Share

Bab III

Rama sedang bermain dengan fantasinya saat ini setelah menghisap serbuk kesayangan yang menjadi candunya selama bertahun-tahun, entah mulai kapan dia menggunakan barang haram itu.

Setelah beberapa jam yang lalu Keanggunan Azize berkelana di benaknya membuat Rama tak bisa tidur.

Gadis itu berhasil mengacaukan pikirannya, walau sebelumnya Rama sempat tertarik dengan pertemuan mereka dipanti tiga hari yang lalu, tapi dia sudah melupakannya, namun kemudian sang Bundo pun kembali mempertemukan nya dengan gadis berhijab itu.

Alhasil membuat Rama tak tenang, hingga kegelisahannya mencapai puncak, ingin rasanya ia lepaskan hasrat nya bersama Mega kekasih yang ia kencani saat ini, tapi ada sisi lain di dirinya untuk menolak perempuan itu.

Azize dengan anggunnya menggunakan gaun panjang dan sorban putih berhiaskan mutiara ditiap pinggir sorban begitu juga dengan gaun yang ia kenakan tengah berada di atas kuda putih (Pegasus, nama kuda dalam mitologi Yunani).

Gadis itu perlahan melambaikan tangannya kearah Rama, kemudian merentangkan kedua tangannya seakan jelas bahwa ia ingin Rama segera merangkulnya dan berangsur  memanggil-manggil namanya, saat Rama berdiri dan sedang berusaha menjulurkan tangannya tiba-tiba Azize menghilang, menghilang diantara kerumunan para pria yang berjubah putih tanpa terlihat jelas wajah, tangan, maupun kaki.

Rama bangkit dan berusaha berlari di sungai berkerikil dangkal itu agar bisa mencapai Azize, namun dirinya terlambat.

Rama terduduk lesu di rerumputan pinggir sungai, ia pun menangis, menyesal karena terlambat menggapai gadis itu, kenapa begitu sulit untuk meraihnya, andai Azize mau menunggu beberapa menit saja sudah tentu Rama berhasil mendekap dan memeluknya tanpa dilepas.

Rama pun terduduk dari pembaringannya, dia mengedarkan pandangan, nampak jelas alat hisap dan botol kemudian beberapa sampah di kamarnya.

Rama kembali mengucek matanya dan berusaha menyempurnakan kesadarannya.

"Apa aku bermimpi, hah...mimpi aneh."

Rama berusaha menggubris apa yang baru dialaminya.

Diapun berdiri dan membungkus rapat sampah  alat hisap sabu dan yang lainnya lalu membuangnya ke dalam tong sampah dikamar nya.

Masih dalam keadaan linglung dan sempoyongan dipaksakannya ke kamar mandi.

Saat keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit dari pinggang hingga betis, Rama meraih ponselnya dinakas yang entah sudah berapa lama berdering.

"Sayang, kok baru diangkat, aku bosan dirumah ,cepatlah datang aku kangen." Mega menelepon dari seberang.

" Maaf, hari ini aku sibuk ada sedikit urusan keluarga, jadi kita tunda dulu janji kita yang kemaren ya, daa." Rama pun segera menutup telepon.

Jelas Rama berubah, dipikirannya hanya Azize, walau pertemuan semalam di meja makan dan sempat berbincang sedikit di ruang keluarga tetapi Azize berhasil membuat pikirannya berkecamuk.

"Azize, nama yang sangat indah, semampai, walau setinggi bahuku, dia lumayan tinggi untuk ukuran seorang gadis, senyum menawannya, alis mata yang masih alami tanpa di kurangi, mata kucing dan bibir manisnya yang memancarkan pesona sensual, itu baru bagian luar yang terlihat, aku yakin bagian dalamnya masih murni tak terlihat dan belum terjamah, hah, pasti sulit mendapatkan wanita itu." Rama kembali berfantasi tentang keindahan gadis itu.

Dia terus berargumen dengan pikirannya sendiri, dibenaknya hanya Azize dan Azize.

Tok, tok, tok.

"Hah, siapa?"

"Ni mar, Rama di panggia Bundo turun, katonyo penting." Salah satu art disuruh Bundo untuk memanggil Rama turun.

"Yo, sabanta lai." Jawab Rama ketus.

Salah satu karakter Rama sedikit angkuh, walau sebenarnya dia anak baik, hanya saja karena kekuasaan dan memiliki banyak uang kemudian bertemu dengan orang-orang yang salah membuatnya jadi semena-mena.

Dilantai dasar disebuah ruang tamu rumah mewah milik keluarga besar Bu Maryam.

Bundo baru saja menerima telepon dari pak ustadz Marzuki, bahwa beliau akan datang sebentar lagi dengan putrinya.

Bundo sangat senang mendengar kabar gembira itu.

Bundo pun segera memanggil art agar Rama turun dan menyambut kedatangan Azize.

Tak lama pun Rama turun.

"Ado apo Bun?"

Hanya itu sapaan Rama saat jumpa Bundo nya pagi ini, nggak lebih.

" Sabanta lai Azize jo pak ustadz kamari, ko baru nyo nelepon sabantako." Jelas Bundo agar Rama yakin.

Dug, jantung Rama berdegup, perasaan apa ini?" Pikirnya.

" Mm, ado manga Bun?"

"Ustad Marzuki dan Azize juga Umi marwa baru saja dari bandara, Minggu depan mereka bertiga ada rencana ke Blitar, karena lewat sini, rencana mereka ingin mampir, dan Bundo senang kalau mereka mampir."

"Ooh, kirain kok ngapa gitu."

"Ehh, tapi kamu nggak boleh gitu Rama, niat mereka kesini mau silaturahmi, jadi tolong di sambut baik, dengar itu." Perintah Bundo.

" Iya, iya, Bundo tenang aja, bisa diatur itu, asal Bundo ndak boleh pelit-pelit." Goda Rama .

Begitulah Rama, yang sampai saat ini belum menyadari arti sebuah tanggung jawab seperti yang Bundo nya pikul selama ini, namun wanita yang sudah setengah abad itu tetap tegar dan semangat dalam menghadapi hari-harinya, karena dia berpikir apabila dia drop, pasti semua berantakan dan Rama masih saja sibuk dengan urusan pribadinya yang kotor.

Tak lamapun suara klakson dari depan membuat mereka untuk segera menghampiri ke depan.

"Tuh kan, untung kamu dah turun, ayok kita sambut." Ajak Bundo.

Yang di sambut pun keluar dari mobil, dari pintu depan nampak Umi turun yang disusul oleh pak ustadz di pintu sebelahnya, kemudian Azize dari pintu belakang.

"Astaga, Azize memang cantik, atau tambah cantik?"

Rama terpukau dan menelan saliva nya.

"Assalamu'alaikum."

"Waalaikum salam, mari, mari masuk." Setelah semuanya bersalaman dan kemudian masuk ke dalam.

Azize yang kala itu menggunakan dress panjang lengan berwarna grey dan pashmina dalam, warna hitam menyiratkan pesona lembutnya dengan polesan make up tipis dan lip balm yang membuat bibirnya nampak menyala walau bukan yang berwarna karena warna merah asli bibirnya sudah cukup untuk warna bibir ranum itu.

Seakan Rama tidak sabar ingin menyentuhnya, kalau bukan karena menjaga etika dan norma mungkin entah apa yang di perbuatnya.

Semakin lama rasa itu semakin tumbuh, Rama bertekad mendapatkan gadis Soleha itu, namun kemudian hatinya surut lagi, tidak yakin untuk memperoleh gadis itu dengan mudah, karena belum tentu mau menerimanya.

"Bagaimana kabar Umi dan pak ustadz?"

"Alhamdulillah, sehat, Bundo Maryam gimana, lancarkan puasanya?"

"Alhamdulillah, ehh nak Azize, yang makin cantik juga apa kabar?" Sambung Bundo yang langsung beralih ke Azize yang saat itu duduknya berhadapan dengan Rama .

"Alhamdulillah juga Bundo, Alhamdulillah puasa pun masih lancar."

"Ada acara apa ke Blitar pak ustadz?" Tanya Bundo membuka obrolan.

"Berniat mengunjungi pesantren di sana Bundo, sekalian Azize semenjak tamat SD sampai sekarang belum pernah melihat pesantren milik orang tuanya sendiri, sekalian juga bersilaturahmi dengan keluarga besar disana."

"Jadi selama ini Azize sendiri belum pernah melihat pesantrennya?"

"Hehe, belum Bun, kan selama ini Azize hanya  di Padang, itupun dalam lingkungan pesantren dan belum pernah kemanapun." Jawab Azize sopan.

" Nak Rama, bagaimana kabarnya?" Sambung pak ustadz yang melihat Rama dari tadi hanya tersenyum simpul.

"Alhamdulillah baik, pak ustadz."

"Kalau Bundo dan Rama nggak keberatan kita bisa sama-sama berangkat ke Blitar, anggap saja sambil rekreasi, selama ini Bundo kan sibuk dengan rutinitasnya, begitu juga nak Rama, pasti belum pernah ke Blitar kan?" Tebak pak ustadz.

"Belum pak ustadz."

"Bagus itu Rama, sambil cari pengalaman baru, mana tahu jumpa jodoh disana, iya kan nak?" Sambung Bundo Maryam.

"Bundo, kok bahas masalah jodoh, Bundo ini ada-ada aja." Rama sempat tersipu oleh seloroh bundonya.

"Kalau Bundo gimana, kan bisa ikut sekalian?" Sambung Umi.

" Bundo mau sekali ikut, tapi sekarang itu Bundo sangat sibuk dengan kantor yang di Bukittinggi, jadwal minggu ini aja hampir tiap hari Bundo harus bolak balik Padang- Bukittinggi, kali ini gimana Rama dulu yang ikut, moment berikutnya giliran Rama yang ngurus kantor, dan Bundo yang jalan-jalan, ya kan nak?".

" InshaAllah, biar nanti Rama pikirkan dulu pak ustadz, masalahnya Rama ada sedikit urusan, emang jadwal berangkat nya kapan pak ustadz?"

"InshaAllah minggu depan, kalau nak Rama ikut, nanti Azize bisa pesankan lagi tiket keberangkatan nya." Jelas pak ustadz.

" Nggak usah repot-repot pak ustadz, begini saja, karena berangkat nya masih minggu depan berarti masih ada waktu, bagaimana kalau selepas Zuhur nanti Rama kabari, sebelumnya terima kasih pak ustadz, Umi, ajakannya."

"Nggak usah sungkan, selama ini kita kan udah seperti saudara, itung-itung nambah ilmu dan pengalaman  lo nak Rama, jadi apa salahnya untuk ikut." Bujuk pak ustadz lagi.

Setelah obrolan panjang, mulai dari masalah bisnis Sanjay nya Bundo dan perkembangan pesantren ustadz Marzuki, akhirnya mereka pun pamit.

Di seberang jalan ada sepasang mata yang mengintai dengan masam.

Sebelumnya, setelah menelepon Rama, Mega berniat untuk menjumpai Rama kerumahnya, namun seratus meter sebelum sampai di depan pagar rumah mewah itu, tiba-tiba Ayla putih masuk, dari depan nampak turun sepasang suami istri, awalnya Mega lega dengan apa yang dilihatnya, namun baru dua detik menyunggingkan senyumnya, tiba-tiba dari pintu belakang keluar seorang wanita berhijab dan nampak sedang mencium tangan ibunya Rama.

Mega sangat cemburu dengan adegan didepan matanya, nampak sekali Bundo Rama sangat menyukai gadis berhijab itu.

"Hmm, siapa mereka, inilah salah Rama, tidak pernah mengenalkan ku pada ibunya." Mega sangat kesal sambil memukul setir mobil yang dikendarainya, mobil pembelian Rama saat Mega berulang tahun.

Lima bulan yang lalu saat keduanya merayakan hari jadi Mega di apartemen yang disewa Rama untuknya, Rama sengaja memberi hadiah berupa mobil sedan jazz untuk Mega.

Wanita mana yang tidak senang diberi berlian, begitulah ibaratnya, menurut Rama semua yang diberi kan ke Mega belum seberapa, mengingat wanita itu adalah teman kencannya, ya hanya sebatas teman kencan, Rama pun tak berniat menikahinya, hanya untuk bersenang-senang, karena Rama tahu Mega bukan tipikal wanita yang pantas untuk teman hidupnya kelak.

Asal usulnya saja tidak jelas, keduanya pun bertemu disebuah club malam yang ada di kota Padang.

Mega sangat murka, dua jam lebih dia menunggu sampai akhirnya keluarga ustadz itupun keluar dari rumah megah, dan berpamitan.

Mega mengikuti kemana arah mobil itu, dia penasaran, niat bertemu Rama pun diurungkannya, ada hubungan apa keluarga ini, begitulah dipikirannya saat ini.

Hampir setengah jam perjalanan menuju Indarung, mobil Azize pun masuk kesebuah rumah lumayan besar.

"Inikan komplek pesantren Al Kautsar, apa keluarganya ada hubungan dengan pesantren tersebut?"

Rasa penasaran membuat nya untuk menghentikan mobil nya sebentar dan pura-pura bertanya pada security di komplek.

Akhirnya Mega mendapat jawaban dari security bahwa pemilik rumah yang dimasuki Azize adalah pemilik pesantren Al-Kautsar.

"Apa jangan-jangan mereka dijodohkan, tidak bisa, Rama harus kudapatkan, tidak ada yang boleh memilikinya, Rama harus jadi milikku." Tekadnya sambil tersenyum licik.

Mega tahu banyak latar belakang keluarga Rama, selain keluarga bangsawan di ranah minang Rama juga sekaligus pewaris tunggal kekayaan ibunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status