belum pernah bertemu dan saling kenal, kakek-kakek mereka telah bersepakat untuk menyatukan keduanya.

Namun, ada satu hal besar yang membuat Calvin memutuskan untuk membatalkan perjodohan.

“Emily, bertahanlah sedikit…”

Terdengar suara jeritan dari halaman depan mansion. Tanpa memedulikan security yang hendak menanyainya, Calvin bergegas berlari menuju ke sumber suara. Ia yakin seseorang sedang berada dalam keadaan darurat.

“Tuan Miller, putri anda sudah tak memiliki kesempatan hidup,” ucap seorang dokter senior, dokter nomor satu di Maplewood City.

Edward Miller menggelengkan kepala. Ia menatap dengan putus asa ke arah Emely Miller, putrinya, yang telah tergeletak kaku di atas tanah dengan keadaan mulut berbusa.

“Dokter, semua orang menyebutmu sebagai dokter hebat tanpa tanding! Kau harus bisa menyembuhkan putriku,” teriak Edward putus asa.

Dokter senior itu menggeleng beberapa kali. “Saat aku tiba di sini, kemungkinan besar lambung putrimu sudah pecah. Sudahlah, tak seorangpun bisa mengembalikan nyawa putrimu, Tuan Miller.”

“Aku bisa!”

Edward Miller dan David Longman – sang dokter, serempak menoleh ke sumber suara. Mereka berdua dikejutkan oleh kedatangan Calvin Reed yang tiba-tiba.

“Bocah muda, ini bukan waktunya untuk bercanda!” bentak David Longman, si dokter senior.

“Aku tahu,” ucap Calvin seraya berjongkok mengamati keadaan Emily.

Calvin Reed nyaris terjungkal karena terkejut begitu ia melihat wajah perempuan yang tak sadarkan diri itu nyatanya memiliki kemiripan nyaris 100% dengan perempuan yang semalam tidur dengannya.

Tapi, tentu saja di saat yang genting seperti itu ia tak berhak memikirkan sesuatu yang mengganggu di kepalanya. Segera, Calvin menyentuh pergelangan tangan Emily.

“Aku bisa mengobatinya,” ucap Calvin seraya duduk dan bersiap melakukan sesuatu.

“Bocah gila!” bentak si dokter lagi. “Pergi dari sini sebelum kau mengacau lebih jauh!” 

Namun, sebelum sang dokter bertindak mengusir Calvin, Edward Miller berlutut sambil menangis tertahan.

“Anak muda, jika kau memang serius dengan ucapanmu, lakukanlah, obati putriku. Aku akan berhutang nyawa kepadamu.” 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Raja Naga Yang Berkuasa   Bab 79

    “Masuklah, Xavier,” balas Calvin dari dalam.“Dan kalian berdua,” ujar Calvin kepada Dahlia dan Jill. “Simpan senjata racun kalian. Xavier bukanlah orang bisa kalian serang menggunakan racun.”Xavier adalah tangan kanan dari Eldran King. Dan itu cukup membuat Calvin memahami mengapa William tak berkutik di hadapan sosok ini. Pria ini memiliki julukan Raja Neraka di antara para War God, berurusan dengannya sama saja mengambil tiket berangkat ke neraka.Krek…Pintu kamar belakang terbuka bersamaan dengan lampu seluruh vila menyala kembali. Sosok Xavier muncul dari balik pintu dengan mengenakan pakaian serba hitam. Xavier menunduk dalam, memberi hormat kepada Calvin Reed.“Maaf karena telah membuat sedikit kekacauan di tempat anda, Mr. Reed,” ucap Xavier dengan nada datar, membuat Dahlia dan Jill sulit menebak apakah Xavier berada di pihak Calvin atau musuh.“Bagaimana keadaan William?” tanya Calvin tak kalah datarnya.Xavier menarik napas dalam. “Dia hanya kehilangan kesadaran. Jika tub

  • Raja Naga Yang Berkuasa   Bab 78

    Beberapa saat berselang, lampu kamar belakang padam seketika. Gelap total menelan ruangan, seolah semua cahaya ditarik keluar begitu saja. Yang tersisa hanya suara napas tiga orang yang terjebak di dalamnya. Napas Dahlia tercekat dan terburu, terdengar jelas di keheningan. Jemarinya mencengkeram botol racun hingga buku-buku jarinya memutih, rasa dingin dari kaca botol meresap ke kulitnya. Jill berdiri di dekat pintu, bahunya kaku, otot-ototnya tegang seperti busur yang ditarik terlalu lama. Di balik genggamannya yang rapat, botol racun lain bersembunyi, siap digunakan kapan saja.Waktu berjalan lambat. Lima menit yang dijanjikan William terasa seperti penantian tanpa akhir. Setiap detik menyeret seperti menit, dan setiap menit terasa seperti satu jam penuh siksaan.Tiba-tiba terdengar letupan.DORR!Suara itu memecah udara, tajam dan menusuk. Kaca dari arah ruang tamu pecah, serpihannya berderak jatuh menghantam lantai marmer, menimbulkan gema getir. Bau debu halus ikut terbawa bersa

  • Raja Naga Yang Berkuasa   Bab 77

    Matahari sudah semakin menanjak, sinarnya menembus tirai tipis Regal Ridge Villa. Calvin Reed duduk bersandar di sofa, wajahnya pucat. Efek New Moon kian nyata. Tubuhnya bergetar tipis, seperti orang yang sedang berjuang keras melawan maut. Meski matanya tetap terbuka, sorotnya tak lagi setajam biasanya.Di sisi sofa, Lucius Black mulai siuman. Kedua tangannya terborgol di belakang kursi besi, tubuhnya diikat erat dengan tali tambahan di dada dan kakinya. Kursi itu sengaja diposisikan menghadap William Jones yang berdiri tegap, wajahnya dingin bagai batu.Lucius tersenyum samar, bibirnya masih berlumur darah. “Begini caranya kalian memperlakukan tamu?” tanyanya dengan nada meremehkan. “Aku kira Dewa Perang punya tangan kanan yang lebih pantas. Ternyata hanya anak kecil dengan wajah kotor.”William hanya menatap lurus, tidak terpancing. Sorot matanya tajam, seolah menembus kebanggaan kosong Lucius.Lucius mendengus geli. “Jangan menatapku seperti itu. Kau bahkan tak punya kuasa menentu

  • Raja Naga Yang Berkuasa   Bab 76

    Tubuh Lucius Black tergeletak di lantai, napasnya berat dan tak beraturan. Bau samar serbuk racun masih menggantung di udara. Jill Maxim berdiri terpaku, jantungnya berdegup kencang.Calvin Reed mundur perlahan, bahunya goyah, lalu dipapah oleh Dahlia hingga kembali duduk di sofa. Keringat dingin menetes dari pelipisnya, wajahnya pucat. Meski matanya tetap tajam, jelas tubuhnya berada dalam kondisi lemah.Dahlia menoleh pada Jill. “Jangan terlalu dekat dengan serbuk tadi,” katanya tegas. “Itu racun. Calvin memberikannya padaku sebelumnya, berjaga-jaga untuk situasi seperti ini.”Mata Jill membelalak. Dalam sekejap, perasaan malu menusuk dadanya. Ia sempat meragukan Calvin, mengira pria itu menyerah begitu saja dan tak memiliki rencana cadangan. Kini ia sadar, Calvin sudah mempersiapkan jalan keluar sejak awal. Ia menggenggam erat tangannya, menahan rasa bersalah.“Calvin, apa yang harus kulakukan terharap orang ini? Haruskah aku membunuhnya selagi ia lemah?” tanya Jill berharap ia bis

  • Raja Naga Yang Berkuasa   Bab 75

    Calvin Reed berdiri perlahan dari sofa. Gerakannya sederhana, namun cukup untuk membuat seluruh ruangan berubah. Udara yang semula penuh dentuman pertarungan Jill dan Lucius kini seakan terkunci dalam hening yang berat.Lucius Black merasakan dingin merayap di punggungnya. Wajahnya masih menyeringai, tetapi kakinya sedikit gemetar. Kharisma Calvin yang muncul tiba-tiba membuat pikirannya goyah. Informasi yang ia terima sebelumnya menyebutkan bahwa hari ini Calvin berada dalam keadaan lemah, sekarat, karena pengaruh New Moon. Namun jika informasi itu bohong, jika Calvin masih memiliki kekuatan penuh, ia tahu satu hal pasti: dirinya tidak akan keluar dari Regal Ridge Villa dalam keadaan hidup.Calvin melangkah maju. Setiap langkahnya terdengar mantap di lantai marmer. Jill Maxim menatapnya dengan napas tercekat, matanya berkilat penuh harapan. Dahlia bahkan mencondongkan tubuhnya, seolah siap menyaksikan Calvin memusnahkan pria asing yang berani masuk ke rumah mereka.Lucius merasakan j

  • Raja Naga Yang Berkuasa   Bab 74

    Calvin Reed duduk waspada di sofa, jemarinya mengetuk sandaran lengan seirama dengan detak waktu. Wajahnya tetap tenang, meski telinganya jelas menangkap bunyi gesekan halus dari gagang pintu. Dahlia melirik panik, sementara Jill meluruskan punggungnya, seolah sudah siap menghadapi sesuatu.Pintu villa berderit terbuka perlahan. Bukan dengan keras, bukan pula terburu-buru. Justru gerakannya pelan, penuh kesengajaan, seperti seseorang yang tahu bahwa setiap detik keheningan adalah pisau yang bisa menusuk saraf penghuni rumah.Seorang pria masuk, langkahnya ringan namun berirama mantap. Ia mengenakan turtleneck hitam yang menempel erat di tubuh rampingnya, dipadu celana hitam rapi. Rambut pirang keemasan tersisir rapi, kontras dengan tatapan mata abu-abu yang dingin dan menghujam. Rahangnya tegas, dan senyum samar di bibirnya seperti ejekan yang sudah disiapkan.“Hmm… tempat yang nyaman,” ucapnya, suaranya rendah tapi cukup untuk memenuhi ruangan. Tatapannya bergulir dari Calvin, lalu s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status