Share

Raja yang meludahi mahkotanya
Raja yang meludahi mahkotanya
Penulis: Allamman

1. Suatu permintaan.

Di ruangan singgasana raja yang megah dan luas. Saat ini, telah dipenuhi oleh banyak orang-orang penting. Di ruangan ini, aku akan menyerahkan sebuah hadiah untuk seorang kesatria yang pemberani.

Suasana yang selama ini terasa kaku dan melelahkan. Berubah menjadi hangat dengan penuh kegembiraan. Ketika kesatria yang di hormati banyak orang. Memasuki ruangan yang penuh kehampaan ini.

Namun, suasana yang disukai oleh setiap orang yang ada di sini. Semuanya berubah menjadi hening dan menahan tegukan air liur. Orang-orang tidak berhenti menatap lurus ke arah kesatria wanita itu.

Kondisi yang mencekam itu, bertahan untuk waktu yang cukup lama. Situasi itu terbentuk akibat dari kejutan yang sangat tidak terduga. Mereka mungkin mengira kalau sedang salah dengar. Mungkin ada hal yang menyumbat telinga mereka.

Karena saat mereka mendengar permintaan dari kesatria itu. Mereka semua, seolah-olah sedang berusaha untuk mencoba untuk mengalihkan rasa tidak karuan dalam hati mereka. Kedalam hal lain yang cukup tidak bermoral.

Setiap orang yang hadir di istana Kerajaan Wersin. Kulit mereka mengeluarkan keringat dingin. Air masam yang telah tersimpan cukup lama dalam tubuh mereka.

"Apakah kau sudah yakin dengan permintaanmu itu?", aku menanyakan kepastian dari ucapan Kesatria wanita yang sedang berdiri di hadapanku. Aku sendiri juga cukup terkejut dengan permintaan itu. Karena bagaimanapun, itu cukup memalukan untuk seorang laki-laki seperti ku.

Kesatria itu terdiam untuk beberapa saat. Kemudian dia menancapkan pedang yang dibawanya ke lantai. Dia menjawab pertanyaan ku dengan suara yang lantang. Keheningan yang ada membuat perkataannya itu. Berulang kali, terdengar bergema di ruangan yang luas dan penuh dengan orang ini.

"Saya yakin dengan keinginan saya ini, yang mulia. Saya berharap anda dapat mengabulkan satu permintaan saya ini.", kesatria wanita itu berlutut dan menundukkan kepalanya. Suaranya yang kuat dan keras. Membuat telinga ku berdengung untuk beberapa saat.

Namun masalah yang saat ini harus segera selesaikan. Bukanlah telinga ku yang berdengung. Melainkan menghadapi gejolak api dalam hati setiap orang yang ada di sini. Permintaan yang cukup bermasalah ini, membuat orang-orang yang hadir dalam acara ini. Langsung dipenuhi dengan gejolak amarah yang membuat ruangan ini menjadi sangat heboh.

"Apa yang kau minta itu? Tidak sadarkah kamu, kalau kamu itu hanya seorang wanita biasa?"

"Wanita ini sudah gila, dia ingin menjadi permaisuri raja di usianya yang sudah segitu."

"Yang mulia raja, jangan sampai anda menuruti permintaan wanita ini."

Begitu banyak suara yang terlontar dari mulut orang-orang. Kata-kata penghinaan hingga celaan terus terlontar ke arah kesatria ini. Namun dia tidak melakukan apapun dan hanya tertunduk di hadapan ku.

Padahal dia bisa saja untuk menyangkal ataupun melawan mereka dengan cara apapun. Namun tidak ada satupun yang dia balas, baik secara suara ataupun tindakan.

Disaat dia diam tanpa perlawanan itu. Suara orang-orang itu semakin menjadi-jadi hingga memenuhi singgasana ini. Suara kegaduhan ini juga mengalami pemantulan suara. Hingga gemanya membuat telinga ku terasa sakit.

"Semuanya diam...!", aku berteriak keras untuk menghentikan kegaduhan saat ini. Suaraku itu menghabiskan nafasku dalam jumlah yang besar. Hingga dapat mengalahkan suara kegaduhan itu.

Suara kegaduhan itu memang berhenti bergejolak. Tidak ada lagi orang yang melontarkan penghinaan terhadap kesatria. Setidaknya untuk yang terdengar keras. Saat ini sudah sepenuhnya berhenti. Hanya saja, masih tetap ada terdengar suara orang yang bergumam sendiri.

Aku tidak habis pikir, dengan orang-orang yang telah mengatakan semua itu. Padahal oang yang saat ini mereka hina bersama-sama. Dahulunya adalah orang yang telah menyelamatkan mereka dari masa-masa berat.

Tapi, saat aku memikirkannya dari sudut pandang mereka. Mungkin perilaku mereka itu sudah dapat dikatakan benar. Karena aku tahu kalau perilaku mereka itu. Memiliki alasan yang cukup bagus.

Karena itu, aku tidak bisa langsung menyalahkan mereka. Tapi, aku yakin kalau penyebab masalah ini bisa terjadi. Sebenarnya cukup sepele dan sederhana. Pasti karena ada sedikit kendala dalam penyampaian informasi saja.

Agar hal ini tidak jadi semakin buruk. Aku harus coba selesaikan ini sendiri. Solusi yang pertama kali terlintas dalam pikiran ku. Mencoba memastikan permintaan itu lagi. Kali ini harus lebih dekat dan lebih jelas lagi.

Aku berdiri dan turun dari singgasana ku. Aku berjalan mendekati kesatria itu. Saat itu, aku mulai dapat melihat dengan jelas. Kalau tubuh kesatria itu saat ini sedang bergetar. Ini pasti disebabkan penghinaan yang bertubi-tubi dari para tamu.

Aku harus pastikan kalau mereka akan minta maaf kepada kesatria ini. Karena mereka telah melakukan penghakiman yang kejam dan tidak berdasar.

Aku mencoba mengangkat tubuhnya yang sedang berlutut. Namun kesatria itu tidak mau berdiri dan tetap berlutut di depan ku. Aku tahu ini sangat berat untuk mu. Karena kamu tiba-tiba mendapat hinaan yang tidak berdasar ini. Namun, aku mohon. Dengarkan aku baik-baik.

"Kesatria pemberani, angkat kepalamu dan berdirilah...!", aku terpaksa menggunakan perintah untuk membuatnya berdiri. Karena aku tidak mampu mengangkat nya untuk berdiri. Tapi itu tidak merubahnya dan dia tetap berlutut.

Ini lebih gawat dari sebelumnya. Karena dia sudah mengabaikan perintah ku. Orang-orang yang hadir akan semakin panas. Aku mohon, kamu harus segera berdiri.

Setelah memakan waktu yang lama. Dia masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berdiri. Aku kali ini hanya bisa berharap, agar dia mau melakukan apa yang aku katakan. Atau keadaan ini akan semakin buruk dan bertahan lama.

Aku sendiri sudah mulai tidak berani untuk melihat sekitar. Aku fokuskan pandangan ku ke tubuh yang saat ini masih tertunduk. Saat itu, aku tidak sengaja telah melihat sesuatu yang tidak seharusnya aku lihat.

Aku melihat sedikit ekornya yang terlihat di sela-sela pakaiannya. Tentunya sebagai seorang laki-laki sejati. Aku alihkan pandangan ku dan melihat hal lain. Begitu aku alihkan penglihatan ku ke arah kepalanya. Terlihat tetesan-tetesan air di lantai tepat dibawah kepalanya yang menunduk.

Kepalaku yang sebelumnya terus berpikir keras. Langsung tenang dan bersih dari berbagai pola pikiran yang saling berkesinambungan. Aku langsung tahu harus berbuat apa. Saat melihat kesatria ini sedang menunjukkan sisi wanita dalam dirinya.

Aku juga mulai menyadari sesuatu yang buruk. Kalau suara gumaman saja sudah mampu untuk memenuhi telinga ku. Tentunya, aku yang tidak mau lagi. Situasi ini memenuhi kerajaan ataupun bertahan lebih lama lagi.

"Kesatria pemberani. Aku minta maaf, karena tidak bisa memberikan keputusan ku secara langsung. Namun aku berjanji untuk benar-benar mempertimbangkannya dengan serius. Untuk saat ini, kembalilah bertugas hingga aku memberikan keputusan ku. Kamu mampu untuk melakukan ini, kan?!"

Padahal ini adalah acara untuk melepas seorang kesatria yang telah sangat berjasa untuk kerajaan. Namun, aku justru memperpanjang masa tanggung jawabnya itu.

Sebagai seorang raja, tetap saja aku tidak bisa sembarangan menerima permintaan itu. Aku butuh waktu lebih untuk mempersiapkan hal lain juga. Terlebih lagi, ada begitu banyak yang menentang permintaan ini.

Untuk saat ini, aku memang tidak bisa berbuat banyak. Karena keadaannya yang sudah sangat buruk ini. Telah menutup banyak jalan keluar yang aman. Memang cukup beresiko untuk menunda keputusan. Tapi, hanya ini solusi teraman yang saat ini bisa aku ambil.

Kesatria itu berjalan mundur sambil berlutut saat mendapat jawaban dariku. Dimana jarak antara tempatnya berlutut hingga sampai pintu keluar cukuplah jauh. Namun dia mencapainya dengan jalan mundur sambil berlutut.

Itu mengingatkan lagi kepada ku, kalau dia memang kesatria yang tangguh.

Saat kesatria itu sudah keluar melalui gerbang. Aku berjalan menuju singgasana ku dan kembali duduk di sana. Karena acaranya masih belum selesai dan baru masuk ke pertengahan acara. Setelah itu, ada banyak makanan yang dibawa masuk oleh para pelayan.

Acara kali ini adalah perjamuan makan untuk semua yang hadir di sini. Seharusnya kesatria itu ikut makan bersama yang lain. Karena dialah bintang tamu untuk acara kali ini. Namun, karena permintaannya itu membuat kondisi disini menjadi tidak stabil.

Jamuan makan ini. Harus berjalan tanpa adanya bintang tamu. Saat dimana seharusnya aku membuka acara ini bersama dengan kesatria. Saat ini harus ku lakukan sendiri dan membuat momen itu terasa canggung.

Saat perjamuan makan telah meredam gejolak amarah dalam hati para tamu. Mereka menjadikan momen perjamuan makan ini sebagai sebuah kesempatan. Agar mereka bisa mendapatkan beberapa keuntungan yang menggiurkan dalam acara ini.

Begitu banyak orang yang berkumpul untuk mengelilingi ku. Mereka ingin berbincang serta membahas beberapa urusan kerajaan. Dalam beberapa kesempatan. Mereka juga menyinggung sedikit. Tentang hal yang belum selesai dalam acara kali ini.

"Yang mulia, kenapa tidak berikan hadiah saja untuknya? Seperri harta yang banyak gitu. Jangan beri permintaan.", salah seorang menyarankan solusi untuk masalah tadi.

"Itu benar, mungkin dia berpikir. Kalau permintaannya itu, akan membuatnya bisa hidup tenang dimasa tuanya. Padahal permintaan itu justru akan membuat hidupnya semakin berat saja.", entah kenapa aku sedikit kurang nyaman dengan ungkapan dari orang yang mengatakan hal ini.

Karena aku merasa kalau alasan dia meminta pernikahan itu. Bukan hanya sebatas, ingin hidup tenang saja. Melainkan ada sesuatu harapan lain dibalik permintaannya itu. Semacam ada sesuatu yang selalu mengganggunya. Dimana hal itu, akan dapat selesai. Ketika dia berhasil mendapatkan permintaannya itu.

Namun, aku tidak bisa menyampaikan hal itu disini. Karena aku melihat, kalau kesatria itu berusaha sangat keras. Untuk menutupi air matanya yang mengalir.

"Bisa juga, karena dia merasa malu untuk meminta harta. Jadi dia meminta untuk menikahi raja saja."

"Tapi, tadi benar-benar mengejutkan. Aku tidak habis pikir, dia mau menikah dengan Raja Aren. Padahal dia sudah tua."

"Kalau itu sudah tidak mengherankan, habisnya dia kan rakyat jelata.", Lalu mereka semua tertawa bersama-sama.

Mereka mendiskusikan masalah ini bersama. Untuk mencari solusi yang tepat untuk hal ini. Aku ikut mendengarkan saran mereka dengan seksama. Namun, untuk hal yang mereka tertawakan bersama itu. Aku tidak bisa ikut tertawa, karena aku mengingat air mata itu.

Kelihatannya keputusan akhirnya sudah ditentukan. Seperti yang sudah aku diskusikan dengan banyak pihak. Aku harus menolaknya dan menggantinya dengan sesuatu hal yang lain.

Kali ini, aku harus mencoba untuk mencari hal yang bagus sebagai pengganti permintaannya. Kira-kira hal apa yang pantas untuk aku berikan kepadanya. Begitu aku memikirkan tentangnya. Aku kembali teringat dengan air mata yang mengalir deras itu.

Aku sampai tidak bisa menikmati acara ini dengan baik. Karena terus kepikiran dengan air mata itu.

Sebab, dari pandangan ku sendiri. Air mata itu seperti merupakan puncak keinginannya. Karena dia benar-benar menangis. Saat orang-orang mencela keinginannya itu. Aku harus bagaimana? Apakah aku harus pikirkan lagi dengan menurutku sendiri?

Bersambung...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Allamman
Terkadang, seorang akan melupakan banyak kebaikan dan jasa dari orang lain. Saat orang itu melakukan hal yang buruk kepada kita. Tapi, tetaplah untuk selalu ingat. Bahwa orang tersebut ada orang yang baik dan hebat :-")
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status