Share

BAB IV

"Dasar tengik, ditelepon nggak diangkat, di chatt pun nggak di balas, awas kau Boy." Sambil mengumpati Boy orang kepercayaannya, akhirnya Rama pun berniat mengirimkan pesan lewat WA.

"Boy, beberapa waktu kedepan saya mau ke Jawa, jadi saya harap jangan buat saya kecewa, semuanya ku percayakan padamu. Semoga bisa diandalkan. Dan satu lagi jangan sampai ada yang tahu, paham?!"

Boy yang masih meringkuk di balik selimut nya karena hawa dingin dataran tinggi kota Bukittinggi, berusaha menjulurkan tangannya menggapai HP di nakas. Suara panggilan berulang-ulang dari HP nya telah mengganggu tidurnya.

"Arghh, ganggu orang tidur aja siapa lah mengusik ketenangan orang pagi-pagi ni?"

Hingga akhirnya dengan memaksakan untuk membuka matanya walau sebelah, Boy membaca satu persatu laporan panggilan dan semuanya dari Rama. Ditambah lagi beberapa pesan masuk lewat WA.

Mata Boy yang tadinya terbuka sebelah dan yang sebelahnya lagi terpejam dalam hitungan detik saat ini sudah terbuka lebar. Setelah membaca pesan ultimatum dari bos Rama, Boy pun bergegas dan berencana untuk kembali ke Padang .

Dari semalam Rama masih tidak bisa tidur, pikirannya dipenuhi bayangan Azize.

Nomor kontak Mega pun tanpa pikir panjang telah diblokir olehnya, agar tidak bisa menghubunginya lagi. Panggilan bertubi dari Mega berhasil mengusik ketenangan pria tampan itu dan membuatnya semakin muak, alhasil membuat Mega semakin berang.

"Assalamu'alaikum, Azize."

"Waalaikum salam, bang Rama."

"Apa kabar Azize, maaf apa saya mengganggu?" Rama pun berbasa basi.

"Ah nggak kok lagi baca-baca aja, Alhamdulillah saya juga baik-baik aja bang Rama gimana puasanya lancarkan?"

"Saya lagi nggak puasa, maaf."

"Bang Rama sakit?"

"Nggak, cuma anu, ya lagi nggak puasa aja." Jawab Rama santai.

"Astaghfirullah, jawabnya santai banget bilang nggak puasa, lalu alasan nggak puasa kenapa bang, Abang nggak takut dosa?"

"Saya nggak kuat puasanya Azize, karena..."

"Sebagai Muslim selama kita sehat tidak ada pengecualian untuk tidak berpuasa Abang, ada beberapa hal yang memungkinkan kita tidak melanjutkan berpuasa misalnya melakukan sebuah pekerjaan berat dan menguras tenaga, Abang bisa lihat para kuli bangunan dan kuli angkat bukan?, karena Allah sendiri tidak akan mempersulit hamba-nya untuk sebuah ibadah, Abang tahu kenapa, karena mereka mencari nafkah untuk anak istrinya dari pekerjaannya sebagai kuli, jika mereka tidak bekerja lalu bagaimana keluarganya dirumah akan makan?"

Seperti merasakan sebuah tamparan hebat, seorang Azize dengan nyata menggurui Rama yang selama ini tak pernah sekalipun mendengarkan nasehat ibu kandungnya sendiri. Lalu kenapa dengan Azize , wanita yang baru ia kenal dan bukan siapa-siapa nya berlagak seolah menjadi guru agamanya.

"Halo, halo, bang Rama, masih disana kan?"

"Eh ya Ehmm, ya halo."

"Maaf bang, kalau Azize berkata telah menyinggung perasaan bang Rama."

"Oh nggak, nggak, nggak pa-apa kok, santai aja, saya semalam memang nggak pulang kerumah, jadi kesiangan." Rama pun beralasan.

"Maaf ya bang."

"Santai aja, oh ya ngomong-ngomong jadi minggu depan ke Blitar nya?"

"InshaAllah bang, bang Rama gimana, kata Abi sama Umi , bang Rama juga diajak."

"Apa kamu keberatan kalau saya ikut?"

"Alhamdulillah, saya senang kalau bang Rama bisa ikut, dan saya yakin bang Rama pasti akan betah disana."

"Kamu yakin?"

"InshaAllah." Jawab gadis itu pasti.

Rama pun seperti mendapat kode dari Azize bahwa dengan ikutnya dia ke Blitar akan semakin mudah baginya untuk mendekati gadis itu, begitulah menurut Rama.

"Apa kamu tidak keberatan jika saya ikut ke Blitar?"

"Kenapa saya keberatan, bagus dong kalau bang Rama ikut, Alhamdulillah justru saya senang kalau bang Rama bisa ikut kami ke Blitar."

"Baiklah, saya setuju dengan ajakan pak Uztad dan Umi kamu Azize."

"Alhamdulillah, berarti setelah ini saya akan menelepon pihak loket untuk bocking tiket satu lagi ya bang Rama?"

"Terserah kamu aja, saya tinggal bersiap-siap aja dan nanti sekalian kasih tahu Bundo kalau saya akan ikut ke Blitar."

Setelah berbincang-bincang dan Rama pun memutuskan untuk ikut ke Blitar, keduanya pun saling berpamitan dan menutup telepon.

Rama sangat senang saat Azize bilang bahwa dirinya akan betah di Jawa nanti. Dipikirannya dia dan Azize akan banyak kesempatan untuk berduaan, padahal yang sebenarnya tujuan keluarga tersebut ingin menanamkan lebih dalam ilmu agama kepada pria yang sudah sesat itu.

Dari awal Azize sudah tahu tentang Rama dan kebiasaan buruknya. Dan diapun tidak keberatan saat Abi dan Umi meminta nya untuk dekat dengan Rama dan perlahan mengarahkannya kembali ke jalan yang seharusnya.

Pukul 11.45 WIB, pesawat Lion air mendarat sempurna di bandara Sultan Mahmud Badarudin II Blitar.

Setelah berpamitan dengan Bundo Maryam dan menyerahkan beberapa urusannya kepada boy tempo hari akhirnya Rama mantap untuk ikut dengan keluarga Uztad Marzuki kekampung halaman mereka.

Uztadz Marzuki bersyukur, akhirnya dia berhasil mengajak Rama ke Blitar, dengan demikian tinggal beberapa langkah lagi untuk merubah Rama.

Rama tertegun dengan suasana rumah Uztad Marzuki saat taxi yang mereka tumpangi dari bandara memasuki pekarangan depan rumah Uztad Marzuki yang sangat kental dengan nuansa etnik jawa. Rumah yang sangat asri masih terawat apik, tidak lama kemudian tiga orang art muncul dari dalam rumah untuk menyambut kedatangan mereka. Salah satu dari mereka adalah pak Suyono yang bertugas membersihkan kebun sekaligus penjaga rumah tersebut. Sedangkan yang duanya lagi mbok Mirna dan Ratih. Mereka bertiga adalah orang kepercayaan Uztad Marzuki selama bertahun-tahun semenjak Uztad hijrah ke kota Padang dan mendirikan pesantren di tanah Minang tersebut.

Begitu juga dengan Azize, walau di lahirkan disini, namun itu sudah lama sekali, umur tiga tahun kedua orang tuannya membawanya ke Sumatera barat. Wajar saja kalau dia lupa masa itu.

"Alhamdulillah, akhirnya kita sampai juga kesini, gimana nak Rama, kamu suka nggak suasananya, kamu nak?" Uztadz Marzuki bertanya kepada keduanya, baik Rama maupun Azize dua-duanya sama-sama tertegun.

"Ini rumah kita bi?" Tanya gadis itu takjub. Azize takjub dengan suasana rumah dan sekelilingnya, hawa dinginnya, berbeda sekali dengan kota Padang yang panas.

"Iya, maaf kalau Abi dan Umi baru mengajak mu sekarang, lagian selama ini kamu sibuk mondok kan?"

"Hmmm, kayaknya Zize bakal betah disini daripada tinggal di Padang deh bi." Sambil melangkah menuju taman dan merentangkan kedua tangannya.

"Jangan jauh-jauh, ntar kamu capek ndo' ( panggilan untuk anak perempuan kesayangan di Jawa), kita kan baru nyampe".

" Bentar aja kok Umi, Abi, Zize mau keliling-keliling dulu, ayok bang Rama ikut Zize yuk." Refleks Azize mengajak Rama yang masih kikuk dan sebenarnya dia sendiripun sangat menyukai tempat mereka sekarang.

Uztadz Marzuki dan Umi Marwa hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak gadisnya itu, baik Uztadz dan Umi keduanya saling menatap paham tentang kedekatan kedua insan itu. Keduanya dari awal memang sudah sepakat untuk mendekatkan keduanya, jika mereka berjodoh mungkin itu takdir dan mereka pun punya keyakinan penuh suatu saat Rama pasti berubah. Mereka berdua percaya Azize bisa diandalkan.

Begitu juga dengan Bundo Maryam, beliau pun dengan senang hati ketika Uztad Marzuki menyarankan agar Rama dekat dengan Azize, lebih tepatnya dijodohkan. Hanya saja Azize tidak berpikir sampai kesana, 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status