Share

2. Kenangan yang tak pernah terjadi.

Keramaian mulai mereda bersamaan dengan segala kekacauan yang ada. Setiap orang mulai meninggalkan ruang singgasana kerajaan. Hanya menyisakan beberapa orang yang membersihkan berbagai sisa-sisa dari pesta tadi.

Sebuah pesta yang telah dipersiapkan selama berhari-hari. Berakhir hanya dalam beberapa jam saja. Namun hal yang membuat ku begitu kecewa bukanlah itu. Melainkan kegagalanku dalam menjaga jalan pesta itu tetap kondusif.

Setelah tiada lagi yang berada di dalam ruang singgasana. Aku baru berdiri dari singgasana ku dan berjalan keluar. Aku sudah lelah dengan segala kekacauan yang ada. Aku ingin segera istirahat dengan tenang.

Dalam perjalanan pulang, aku mulai terpikirkan tentang berbagai hal. Mulai dari penyesalan karena tidak bisa menyelesaikan masalah dengan baik. Hingga memikirkan berbagai persiapan untuk acara selanjutnya.

Disaat yang bersamaan, aku juga berusaha untuk memikirkan permintaan itu dengan serius. Walaupun hasilnya sudah ditentukan. Aku tetap masih belum puas dengan keputusan penolakan itu. Lagipula, aku juga ingin. Bisa hidup dengan tenang setelah memberikan jawaban itu kepadanya nanti.

Pikiranku saat ini sangatlah penuh dengan segala hal yang bermasalah saat ini. Hingga aku tidak memperhatikan keadaan sekitar ku.

"Aren, berhenti...!", tiba-tiba saja. Ada seseorang yang memegang kedua pundak ku. Secara bersamaan, hal itu juga membuat kaki ku berhenti melangkah.

Karena menyadari kalau aku hampir saja jatuh. Karena tidak memperhatikan anak tangga yang hampir aku pijak. Aku memutar kepala dan melihat sosok dari orang yang memegang pundak ku.

Rambutnya sangat panjang dan berwarna pirang. Rambutnya yang terurai tanpa ada hal yang mengikatnya. Membuatku terpesona dan menatap lama wajahnya yang cantik. Dia juga ikut menatapku saat aku sedang sibuk terpesona.

Tatapan matanya lembut dan memancarkan aura merah yang membara. Dalam beberapa saat, tatapan itu berhasil menghipnotis kesadaran ku. Aku jadi tidak menyadari, hal lain yang sedang terjadi padanya.

Aku baru menyadari hal lain itu. Ketika jantungku kembali berdetak. Terlihat dia sedang menggigit bibirnya dengan cukup kuat. Itu membuatnya terlihat lebih manis daripada teh buatannya. Namun disisi lain, aku juga menyadari kalau ada hal tidak menyenangkan sedang terjadi.

Aku memutar badanku ketika menyadari kalau hal itu adalah sesuatu yang buruk. Genggaman tangannya menjadi lebih kuat. Saat aku memalingkan tubuhku darinya. Dia mulai ingin menyampaikan sesuatu. Namun hanya sampai tenggorokannya saja. Aku spontan berbalik lalu memeluknya erat dan semakin erat.

"Aku tidak apa-apa, kakak kembali saja.", aku lepaskan pelukanku dan menunjukkan senyuman ku di depannya. Lalu melanjutkan langkah kaki ku untuk menginjak setiap anak tangga. Begitu sampai di dasarnya, aku berbalik dan melambaikan tanganku kepada wanita tadi.

Dalam perjalanan meninggalkan istana kerajaan. Tepat sebelum aku melewati gerbang keluarnya. Aku melihat sebuah tempat yang penuh dengan kenangan. Sebuah bangku yang berada di bawah sebuah pohon bunga yang besar.

Matahari yang sudah terlihat terbenam. Mulai membuat sekeliling ku menjadi petang. Namun, saat dimana udara yang dingin mulai berhembus. Aku menyempatkan diriku untuk duduk sejenak di bangku itu.

Aku sendirian di bangku yang telah cukup tua. Kelihatannya bangku ini memang tidak pernah diganti. Hal itu membuat bangku ini mulai rapuh. Namun didalamnya, terdapat banyak kenangan masa lalu.

"Bukan begitu, kak. Tapi yang benar itu, begini. Itu sebabnya kamu tidak bisa mendapatkan nilai seratus. Karena kamu itu kurang teliti.", ucap adikku yang saat itu sedang marah. Karena aku sembarangan dalam menjawab pertanyaan terakhir dalam ujian sekolah ku.

Kalau aku ingat kembali, dia terlihat seperti anak kecil. Rambutnya yang panjang dan hitam berkilau. Membuatnya terlihat seperti langit malam yang penuh dengan bintang.

Mata yang berwarna biru langit cerah. Terlihat sangat manis dan mengoyak hati. Terasa sekali perasaan sayangku yang membara ketika mengingatnya. Aku ingin segera menemuinya, hanya saja. Untuk sebentar saja, aku ingin menikmati masa-masa ini lebih lama.

Kalau aku ingat-ingat kembali, dahulu sekali. Di tempat ini juga, keluarga ku merayakan hari ulang tahun ku dan adikku. Aku dan adikku yang saat itu sibuk dengan buku pelajaran sekolah. Dimana seperti biasa, aku di ajak adikku untuk belajar bersama.

Tiba-tiba kakak kami datang membawa kue dan hadiah. Untuk hal yang satu ini, aku memang tidak terlalu kaget. Karena aku tahu, kalau kakakku pasti akan diam-diam menyiapkan semua ini. Tapi, satu hal yang benar-benar membuat ku terkejut.

Hal itu adalah kakak ku yang memberi adikku sebuah hadiah yang istimewa. Dua orang yang selama ini aku perhatikan, selalu terlihat bermusuhan. Tapi di hari itu, mereka berdua benar-benar terlihat seperti seorang kakak dan adik.

"Masih terlalu cepat untuk terkejut. Karena ada sebuah kejutan yang lebih besar sedang menuju ke sini.", ucap kakak perempuan ku dengan penuh percaya diri.

Karena terukir dengan sangat jelas. Sebuah senyuman yang begitu lebar di wajahnya. Bahkan dia juga terlihat ikut menunggu kedatangan kejutan itu. Walaupun sebenarnya kejutan itu untuk kami berdua.

Kejutan yang dimaksud kakakku itu. Memang membutuhkan banyak waktu untuk datang ke sini. Namun, rasa penasaran yang timbul dari awal mendengar hal itu. Tetap terjaga hingga kejutan itu sampai di hadapan kami berdua.

Orang yang tidak pernah punya waktu untuk bersama dengan kami bertiga. Datang dengan membawa sebuah kue yang lebih besar dari yang dibawa kakak. Adikku yang melihat kedatangan sosok ayah bagi kami semua. Langsung berlari kearahnya dan memeluknya erat.

Walaupun semua itu terjadi sangat dahulu sekali. Aku tidak akan pernah melupakan kenangan indah itu. Saat-saat dimana aku dan kedua saudariku berkumpul bersama dengan ayah kami semua. Masa-masa yang paling indah untuk kami semua.

Air mata ku berlinang membasahi wajahku. Segera aku usap dengan tanganku dan kembali berjalan pulang. Karena, aku rasa sudah cukup untuk sedikit nostalgianya. Masih banyak hal yang harus aku hadapi di masa depan. Aku tidak bisa terus terpaku dengan masa lalu.

Bergegas aku kembali melangkahkan kakiku untuk melewati gerbang istana. Begitu keluar dari istana. Aku tidak menyadari, kalau ada seseorang yang diam-diam. Sedang mengikuti ku dari belakang.

Dia terus mengikuti ku, hingga aku sampai di depan sebuah rumah kecil. Tempat yang selalu aku tuju, ketika keluar dari istana kerajaan. Karena di rumah inilah, adik perempuan ku tinggal. Sekaligus menjadi tempat untuk ku beristirahat dari lelahnya urusan kerajaan.

Begitu aku membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Suasananya sangat sunyi dan senyap. Orang yang biasanya membuat keramaian di rumah ini. Terlihat sedang tidak berada di dalam rumah. Saat ini tidak aku rasakan kehadirannya. Kemana sebenarnya dia saat ini?

Aku mulai panik dan cemas karena tidak melihat keberadaannya di rumah ini. Telah aku telusuri seluruh tempat yang memungkinkan di rumah ini. Namun aku masih belum menemukan keberadaan dari adik perempuan ku itu.

Hal pertama yang terlintas di pikiranku untuk menenangkan diri. Kalau ada kemungkinan kalau aku terlalu panik secara berlebihan. Saat ini mungkin, dia masih belum pulang dari tempat dia beraktivitas sehari-hari nya.

Walaupun tidak biasanya dia belum pulang hingga larut seperti ini. Tapi, aku berusaha untuk tetap tenang dan berpikir positif. Jangan terlalu melebih-lebihkan rasa panik dan hal-hal kecil. Saat ini ada hal lain yang perlu aku urus sebelum sepenuhnya fokus dengannya.

Tanpa perlu lagi, untuk memikirkan hal buruk lainnya. Aku langsung pergi ke dapur dan memasak makanan. Karena memang, hal yang harus aku lakukan saat ini. Memanglah sebatas ini saja. Kalau aku terlalu khawatir, takutnya justru menyusahkan orang lain.

Seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Pada akhirnya, justru aku kena marah oleh adikku sendiri. Karena terlalu melebih-lebihkan masalah kecil. Sedikit demi sedikit, aku harus mengurangi kebiasaan buruk ku ini.

Selain itu, setelah pergi hingga larut malam seperti ini. Perutnya saat ini pasti sudah berbunyi sangat keras. Aku akan memasakan makanan kesukaan kami berdua. Karena rasanya sudah lama sekali. Kami berdua tidak menikmati menu makanan enak bersama.

Aku panaskan air di atas kompor. Sembari menunggu airnya panas. Aku memotong-motong bumbu dan sayuran menjadi kecil-kecil. Setelah itu, aku cuci bersih sayuran dan memasukannya kedalam air rebusan yang sudah panas.

Tidak lupa, aku melihat takaran bumbu yang telah ditulis dalam buku oleh ibu tiri ku. Dimana, kami berdua dulu sangat menyukai masakannya. Kemudian aku aduk-aduk saja sampai mendidih. Akhirnya jadi, sop sayur seperti yang tertulis dalam buku. Sekarang tinggal dinikmati saja.

Tapi saat aku perhatikan baik-baik. Kenapa kelihatannya berbeda dengan yang ada di gambarnya, ya? Padahal aku sudah berusaha untuk melakukannya sesuai dengan arahan yang tertera dalam buku ini. Tapi hasilnya tidak pernah bisa seperti yang ada di gambar resepnya.

Saat aku sedang pusing memikirkannya karena bingung. Aku mulai merasa lapar dan ingin segera menyantap makanan ini. Tapi, kalau aku makan duluan. Nanti jadi tidak bisa makan bersama dengan adikku. Aku harus gimana ini?

Namun, saat aku sedang galau untuk memilih. Terdengar ada seseorang yang mengetuk pintu. Mendengar itu, aku langsung siapkan piring dan hal lainnya. Aku langsung duduk dan bersiap menyantap makanan yang ada.

Karena adikku sudah pulang, aku jadi bisa langsung makan tanpa harus menunggu lagi. Namun, begitu aku menyendok nasi. Adikku ini kembali mengetuk pintu. Padahal pintunya itu, tidak aku kunci dan hanya perlu di dorong saja.

Tapi, ternyata adikku ini sudah jadi makin malas saja. Karena selama ini hanya diam saja di rumah ini. Membuka pintu sendiri saja sudah tidak mau. Aku terpaksa harus meletakkan sendok yang hampir memasukkan nasi ke mulut ku.

Aku berjalan menuju pintu dan membuka membuka pintu itu lebar-lebar. Aku sudah bersiap untuk mengomelinya agar paling tidak lebih mandiri sedikit. Namun, ternyata yang ada di depanku itu bukanlah adikku.

Melainkan seseorang yang terlihat sangat mencurigakan. Karena dia menutupi wajahnya dengan rapat. Berlapis-lapis kain di pakainya dari kepala hingga perutnya. Tidak mungkin dia datang dengan niat yang baik.

Aku segera menutup pintu yang sebelumnya aku buka lebar-lebar. Namun dia menghalanginya dengan kakinya. Aku mendengar sedikit suara rintihan saat kakinya terjepit. Sepertinya ini cukup bagus untuk mengusirnya.

Walau begini, aku ini tetaplah seorang pangeran. Rasakan rasa sakit itu dan segeralah pergi...! Dasar orang aneh...!

Bersambung...

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Allamman
Walaupun Aren adalah seorang raja. Dia tidak mendapatkan perlakuan seperti halnya seorang raja. Karena ayahnya dulu menikahi wanita jelata. Sejak kecil, Aren tidak jauh dari kehidupan rakyat jelata. Hal ini juga menjadi salah satu resiko besar nantinya. Jika Aren benar-benar menerima permintaannya.
goodnovel comment avatar
Allamman
terkadang kita memang sulit untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran kita. saya sendiri pernah mengalaminya. saat kakak saya sedang gajian. saya ingin berkata "pinjam dulu kak.". namun kata-kata itu hanya sampai ke tenggorokan ku saja :-)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status